Untuk menggalakkan volume ekspor manggis, kemampuan petani dalam memproduksi buah eksotis ini perlu ditingkatkan.
Itulah yang dilakukan PT Agung Mustika Selaras (AMS), eksportir buah-buahan di Jakarta, dalam meningkatkan kualitas manggisnya. Perusahaan ini melempar manggis ke berbagai negara, di antaranya China dan Uni Eropa.
Menurut Iwan Wendy, pemilik AMS, pihaknya sudah menjalin kemitraan dengan 40 kelompok tani yang tersebar di 12 provinsi. Untuk lebih meningkatkan jalinan kemitraan, AMS memberikan bantuan berupa pupuk organik. “Hari ini kami berikan 8 ton pupuk organik kepada kelompok tani manggis di Leuwiliang, Bogor dan Nagrak, Sukabumi,” jelas Budi Waluyo, General Manager AMS di Bogor, Jabar, akhir Maret lalu.
Selain itu, juga dilakukan penandatanganan berita acara kerjasama dalam meningkatkan kualitas manggis antara kelompok tani yang berasal dari Pandeglang-Banten, Leuwiliang-Bogor, Nagrak-Sukabumi dengan AMS dan Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB. Turut hadir dalam acara tersebut, Winny Wibawan, Direktur Budidaya Buah-buahan, Ditjen Hortikultura.
Pendampingan
Dr. Sobir, Kepala PKBT-IPB mengatakan, dengan kerjasama ini diharapkan manggis yang dihasilkan petani akan lebih banyak lagi menembus pasar ekspor. “Peningkatan kualitas ini akan berdampak meningkatnya kesejahteraan petani manggis,” jelasnya.
Dalam kerjasama itu, AMS akan memberikan pendampingan ke kelompok tani dengan mengirimkan tenaga penyuluh atau fasilitator. Tenaga penyuluh ini lulusan Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA) yang sebelumnya mendapat pembekalan melalui pelatihan-pelatihan tentang perkebunan manggis. “Pelatihan-pelatihan ini dikerjasamakan dengan PKBT-IPB,” kata Budi.
Sementara itu Winny Wibawan berpendapat, pembinaan SDM fasilitator oleh AMS dan PKBT ini sangat baik. “Saya kira sangat bagus, apalagi ada kesepakatan Rp50 per kg antara AMS dengan petani mitranya untuk pengembangan kualitas mutu manggis. Mutu harus diperhatikan agar dapat tertelusuri asal-muasal manggis itu,” ucapnya.
Dalam rangka peningkatan mutu, pemerintah juga melakukan registrasi kebun khususnya yang produknya diekspor dan masuk ke pasar swalayan. Dinas pertanian kabupaten/kota dan provinsi terus melakukan pembinaan dan registrasi kebun dengan menerapkan Pengendalian Hama Terpadu (PHT), Standar Operasional Prosedur (SOP) serta Pencatatan (recording). “Saat ini ada 750 kebun yang sudah diregistrasi dengan jaminan produk bagus. Contohnya kebun manggis yang buahnya sudah diekspor ke China sebanyak 2.000 ton,” lanjut Winny.
Rahmat Priyatna, Ketua Kelompok Petani Manggis Nagrak, Sukabumi, mengatakan, pihaknya tengah mengupayakan cara mengelola tanaman manggis yang baik, dan juga mencari eksportir yang bagus. Dengan harapan, jika produksi bagus tahun depan, kelompoknya akan bergabung dengan AMS. “Saya siap membina petani manggis di Nagrak, Sukabumi dengan menyampaikan secara sederhana teknologi budidaya yang akan diterapkan agar hasil produksi petani kami dapat meningkat tahun depan,” jelas Rahmat.
Sementara itu, Mesah, yang mewakili Direktur Perdagangan Internasional, Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP), mengungkap, masih adanya persaingan tidak sehat di antara eksportir dalam membeli manggis dari petani. Hal ini, menurutnya, karena eksportir baru berharap meraup untung maksimal padahal risiko perdagangan ekspor sangat besar.
Eksportir yang hanya berharap untung besar sesaat itu, lanjut Mesah, akan merugikan petani karena transaksinya tidak berkelanjutan. Ia berharap, “Petani jeli melihat ini. Jangan hanya melihat harga yang tinggi saja, tapi tetap harus menjalin kemitraan dengan eksportir yang melakukan pembinaan,” tandasnya.
Yan Suhendar