Senin, 25 Mei 2009

Dari Manado untuk Dunia Kelautan

World Ocean Conference (WOC) berhasil menyuarakan pentingnya pengelolaan sumberdaya kelautan berkelanjutan untuk ketahanan pangan dan mengurangi dampak perubahan iklim global.

Konferensi Kelautan Dunia yang digelar di Grand Kawanua Convention Center (GKCC), Manado, Sulut, dihadiri oleh 427 delegasi dari 76 negara. Acara yang berlangsung 11—15 Mei 2009 itu dibuka Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada  Kamis pagi, 14 Mei 2009. Sebagai awal rangkaian acara ini, Freddy Numberi, Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) membuka pertemuan tingkat pejabat tinggi (senior official meeting/SOM) di tempat yang sama (11/5).

Dalam sambutannya, SBY mengajak peserta konferensi menjadi bagian dari upaya penyelamatan laut akibat eksploitasi yang berlebihan, polusi, dan pemanasan global. Pasalnya, tambah SBY, tanpa sumberdaya laut yang kaya protein dan sumber nutrisi lainnya, separuh penduduk dunia akan menderita kelaparan. “Tanpa ketahanan pangan berbasis sumberdaya kelautan, kita tidak bisa memerangi kemiskinan dan mencapai Millenium Development Goals, (MDGs),” ujarnya lagi.

Rp1,7 Triliun untuk CTI

Presiden SBY hadir di Manado didampingi sejumlah pejabat negara, seperti Menko Kesra Aburizal Bakrie, Menlu Hasan Wirajuda, Mendagri Mardiyanto, Menkominfo Mohammad Nuh, Menhub Jusman Syafii Djamal, Menneg LH Rachmat Witoelar, Menbudpar Jero Wacik, Menhut MS Kaban, dan Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso. Usai membuka WOC, sore harinya SBY menandatangani Manado Ocean Declaration (MOD) atau Deklarasi Kelautan Manado bersama 75 negara lainnya yang bersepakat mengadopsi 14 pasal pembukaan dan 21 pasal operasional di dalamnya.

Menurut Freddy Numbery, MOD telah mengubah cara pandang dalam penyelamatan bumi dari ancaman pemanasan global. “Laut yang tadinya tidak masuk dalam agenda perbincangan perubahan iklim, akhirnya bisa masuk dan diperhitungkan dalam setiap pembicaraan di forum internasional,” ujar Freddy.

MOD yang berisikan program penyelamatan lingkungan di wilayah pesisir dan pelestarian sumberdaya hayati laut berkelanjutan ini, selanjutnya akan dibawa ke Copenhagen, Denmark, akhir tahun ini dalam acara pembahasan perubahan iklim ke -15 United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC).

Esok harinya (15/5), kepala negara dan kepala pemerintahan dari enam negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste, menandatangani Deklarasi Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle Initative Declaration/CTID). Prakarsa enam negara ini dinamakan Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries and Food Security and Adaption to Climate Change/CTI-CFFC). Bentuk kerjasama ini bakal melindungi sumberdaya laut dan menjamin penghasilan, matapencaharian, dan ketahanan pangan bagi masyarakat di negara-negara tersebut yang bergantung pada sumberdaya bahari.

Negara-negara  anggota CTI ini juga sepakat  mengadopsi Rencana Aksi Regional (Regional Plan Action/RPOA) berupa program konservasi laut dalam jangka waktu sepuluh tahun. Di antaranya, proteksi dan rehabilitasi terumbu karang, perikanan, bakau, serta spesies dan habitat terancam lainnya, termasuk sumberdaya pesisir dan laut. Usai acara tersebut, perwakilan anggota CTI melakukan pertemuan dengan negara dan lembaga-lembaga mitra, seperti Amerika Serikat, Australia, Asian Development Bank (ADB), Global Environment Facilities (GEF), The Nature Conservancy (NC), dan Conservation International (IC). Dari pertemuan tersebut diumumkan dana yang berasal dari negara-negara anggota CTI, negara dan lembaga mitra sebesar U$171,13 juta atau sekitar Rp1,7 Triliun.

Agenda Pendukung

Selain MOD dan CTID, sejumlah agenda turut menyertai perhelatan akbar di bidang kelautan dan perikanan ini. Satu di antaranya pertemuan tingkat Menteri D-8 yang merupakan forum kerjasama ekonomi delapan negara berkembang, yaitu Bangladesh, Indonesia, Iran, Malaysia, Mesir, Nigeria, Pakistan, dan Turki.

Pertemuan itu merupakan tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya, akhir Februari lalu di Kualalumpur, Malaysia, yang menetapkan sumberdaya kelautan dan perikanan sebagai salah satu pilar dalam upaya peningkatan ketahanan pangan. Dipimpin oleh Sekjen DKP Widi Agoes Pratikto, Workshop D-8 yang digelar di Hotel Ritzy (13/5) ini akhirnya berhasil membentuk Working Group on Marine and Fisheries.

Agenda lainnya adalah dijajakinya kerjasama perikanan antara Indonesia – Kenya. Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi,  Dirjen Perikanan Budidaya Made L. Nurjana, dan Duta Besar RI untuk Kenya, Budi Bowoleksono, melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Pembangunan Perikanan Kenya Dr. Paul N. Otuoma. Menurut Made L. Nurjana, kerjasama akan diarahkan ke perikanan tangkap dan pengembangan budidaya perikanan air tawar. Paul N. Outoma berkesempatan meninjau Balai Budidaya Perikanan Air Tawar Tatelu, Akademi Perikanan Bitung, dan Balai Diklat Perikanan Air Tembaga, Sulut.

Enny Purbani T.

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain