Persusuan nasional seharusnya sudah memasuki usia dewasa, baik dari segi produksi maupun teknologi.
Tapi, peternak rakyat sebagai motor persusuan nasional saat ini harus dipaksa pasrah dengan penerimaan harga jual susu dalam negeri yang semakin murah. Peternak rakyat masih terbebani biaya pokok produksi yang semakin meningkat. Biaya pakan pun melambung yang diiringi tingginya biaya obat-obatan. Ditambah serbuan susu impor yang jauh lebih murah dengan memajukan sebuah fenomena bernama pasar bebas.
Oleh sebab itu, peremajaan ternak sudah sangat berat dilakukan peternak rakyat. Sebab, harga beli sapi perah meningkat lebih dari 100% dibandingkan akhir 2007. Kondisi itu bertahan sepanjang tahun lalu hingga menuju masa suram pada awal 2009. Contohnya, di Boyolali, Jateng, saat ini untuk mendapatkan sapi dara kualitas baik, cukup dengan merogoh kocek Rp7,25 juta. Terpaut lumayan besar dibandingkan harga tahun lalu yang mencapai Rp9 juta.
Harga Turun
Harga itu dipicu semakin melemahnya nilai tawar peternak terhadap pengumpul susu atau Koperasi Unit Desa (KUD) susu. Harga di tingkat pengumpul susu segar kualitas baik pada tahun lalu sempat menyentuh Rp3.100 per liter. Namun kini menukik menuju Rp2.800 per liter. Ada kemungkinan akan turun kembali mendekati Rp2.500 per liter sampai Juli mendatang karena ada Pemilu dan masuknya tahun ajaran baru. Kecuali bila ada stimulus yang nyata dari pemerintah yang bekerjasama dengan swasta atau lembaga koperasi.
Kondisi tersebut membuat peternak masuk ke dalam kotak dan kubu masing-masing. Serta mencoba untuk dapat bertahan di tengah ancaman era pasar bebas.
Kondisi kebebasan pasar juga menggurita di dalam negeri. Industri Pengolahan Susu (IPS) dengan pongahnya mulai merambah ke akar rumput. Unit-unit penampungan air susu (cooling unit) disebar di seantero wilayah untuk menjaring susu segar dari peternak rakyat tanpa ada koordinasi dengan pihak lembaga yang memayungi peternak rakyat.
Akhirnya, peternak dengan sukacita karena iming-iming harga lebih tinggi berduyun-duyun masuk ke dalam genggaman sebuah usaha yang menyalahi etika perdagangan atau bisnis persusuan. Tentunya peran mental oknum-oknum yang terlibat di dalamnya cukup besar sehingga kondisi persusuan Indonesia menjadi semakin parah.
Saat harga susu impor kian lebih rendah, IPS perlahan-lahan mulai mengurangi penyerapan susu segar dari peternak lokal dengan dalih kualitas dan kuota susu. Akibatnya, peternak lokal kembali mengalami masa sulit. Gairah beternak sapi perah yang sempat timbul pada dua warsa lalu kembali menurun drastis.
Bermuara pada upaya peningkatan konsumsi protein per kapita dan pendapatan peternak, saatnya dilakukan upaya nyata. Tentu harus terarah dan terprogram. Upaya itu mesti dilakukan semua pihak terkait. Tujuannya, untuk meningkatkan produktivitas ternak. Oleh sebab itu, sumber daya manusia yang terkait dengan agribisnis sapi perah harus berperan dalam pelaksanaan manajemen usaha. Langkah konkret apa saja yang harus dilakukan? Simak edisi mendatang.
Eka Budhi Sulistyo, Pemerhati Persusuan Nasional