Kamis, 14 Mei 2009

Potensi Pandemi “Flu Babi”

Akhir-akhir ini dunia dikejutkan oleh berita penyakit baru, “flu babi” pada manusia yang pertama kali menyerang Meksiko.

Nama flu babi (swine flu) itu menimbulkan kontroversi karena FAO di Roma, Italia, 30 April lalu menyatakan, belum seekor babi pun tertular virus influenza tipe A subtipe H1N1 yang baru ini. Nama penyakit itu diganti menjadi Flu H1N1. Bahkan, menurut dr.drh. Mangku Sitepoe, anggota PDHI, IDI, dan Indonesia Veterinary Watch, ada yang mengusulkan nama Flu Meksiko, sebagaimana penyakit yang lalu seperti Flu Hongkong dan Flu Spanyol.

Dari hari ke hari, jumlah kasus itu terus bertambah. Per 8 Mei 2009, organisasi kesehatan dunia (WHO) menyatakan, 25 negara melaporkan infeksi influenza A (H1N1), begitu situs WHO menulis, dengan 2.500 kasus. Meksiko sendiri mengkonfirmasi 1.204 kasus pada manusia, termasuk 44 orang yang tewas.

Dari rapat ASEAN Senior Officer Meeting di Bangkok 7 Mei, Prof. Tjandra Yoga Aditama, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), Depkes,  terungkap data, di AS ada 642 kasus. Dari jumlah itu, hanya 35 orang (5,45%) yang harus masuk rumah sakit, sisanya (95%) hanya penyakit flu ringan dan tidak perlu perawatan di RS. Dua orang meninggal. Artinya, angka kematian (case fatality rate-CFR) adalah 0,3%.

Meski bila dibandingkan flu burung, angka itu relatif kecil, WHO mengumumkan, wabah flu H1N1 ini merupakan masalah kesehatan manusia yang serius dan berdampak internasional.  Status penyakit ini dinaikkan menjadi  fase kelima yang menandai penularan dari manusia ke manusia setidaknya dua negara dalam satu region WHO. Fase kelima adalah sinyal kuat bahwa pandemi sudah mengancam.

Evolusi Flu Babi?

Pandemi influenza pada 1918 dikenal dengan Flu Spanyol merupakan pandemi terburuk sepanjang sejarah modern karena menelan  korban 50 juta jiwa  manusia. Penyebabnya adalah virus H1N1 yang di samping menyerang manusia juga menyerang babi.

Pada  1930, Smith  menyatakan penyebab penyakit  Flu Spanyol adalah  jenis virus Orthomyxoviridae tipe A dengan subtipe  H1N1. Jadilah, H1N1 sebagai penyebab dari penyakit influenza  pada  babi (swine flu). H1N1 dari flu Spanyol  sebagai  cikal bakal dari virus  influenza babi pada babi di seluruh dunia.

Penyebab pandemi influenza  pada manusia  saat Flu Spanyol, Flu Asia, dan Flu Hongkong adalah virus tipe A subtipe  H1N1, H2N2 dan H3N2. Ketika pandemi, ketiga subtipe virus itu sangat ganas tetapi kini virus-virus itu  sudah hidup nyaman dengan manusia yang disebut seasonal Flu atau flu biasa. 

Dari berbagai kasus flu babi yang menimpa manusia, dikombinasikan dengan hasil studi sero epidemis menunjukkan, risiko meningkat pada manusia yang berhubungan dekat dengan babi, di antaranya peternak babi. Pada pasien yang diidentifikasi “flu babi” di Meksiko maupun di negara lain akhir-akhir ini, tidak ada seorangpun yang memiliki riwayat kontak dengan babi.

Influenza pada babi merupakan penyakit yang umum dan penyebarannya sudah meluas. Penyebabnya, virus influenza tipe A subtipe H1N1, H3N2, H1N2, dan H1N3. Oleh para ahli, babi dianggap berperan dalam penularan influenza antarspesies karena hewan ini menjadi reseptor yang baik bagi virus influenza unggas maupun manusia. Dikhawatirkan babi menjadi wahana pencampur materi genetik virus sehingga dapat dipertukarkan. 

Langkah Pemerintah

Menanggapi kasus menghebohkan itu, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk peningkatan kewaspadaan terhadap pandemi dengan peningkatan kapasitas baik di pusat maupun daerah. Di Depkes, ada enam langkah, yaitu penguatan kantor kesehatan pelabuhan, kelengkapan logistik terutama obat dan alat pelindung diri, penyiapan rumah sakit rujukan dilengkapi ketersediaan obat, ruang isolasi, dan petugas kesehatan, penguatan surveilance epidemiologi, laboratorium, serta komunikasi edukasi dan informasi.

Dari sisi Deptan, Mentan Apriyantono dalam jumpa pers 29 April lalu menyatakan, akan melakukan surveillance pada 7 juta populasi babi meski belum ada kasus flu babi di negeri ini. Babi tidak boleh diangkut dengan angkutan umum untuk menghindarkan kontak dengan masyarakat. Pekerja kandang peternakan babi harus memakai masker dan penutup mata. Setelah keluar dari kandang babi, peternak harus melepaskan sepatu dan pakaian.

“Kami meminta peternak harus memperhatikan sanitasi di kandang babi. Sisa hasil pemotongan babi tidak boleh dialirkan sembarangan. Sisa potongan babi harus dibuang ke septic tank khusus. Kalau ada indikasi klinis babi terserang flu harus dilakukan isolasi sambil menunggu hasil laboratorium,” jelas Mentan.

Dirjen Peternakan Tjeppy D. Sudjana menambahkan, sebanyak Rp40 miliar anggaran yang dialokasikan dalam penanggulangan flu burung akan diminta dan dialihkan untuk antisipasi pengendalian wabah flu babi di Indonesia. Sebanyak Rp1 miliar khusus buat surveillance.

Untuk menangkal sumber virus dari luar negeri, pemerintah juga telah mengeluarkan larangan impor babi, daging beserta turunannya. Babi yang boleh diimpor hanyalah daging yang sudah diolah dengan standar tertentu. Hanya olahan daging babi yang sudah dipanaskan lebih dari 70 derajat celcius selama 3 menit yang boleh diimpor.

Mangku Sitepoe, Fitri NP, Yan S.

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain