Permintaan terhadap salak pondoh Sleman dari pasar China terus meningkat dalam tiga bulan terakhir. Volumenya sekarang mencapai 8 ton per hari.
Bagi petani, terbukanya peluang ekspor buah berjuluk snake fruit alias buah sisik naga tersebut adalah berkah lantaran panenan mereka terbeli dengan harga tinggi, yakni Rp5.750 per kg (Februari 2009, Red). Bahkan aktivitas ekspor ini mendongkrak harga salak pondoh di pasar lokal. Biasanya saat panen raya, harga bisa anjlok sampai Rp1.500 per kg. Namun panen raya Desember-Januari tahun lalu, harga salak sisa ekspor saja bermain pada rentang Rp2.000—Rp3.250.
Harga seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya. Dengan membuka keran ekspor, praktis memotong banyak rantai distribusi. Akhirnya harga di tingkat petani menjadi naik, sementara harga di tangan konsumen lebih kompetitif.
Petani Senang
Adalah petani binaan SAS Indomerapi dan PT Agung Mustika Selaras, Sleman, Yogyakarta yang telah melakukannya. Mereka tergabung dalam Asosiasi Petani dan Pedagang Salak Indomerapi (APPSI). Sampai awal Februari 2009, mereka telah lebih dari 50 kali melakukan pengiriman ke China.
Surya Agung, mewakili SAS menyatakan, langkah ekspor ini bertujuan mewujudkan kembali kejayaan salak pondoh. “Saya yakin salak akan menjadi produk unggulan Indonesia, “ terangnya. SAS Indomerapi secara intensif terus membina lebih dari 40 kelompok tani (KT). Antara lain, KT Si Cantik, Kembang Mulyo, Sido Rukun, Sari Madu, Muda Jaya, Ngudi Cukup, dan Sri Manunggal.
Untuk memenuhi kualitas ekspor, petani APPSI membudidayakan tanaman secara organik. Hanya buah salak dengan kualitas B (isi 15—18 buah per kg) yang dikirim ke China. Sedangkan salak kelas A (15 buah per kg) sengaja disiapkan untuk memasok peritel modern di pasar lokal. Hal ini dilakukan karena, menurut Surya Agung, petani belum mampu menyediakan kualitas A dalam jumlah besar. Sehingga jika dipaksakan, petani akan kewalahan, padahal permintaan ekspor lebih besar.
Menyiasati itu, petani pun menerapkan pola tanam bergilir. Di samping itu, pembinaan dan pelatihan terus dilakukan agar hasil produksi memenuhi standar kualitas yang diinginkan. Mengantisipasi lonjakan permintaan ekspor, SAS juga berkoordinasi dan menggandeng petani daerah lain, seperti di Kabupaten Magelang yang berada di lereng Gunung Merapi.
Kegembiraan diungkapkan Sari Siswanto, Ketua Kelompok Tani Kembang Mulyo. Menurutnya, aktivitas ekspor ke Ngeri Tirai Bambu tersebut membawa dampak positif bagi petani. “Anggota kelompok tani Kembang Mulyo kini lebih teliti lagi dalam merawat kebun, walaupun lebih sulit. Tapi hasilnya ternyata cukup lumayan karena harganya jadi menarik, ” paparnya.
Upaya Menuju Ekspor
Kesepakatan ekspor diawali kunjungan kerja menteri pertanian Republik Rakyat China pertengahan November silam. Duta Besar China untuk Indonesia, Lan Lijun, dalam acara tersebut mengungkapkan, negaranya merupakan peluang emas bagi eksportir Indonesia. Menurutnya, China bukan hanya tumbuh sebagai kekuatan industri di Asia, tetapi juga merupakan konsumen yang besar karena didukung jumlah penduduk lebih dari 1,3 miliar jiwa.
“Indonesia perlu mengoptimalkan ekspor buah-buahan ke China karena di negara kami ada beberapa buah yang disukai, namun persediaannya masih terbatas. Salah satunya adalah salak, buah yang enak tersebut langka di pasaran China sehingga ini bisa menjadi peluang bagi pengusaha salak di Indonesia untuk memasarkannya ke China,” kata Lan.
Ke depan SAS dan APPSI berencana membuka pasar internasional lain, seperti Uni Emirat Arab, Singapura, Hongkong, dan Taiwan. Salak pondoh diakui mudah diterima pasar global karena keeksotikannya. Selain itu salak pondoh juga merupakan salah satu buah tropis asli Indonesia.
Ari Erta Kumala Hidayati, Kontributor