Selama ini bisnis sapi potong yang paling menguntungkan hanyalah penggemukan, tapi semakin meningkatnya usaha penggemukan, pembibitan pun semakin dilirik.
Di Yogyakarta, usaha pembibitan sudah menjadi semakin tersegmentasi. Bukan hanya menghasilkan pedet (anakan sapi), tapi juga muncul kelompok-kelompok peternak yang menggeluti bisnis pembuntingan sapi. Salah satu kelompok peternak yang mengusahakan bisnis pembuntingan sekaligus anakan adalah Kelompok Peternak Gotong Royong di Kalasan, Sleman, Yogyakarta.
Tri Jatmika, Ketua Kelompok Peternak Gotong Royong, mengatakan, munculnya usaha ini dipicu oleh harga sapi yang stabil tinggi beberapa tahun belakangan. Gairah usaha peternakan sapi potong rakyat ditandai dengan meningkatnya kebutuhan pedet, bakalan, dan sapi betina.
“Ternyata peternak saat ini cenderung membeli sapi bunting agar segera mendapatkan anakan. Mafhum saja, pedet umur empat bulan sekarang dapat dijual hingga Rp5 juta—Rp6 juta per ekor,” jelas Tri. Ia menambahkan, harga sapi dara yang berkisar Rp23.000—Rp26.000 per kg bobot hidup, dalam empat bulan bisa menjadi Rp28.000—Rp32.000 per kg hidup jika bunting.
Menekan Biaya Pakan
Untuk mendapatkan pedet, peternak butuh waktu 9 bulan. Belum lagi untuk mendapatkan kebuntingan, saat ini semakin lama. Induk sapi mesti dikawinkan 3—4 kali melalui inseminasi buatan (IB), artinya butuh waktu 2—3 bulan menunggu kepastian kebuntingan. Setelah itu masih menunggu 3—4 bulan lagi hingga pedet lepas sapih. “Muncullah segmen baru usaha pembibitan, yaitu bisnis pembuntingan. Jika, tidak dibuat segmentasi, usaha perbibitan menjadi semakin tidak ekonomis dari segi waktu dan pakan,” papar Tri.
Achmad Kasiyani, pengarah kelompok peternak tersebut, mengatakan, peternak membeli induk bunting 3 bulan untuk dipelihara dan menghasilkan anakan. Hitungannya, setelah enam bulan, induk akan melahirkan, tiga bulan menyusui, dan tiga bulan kemudian bunting kembali. “Pedet umur 6 bulan sudah laku dijual Rp7,5 juta,” terang mantan Kepala Dinas Pertanian DIY ini.
Dengan model seperti itu, peternak tidak perlu keluar biaya banyak untuk membeli pakan. Tiap hari ia cukup memberikan rumput atau jerami fermentasi 10% dari bobot badan dan 2 kg konsentrat. Bila harga rumput Rp150 per kg dengan kebutuhan 30 kg per hari, dan harga konsentrat Rp1.500 per kg, biaya pakan satu ekor Rp7.500 per hari.
Bahkan jika hanya menggunakan jerami, harga pakan bisa lebih ditekan hanya Rp5.000 per ekor per hari. Dibandingkan biaya penggemukan yang mencapai Rp20.000 per ekor per hari untuk mendapatkan pertambahan bobot 1,5 kg per hari, biaya pembibitan jelas lebih terjangkau peternak.
Jatmika menggambarkan analisis usaha pembuntingan. Biaya pembelian induk atau dara berbobot 270 kg dengan harga Rp26.000 per kg hidup, yaitu sekitar Rp7 juta. Ternak ini dipelihara selama 5 bulan. Sebulan pertama merupakan peningkatan performa reproduksi dengan pemberian pakan yang baik sekaligus kawin pertama. Sebulan kedua adalah kawin kedua jika ternyata kawin pertama gagal bunting.
Tiga bulan berikutnya fase kebuntingan. Peningkatan bobot badan per hari 0,8 kg sehingga dalam 5 bulan bobot akhirnya 390 kg. Hitung punya hitung, peternak dapat membukukan laba Rp2,715 juta selama 5 bulan per ekor atau sekitar Rp543 ribu sebulan.
Jatmika menjelaskan, keuntungan tersebut asumsi terendah karena rata-rata ternak terjual di atas Rp12 juta per ekor. Apalagi jika induk tersebut F1 hasil perkawinan sapi lokal (Peranakan Ongole-PO) dengan Simmental atau Limousin, anaknya (F2) akan mempunyai pertumbuhan lebih cepat. Harga pasaran pedet F1 dan F2 pada umur yang sama bisa terpaut hingga Rp1,5 juta.
Faiz Faza (Yogyakarta)
Analisis Sederhana Usaha Pembibitan Seekor Sapi Selama Lima Bulan Biaya - Pembelian induk 270 kg x Rp26.000 per kg Rp7.000.000 - Pakan Rp1.125.000 - Inseminasi dua kali Rp 80.000 Pendapatan - Pertambahan bobot 0,8 kg per hari x 150 hari = 390 kg x Rp28.000 Rp10.920.000 Rp10.920.000 – Rp8.205.000 = Rp2.175.000 (5 bulan) atau Rp543.000
Sumber: Tri Jatmika, 2009