Senin, 30 Maret 2009

Selepas Timah Panen Padi di Kolong

Selama rumput bisa tumbuh, tanaman lain pun pasti bisa hidup. Itulah yang terjadi pada lubang galian timah yang berhasil diubah menjadi sawah. Memang tak mudah, tapi bisa.

Di Pulau Bangka terdapat sekitar 200 ribu hektar (ha) lahan eks pertambangan yang menjadi lahan kritis. Jutaan kubik tanah dibongkar demi mendapatkan timah yang menyisakan lubang galian di mana-mana. Lubang bekas galian atau kolong dalam bahasa setempat, tentu saja tidak produktif lantaran lapisan tanah yang subur (top soil) terbongkar habis bersamaan penggalian.

Adalah Djohan Riduan Hasan, penggagas sekaligus motivator Bangka Goes Green (BGG). Salah satu bentuk kegiatan tanggung jawab sosial (CSR) PT Bangka Belitung Timah Sejahtera, yang merupakan konsorsium tujuh perusahaan peleburan timah ini, berhasil mengubah kolong menjadi sawah produktif. Di tangan sang kakak, Megah Hasan, yang pengaalaman bertani di Negeri Matahari Terbit, padi IR64 dapat dipanen dari sawah bekas kolong ini.

Panen Setiap Minggu

Bertanam padi di kolong merujuk konsep pertanian terintegrasi yang memanfaatkan sumberdaya alam secara maksimal. Pupuk kimia mahal, ditambah lokasi wilayah ini yang jauh terpisah dari Pulau Sumatera, menambah kian melangitnya harga gizi tanaman ini. Pupuk organik adalah solusi mudah sekaligus murah. Karena itu di Kampung Jeruk, Kec. Pangkalan Baru, Bangka Tengah, dikandangkan belasan ekor sapi untuk dimanfaatkan kotorannya sebagai pupuk di sawah kolong ini.

“Padi baru kita coba tanam dengan treatment yang berbeda-beda untuk mencari hasil yang paling baik,” ujar Djohan. Perbedaan itu dalam hal besaran dosis pupuk yang seluruhnya organik.

Kalau 30 ha lahan galian timah ini bisa ditanami seluruhnya, Djohan berharap dapat panen setiap minggu. Harapan lainnya, orang tergerak untuk mencobanya sehingga lahan-lahan kritis di Bangka dengan cepat kembali produktif.

Tidak mudah memang menyulap kolong yang berantakan menjadi sawah siap tanam. Pasalnya, alat macam cangkul tak bisa digunakan untuk mengatasinya. Ekskavator harus turun tangan meratakan tanah dan meninggikan pematang sesuai jalur irigasi yang dibuat secara seri. Bentuk kolong tidak diubah. Sejumlah kolong dipertahankan sebagai tempat penampungan air.

Sawah Organik

Bertanam padi di sawah kolong tak berbeda dengan sawah biasa. Setelah sawah kolong tercetak, kemudian disuburkan dengan pupuk organik sebanyak 3—4 ton per ha. Setelah itu tanah dibajak lantas diberi airi. Selanjutnya, sawah diairi beberapa kali karena umumnya sawah baru bersifat sarang (porous). “Kita diamkan sampai bisa menyimpan air, prosesnya bisa 2—3 hari,” jelas Louis W. Lokollo, manajer lapangan sawah. Selanjutnya, benih yang sudah disemai ditanam sebanyak 4—5 batang.

Pengelolaan padi sawah kolong kemudian berjalan seperti padi di sawah. Di antaranya, pergantian air, pemupukan susulan, penyiangan, dan pengendalian hama. Bedanya, air sawah kolong bukan berasal dari irigasi tapi dari kolong yang berfungsi sebagai penampungan air dan pupuk susulannya berupa fermentasi kotoran sapi cair. Pengelola sawah ini berusaha menghindari penggunaan urea dan pestisida kimia. 

Dari 60% kolong yang telah dicetak menjadi sawah, sebagian telah memasuki tanam kedua dengan hasil berkisar 3—4 ton per ha. “Sementara ini (hasil panen) belum dijual tapi masih untuk konsumsi sendiri,” ujar Louise. Perbaikan memang harus terus dilakukan, misalnya warna gabah yang masih kehitaman, sebelum bisa masuk pasar dan bisa bersaing dengan beras lain.

Enny Purbani T.

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain