Senin, 25 Mei 2009

Bisnis Sapi Perah Di Ambang Kehancuran

Kurun Januari—Mei tahun ini, industri pengolahan susu (IPS) sudah dua kali menurunkan harga pembelian susu dari peternak.

Ketua Umum Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Dedi Setiadi, mengatakan, setelah Nestle menurunkan harga pembelian Rp150 per kg, IPS yang lain juga akan ikut menurunkan Rp100 per kg mulai 1 Juni 2009. Di sisi lain, biaya penanganan di tingkat koperasi rata-rata Rp400 per kg. Bahkan untuk koperasi yang berkapasitas 5 ton per hari bisa mencapai Rp600 per kg.

Dedi menilai, pendapatan peternak saat ini sudah terlalu rendah karena biaya pakan tidak turun. Padahal, pakan menyedot 70% dari biaya produksi. Teguh Boediyana, Ketua Dewan Persusuan Nasional, menambahkan, peternak sapi perah rakyat tidak memiliki posisi tawar yang baik. Mereka tidak punya pilihan, kecuali menjual susu segarnya ke IPS. Saat ini, hampir 90% produksi susu segar dari peternak rakyat dijual kepada lima IPS, yaitu Nestle, Frisian Flag, Ultra Jaya, sari Husada, dan Indomilk.

Menyikapi kondisi itu, Mentan Anton Apriyantono berjanji, pemerintah akan mengatur kembali soal industri susu sehingga harga jual susu segar dari peternak tidak jatuh di bawah harga produksi. Ada dua langkah yang akan diterapkan, kebijakan penyerapan susu segar produk lokal dan penerapan harga dasarnya.

Butuh Penyatuan Visi

Tak bisa dipungkiri, perkembangan peternakan sapi perah rakyat berjalan lamban. Penyebabnya, aspek manajerial, teknis operasional, dan kebijakan pemerintah yang kurang mendukung.

Kegiatan budidaya sapi perah yang baik, tentu harus dibarengi kebijakan pemerintah yang kondusif. Diharapkan, kebijakan itu memberi angin segar terhadap perkembangan peternakan sapi perah rakyat. Untuk menghindari terjadinya perbedaan persepsi yang mengganggu perkembangan persusuan Indonesia, kebijakan itu tidak boleh tumpang tindih.

Semestinya, dinas peternakan dan balai-balai penelitian terkait peternakan, melakukan pembinaan, pengarahan, serta transfer manajemen dan teknologi kepada peternak. Tengoklah kasus penyakit bruselosis dan antraks yang mewabah di peternakan sapi perah beberapa warsa silam.  Seandainya sebelum wabah terjadi dilakukan tindakan pencegahan yang cepat dan tepat, bukan tidak mungkin ratusan ternak akan terselamatkan.

Pun profesionalisme peternak akan memberi dampak nyata bagi kesinambungan segitiga produksi (bibit–pakan-manajemen). Sehingga peternak akan mendapatkan bibit berproduktivitas tinggi, mampu memberi pakan berkualitas, dan menerapkan manajemen usaha yang baik.

Karena itu pihak-pihak yang terkait dan berkompeten terhadap perkembangan dunia persusuan Indonesia harus segera berkumpul. Tujuannya, untuk menyatukan misi dan visi dengan mengesampingkan kepentingan masing-masing agar lahir satu konsep pengembangan peternakan sapi perah Indonesia.

Hingga saat ini, koleksi dan pemecahan permasalahan masih dilakukan secara parsial oleh masing-masing pihak. Permasalahan-permasalahan di lapangan melalui pemilahan obyektif dan ilmiah akan melahirkan akar permasalahan yang dapat diselesaikan secara tuntas.

Solusi-solusi jitu yang lahir melalui pemikiran banyak pihak mesti dibarengi penyatuan persepsi. Kemudian dikumpulkan sebagai bank data pemecahan masalah, sehingga saat timbul permasalahan sejenis dapat diambil tindakan yang cepat dan tepat.

Sistem baku yang luwes dalam mencari jati diri hakiki peternakan sapi perah akan dapat dihasilkan dan terus bergulir membentuk industri persusuan yang mandiri. Evaluasi program akan menghasilkan masukan dan referensi penyempurnaan konsep yang mengerucut kepada satu keluaran pola baku persusuan Indonesia. Dengan demikian, kegelisahan dan kebuntuan usaha akan berganti dengan kecemerlangan dan kegembiraan para pelaku usaha.

Eka Budhi Sulistyo, Pemerhati Persusuan Nasional

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain