Senin, 16 Pebruari 2009

Kemitraan ala Pabrik Pakan

Menggandeng petani menjadi salah satu jalan untuk mengamankan pasokan bahan baku bagi pabrik pakan.

Setiap bulan pabrik pakan unggas membutuhkan sekitar 350 ribu ton. Sifat kebutuhan pabrik relatif merata sepanjang tahun, sementara pasokan dari petani berfluktuasi mengikuti musim panen. Kadang pasokan melimpah, kala lain seret. Karena itu kalangan pabrikan berupaya membuat stok dan mengamankannya dengan merangkul petani dalam payung kemitraan.

Salah satu pabrikan yang membangun kemitraan adalah Sierad Produce Tbk., produsen pakan unggas di Lampung, melalui anak perusahaannya, PT Transpasifik Niagareksa (TPN). Menurut A. Deden Anugrah M., General Manager TPN, kemitraan ini bertujuan memberdayakan dan meningkatkan pendapatan petani serta menjamin pasokan jagung bagi perusahaan.

“Kita ingin dengan menanam jagung, kesejahteran petani meningkat karena selama ini petani sangat tergantung dengan pedagang pengumpul. Bahkan di Lampung ini, banyak petani menjual jagung yang masih di kebun berdasarkan luas areal tanaman, bukan berapa ton panennya. Harganya ditentukan oleh pedagang pengumpul. Ini ‘kan jelas sangat merugikan petani,” ungkapnya kepada AGRINA di lokasi pabrik TPN, Tanjung Bintang, Lampung Selatan.

Sejak musim tanam jagung September 2008, TPN mengawali kemitraan penanaman jagung di Lampung. Tahap pertama kemitraan ini diikuti 391 petani yang tergabung dalam lima gabungan kelompok tani (gapoktan) di dua kabupaten, Lampung Selatan dan Lampung Timur. Para petani tersebut rata-rata mengupayakan 1—2 ha per orang. Total luas tanam 469 ha. Pekan kedua Februari 2009, sekitar 50% dari luas areal tersebut sudah panen dengan produksi rata-rata 6—7 ton per ha.

Untuk tahap awal, ujar Deden, pihaknya ingin mengubah kultur petani, baik dalam teknologi budidaya maupun pemasaran. Pasalnya, sejauh ini petani kurang memperhatikan jarak dan sistem lubang tanaman. Petani membuat lubang tanam sejajar, seharusnya zig zag agar menghemat pemakaian pupuk. Demikian pula jarak antartanaman yang kurang beraturan. Untuk membimbing petani TPN menerjunkan lima orang tenaga penyuluh lapangan.

Sistem Kemitraan

Dalam pelaksanaannya, TPN memberi paket per hektar berupa benih 15 kg varietas P-21 dan NK-22, herbisida Gramoxon 5 liter, serta dana pembelian pupuk sebesar Rp260 ribu. Dana program kemitraan ini 100% berasal dari perusahaan.

Sebagai pengembaliannya, petani membayar dari penjualan jagung ke TPN. Untuk satu truk (6 ton jagung) dipotong Rp2 juta. TPN langsung membayar tunai hasil penjualan jagung tersebut.

Pemotongan itu tidak semuanya masuk ke TPN karena yang diterima hanya Rp1,555 juta. Sisanya masuk kas gapoktan sebagai cadangan untuk membayar dana TPN jika ada anggota yang gagal panen. Sehingga petani tidak mengalami kerugian sendiri melainkan anggota gapoktan menanggung renteng secara berkelompok. 

Harga menjadi salah satu faktor penting dalam kemitraan apa pun. Di sini harga mengacu harga pasar setelah panen. “Kesepakatannya memang tidak ditentukan di awal karena jika harga naik ‘kan merugikan petani, demikian pula sebaliknya. Saat ini (12/2) harga pembelian jagung oleh TPN  Rp1.900/kg (basis) yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga pasar,” ujar Deden. Di Tanjung Bintang, harga jagung jatuh pada kisaran Rp1.600—Rp1.700 per kg. “Sebenarnya harga jagung saat ini cukup stabil. Turunnya harga minyak dunia hingga tinggal separuhnya tidak begitu berpengaruh terhadap harga jagung,” jelasnya.

Deden mengungkap, untuk menstabilkan harga jagung pernah ada wacana dari Dinas Pertanian Lampung dengan mematok harga seperti yang dilakukan Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad. Namun hal itu sulit dilakukan di Lampung karena pemda setempat tidak memiliki alokasi anggaran untuk menampung jagung petani jika harga pasar di bawah harga patokan.

Mengenai mutu jagung, Deden mengatakan, mengingat petani tidak memiliki oven pengering sementara cuaca musim hujan, TPN menoleransi kadar air jagung yang ddditerimanya antara 30%—40%. Jika kadar airnya lebih dari itu, terpaksa ditolak. Namun TPN akan mencoba membantu menjualkan ke pabrik lain tanpa mengambil keuntungan dari transaksi itu.Ketika AGRINA di sana, ada satu truk jagung dari petani kemitraan terpaksa yang ditolak lantaran kadar airnya melebihi batas ketentuan. Dan juga sebagian butir jagungnya sudah tumbuh akar.

Masih Ada Kendala

Deden mengakui, ada sejumlah kendala yang dihadapi TPN dalam menjalin kemitraan ini, antara lain, petani jagung masih sulit mengadopsi teknologi budidaya. Termasuk soal umur tanaman. Seringkali petani memanen pada saat umur jagung belum sampai 115—120 hari. “Mungkin karena terdesak kebutuhan uang untuk biaya hidup sehari-hari, maka petani melakukan panen lebih awal sehingga kadar air jagungnya masih tinggi,” duganya.

Selain itu, ketiadaan mesin pipil menjadi penyebab gapoktan menjual ke pedagang pengumpul yang memiliki mesin pipil. Untuk itu dalam pengembangan ke depan, TPN berjanji akan membantu gapoktan dengan mesin pipil jagung.

Untuk mempercepat adopsi teknologi budidaya oleh petani, TPN membuka demplot di Katibung, Lampung Selatan. Diperkirakan sebulan lagi demplot seluas setengah hektar itu bakal panen dan diperkirakan hasilnya mencapai 5 ton, yang merupakan panen tertinggi di daerah tersebut selama ini.

TPN menyadari kesulitan petani mitranya dalam mendapatkan pupuk. Karena itu TPN menganjurkan petani untuk tidak hanya mengandalkan urea tapi juga menambahnya dengan pupuk organik. Bahkan sewaktu jagung ditanam, di atasnya ditutup dengan kompos. Kemudian di antara tanaman jagung baru ditabur Urea. Pada musim tanam lalu, justru tanaman jagung yang dipupuk dengan pupuk kompos lebih subur dibandingkan jagung yang hanya dipupuk Urea.

Kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi itu menyebabkan sebagian petani dipasok pupuk nonsubsidi oleh pedagang dan dibayar dengan jagung hasil panen yang harganya ditentukan sepihak oleh pedagang. Mengatasi hal ini, TPN berencana mengumpulkan pedagang pengumpul yang memasok jagung ke pabriknya untuk diberi penjelasan agar mengambil untung sewajarnya.   

Untuk musim tanam berikutnya, TPN menargetkan 1.000 ha lahan yang tersebar di Lampung Selatan, Lampung Timur, dan Lampung Tengah. “Sejumlah gapoktan sudah datang menyatakan kesediaan untuk diikutsertakan dalam program kemitraan jagung,” beber Deden.

Sedangkan mengenai pendanaan, TPN sudah menjajaki kerjasama dengan Bank BRI dan BNI. TPN menargetkan menampung 40.000 ton jagung selama musim panen jagung yang berlangsung hingga April mendatang. Target tersebut jauh di atas pasokan jagung dari program kemitraan yang diperkirakan hanya mencapai 3.000 ton.

Syafnijal D. Sinaro (Kontributor Lampung)

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain