Senin, 27 April 2009

“Pahlawan” Baru di Bukit Menoreh

Siapa tak kenal cerita komik Api di Bukit Menoreh? Sekian tahun berlalu, tak disangka perbukitan yang menjadi latar cerita silat itu kini berubah jadi sentra usaha gurami.

Kalau dalam cerita Api di Bukit Menoreh, karya SH Mintardja, Agung Sedayu yang menjadi tokoh pahlawan.  Dalam kenyataan kini, guramilah yang berperan menjadi “pahlawan” masyarakat di sana. Ikan air tawar paling ekonomis ini membangkitkan roda ekonomi mereka.

Adalah Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Argomino yang menyulap lahan tandus di perbukitan itu menjadi sentra perikanan. Dusun Dengok, Desa Tanjungharjo, Nanggulan, Kulonprogo, Yogyakarta yang dulunya terkenal sebagai lahan tandus disulap Wagiran menjadi desa gurami.

Meskipun awalnya kurang yakin, akhirnya Suhardi, sesepuh desa tersebut mengizinkan pria anggota Pokdakan Trunojoyo di Desa Toyan, Wates, itu merintis usaha gurami bersama Pujo, Ketua LKMD setempat pada 2004. Setelah ujicoba selama satu setengah  tahun, ketiganya mantap mendirikan unit pembenihan rakyat (UPR) Argomino. Kini ekonomi gurami mampu meningkatkan taraf hidup anggota pokdakan berjumlah 32 orang.

Spesialis Lahan Marginal

Tidak semua daerah punya sumberdaya air yang ideal untuk budidaya ikan. Pedukuhan Dengok misalnya, sebagian daerahnya kering, tandus, ditambah lagi posisinya di atas saluran irigasi. Pedukuhan ini juga bertopografi miring hingga 40o. Tanah semacam ini harus diperlakukan khusus, bahaya longsor karena beban air dan kemiringan menjadi pertimbangan utama.

Hingga 2009, perputaran uang di Argomino sekitar Rp70 juta per bulan yang berasal dari gurami yang keluar dari kolam milik pribadi, kelompok, dan sentra. Kolam kelompok dan sentra yang sudah berproduksi seluas kurang lebih 3.000 m2 yang terdiri dari 59 petak. Rencana pengembangan sentra tahap kedua seluas 20.000 m2. Sedangkan kolam pribadi anggota seluas 6.700 m2 dengan  rencana pengembangan seluas 150 ribu m2.

“Argomino menghasilkan benih mulai ukuran kuku, silet, tiga jari, lima jari. Juga gurami konsumsi dari ukuran 6 ons per ekor,” jelas Suhardi. Kini, Dengok yang berjarak 20 km arah barat Yogyakarta, tiap bulan memproduksi 60.000 ekor benih. Benih dari bukit tandus itu menyebar ke Purworejo, Yogyakarta, Sleman, Bantul, hingga ke Cilacap, dan Tasikmalaya (Jabar).

Sukses dengan itu, Argomino membina sekitar 28 pokdakan spesialis lahan marginal dengan bantuan dinas setempat. “Kami membina pokdakan di Kec. Girimulyo, Kalibawang, Lendah, Pengasih, Sentolo, Temon, dan Wates,” jelas Suhardi. Tak lupa kedua pendiri Argomino pun menyebut peran Yohannes Widiyatmoko dari PT Suri Tani Pemuka sebagai pembina, selain Wagiran. Meskipun begitu, Argomino tidak lantas mewajibkan anggota dan binaannya menggunakan pakan buatan Grup Japfa itu.

Siasat Mengatur Air

Untuk meraih sukses berbudidaya gurami di bukit nan gersang ini tak ada pilihan lain kecuali menghemat air. Itulah sebabnya kolam-kolam di wilayah tersebut menggunakan terpal untuk mencegah kehilangan air akibat porositas. Kolam berada di kedalaman yang dibuat dengan menggali tanah. Sedangkan tanggul berada di permukaan yang terbuat dari batu merah, batako, bambu, atau limbah kayu.

Sejak 3,5 tahun lalu warga memanfaatkan pekarangan dan kebunnya sebagai tempat berbudidaya gurami. Tak berhenti di usaha pembenihan, mereka pun mampu menghasilkan gurami konsumsi. Awalnya, petani di dukuh memperoleh telur gurami dari Kutosari, Purwokerto. Sempat pula membeli telur dari Jambidan, Bantul, dan Beji, Purwokerto, tapi kata Suhardi dan Pujo, kualitasnya kalah dibandingkan telur dari Kutosari.

Selanjutnya, telur-telur tersebut itu ditetaskan dan larvanya dipelihara hingga seukuran kuku, jempol, silet, dan empat jari. Semua laku dijual. Kini, meskipun mereka masih mendatangkan telur dari Purwokerto, jumlahnya tidak sebanyak dulu karena sebagian besar petani sudah berhasil memijahkan gurami sendiri.

AM Riyanto (Kontributor Magelang)

Analisis Usaha Penetasan Telur Gurami (2 bulan)

1. Biaya :

-  Telur gurami              10.000 butir  x  Rp27    = Rp  270.000

-  Cacing sutera             15 liter  x  Rp9.000                               =  Rp 135.000

-  Pembuatan kolam semen (1 x 4 m)                                          =  Rp 900.000

    Penyusutan Rp900.000/5 tahun : 6 kali per tahun                    =  Rp   30.000

                                                                                                -------------------

                                                                        Jumlah              =  Rp  435.000

2. Pemasukan :

-  Penjualan benih (kematian 30%) 7.000 ekor x Rp150                =  Rp 1.050.000

 

3. Keuntungan

-  Pemasukan – Biaya                                                                 =  Rp  615.000

 

II. Analisis Usaha Gurami Ukuran 4 Jari (6 bulan)

1. Biaya : 

-  Benih gurami 350 ekor x Rp3.200                                            =   Rp 1.120.000

-  Pakan   207 kg x  Rp6.700                                                       =   Rp 1.386.900

-  Obat-obatan (garam, plankton katalis, probiotik)                     =   Rp      38.000

-  Penyusutan terpal + kolam (4 x 8 m)

   (Rp261.000 + Rp480.000)/4 kali                                              =    Rp   185.250

-  Pembelian air (32 m3 x Rp3.000)                                             =    Rp     96.000

                                                                        Jumlah              =    Rp2.826.150

2. Pemasukan :

-  Penjualan benih (kematian 20%)          332 ekor x Rp13.800      =   Rp4.581.600

 

3. Keuntungan

-  Pemasukan – Biaya                                                                =   Rp1.755.450

Sumber : Argomino (diolah)

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain