Biaya pemupukan mengambil porsi hingga 60% dari total biaya pemeliharaan tanaman. Karena itu perlu strategi yang pas agar aplikasi pupuk efektif dan efisien.
Perkembangan luas kebun kelapa sawit nasional yang pesat hingga 2008 mencapai 7 juta ha membawa konsekuensi naiknya kebutuhan pupuk. Pupuk berperan penting dalam optimalisasi produksi sawit karena sebagian besar perkebunan sawit dikembangkan di lahan yang kurang subur.
Di samping itu, para pekebun juga banyak menanam varietas kelapa sawit berdaya hasil tinggi yang menuntut aplikasi pupuk dalam jumlah memadai. Satu ton tandan buah segar (TBS) setara dengan kurang lebih 6,3 kg urea, 2,1 kg TSP, 7,3 kg KCl (MoP), dan 4,9 kg kieserit.
Meski diyakini kontribusinya cukup besar dalam proses produksi, tapi realisasi pemupukan tidak selalu tepat dosis, tepat jenis, tepat waktu, dan tepat cara. Ada empat hal yang menyebabkan ketidaktepatan pemupukan.
Penentuan dosis pupuk belum sepenuhnya berdasarkan keseimbangan hara dalam tanah dan kebutuhan tanaman sehingga tidak tepat dosis. Terbatasnya ketersediaan salah satu jenis pupuk di pasaran memaksa pekebun mensubstitusi dengan jenis lainnya. Namun substitusi kadang mengabaikan perbedaan karakteristik pupuk, seperti tingkat kelarutan serta pengaruhnya terhadap kemasaman dan salinitas tanah sehingga pupuk tidak tepat jenis.
Harga pupuk yang mahal pada saat harga jual tandan buah segar (TBS) atau minyak sawit mentah (CPO) rendah tak jarang membuat pekebun menunda pemupukan. Alhasil, waktu aplikasi tidak tepat. Belum lagi tenaga kerja yang terbatas dan upahnya mahal menyebabkan ketidaktepatan cara aplikasi.
Kelapa sawit merupakan tanaman tahunan sehingga kebijakan pemupukan saat ini mempengaruhi hasil tanaman tahun-tahun berikutnya. Sewaktu harga TBS/CPO merosot, pekebun perlu menerapkan alternatif strategi pemupukan yang tepat. Alternatif ini meliputi upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas pemupukan, pemilihan jenis pupuk, skala prioritas pemupukan, dan inovasi teknologi pemupukan yang semakin efektif dan efisien.
Tingkatkan Efisiensi dan Efektivitas Pemupukan
Untuk menjamin dosis pupuk sesuai kebutuhan tanaman dan kondisi tanah, jenis dan dosis pupuk hendaknya disusun berdasarkan hasil analisis kesuburan tanah, kondisi hara tanaman, umur tanaman, produktivitas tanaman, iklim, dan hasil pengamatan visual terhadap kondisi tanaman maupun tanah di lapangan. Dengan demikian, penyusunan dosis tersebut bersifat spesifik lokasi untuk setiap kesatuan contoh daun.
Rekomendasi pemupukan sebaiknya juga mencakup cara dan waktu aplikasi yang spefisik lokasi pula. Sebagai contoh, pada areal berlereng, sistem pocket (pupuk dibenamkan) lebih tepat terutama untuk pupuk-pupuk yang lebih rentan mengalami kehilangan hara, seperti pupuk N, K, dan Mg. Begitu pula pupuk sumber N, seperti urea dan ZA, sistem pocket lebih dianjurkan karena pupuk tersebut mudah menguap.
Aplikasi pemupukan sangat ditentukan curah hujan. Pemupukan yang tepat adalah saat kondisi cukup lembap tapi curah hujan tidak berlebihan.
Selain itu, upaya peningkatan efektivitas dan efisiensi pemupukan juga perlu ditunjang dengan perbaikan kultur teknis. Misalnya pada lahan berdrainase buruk, perbaikan saluran drainase mutlak dilakukan agar areal tidak tergenang dan menciptakan kondisi anaerob bagi akar. Dalam kondisi anaerob, perkembangan akar terganggu akibat respirasi tertekan dan menurunnya ketersediaan hara bagi tanaman.
Pada areal berlereng, pembangunan teras kontur untuk kemiringan lebih dari 25% dan tapak kuda bila kemiringannya 15%—25% sangat penting. Tujuannya menekan kehilangan hara akibat aliran pemukaan. Lebih baik lagi bila hal itu ditambah penggunaan tanaman penutup tanah pada tanaman muda dan mengembalikan bahan organik (tandan kosong) ke lahan. Pengendalian gulma pun perlu dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pemupukan.
Witjaksana Darmosarkoro dan Suroso Rahutomo, Kepala dan Peneliti Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan