Penggunaan keramba jaring apung berlapis memberikan tambahan produksi berupa 175 kg ikan nila dan mengurangi cemaran bahan organik.
Budidaya ikan berkelanjutan (aquaculture sustainable development) penting dikembangkan agar lingkungan budidaya, termasuk danau, dapat digunakan dalam kurun waktu yang panjang. Kejadian over turn (naiknya air lapisan bawah ke permukaan) yang menimpa budidaya ikan mas keramba jaring apung (KJA) di Danau Maninjau, Sumbar, 2 Januari 2009 lalu telah membuka mata masyarakat betapa pentingnya pengelolaan lingkungan.
Jika hal itu diabaikan, kerugian yang ditanggung pembudidaya ikan tidaklah kecil. Menurut rilis Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), pembudidaya menanggung kerugian sedikitnya Rp150 miliar akibat matinya 11.000 ton ikan.
Terdapat sejumlah cara untuk menghindari over turn dan memperpanjang umur danau. Di antaranya, pemberian pakan sesuai dosis, pengaturan jumlah KJA, penggunaan KJA berlapis, dan pelepasan ikan-ikan herbivora ke perairan umum (danau). Untuk mengurangi beban danau, sebagian aktivitas budidaya, misalnya pembenihan, dilakukan di luar badan danau. Agar menghemat biaya transportasi, biasanya dilaksanakan di sekitar danau.
Cegah Kematian Massal
Menurut Tri Heryanto, Direktur Kesehatan Lingkungan, Ditjen Perikanan Budidaya, DKP, over turn terjadi akibat udara dingin di sekitar permukaan danau. Hal ini menyebabkan berat jenis air menjadi berat. Jika kemudian angin bertiup cukup kencang, air permukaan akan teraduk ke dasar dan sebaliknya. “Setelah itu tentu saja menyebabkan limbah organik, limbah rumah tangga, dan limbah-limbah lain akibat aktivitas manusia yang ada di sana terangkat ke permukaan tempat ikan mas dibudidayakan,” jelas Toto, begitu ia biasa disapa.
Over turn besar pertama kali di Danau Maninjau terjadi pada 1997. “Kejadian serupa sudah terjadi, namun KJA-nya masih sedikit sehingga dampaknya tidak sebanyak sekarang,” lanjut Toto. Pihaknya terus berupaya mencari solusi dari masalah tersebut secara permanen. Artinya, nanti suatu saat kalau ada kejadian serupa tidak akan menimbulkan kematian massal seperti itu. Jadi, “Tetap ada tapi tidak massal,” katanya lagi.
Masih menurut Toto, kematian ikan disebabkan oleh kekurangan oksigen. Jadi, selama dialiri oksigen, ikan-ikan tersebut tidak akan mati. “Nanti akan kita coba KJA yang diberi aerasi. Aerasi ini tentu saja tidak terus menerus, tapi hanya pada waktu-waktu kritis saja, seperti bulan November hingga Januari,” jelasnya. Selain itu, ia juga menyarankan petani KJA di Maninjau untuk menggunakan jaring berlapis agar dapat mengurangi semakin bertumpuknya limbah organik yang berasal dari pakan.
Dari KJA Konvensional
Konstruksi KJA berlapis terdiri dari dua lapis jaring, yakni lapisan dalam yang biasanya digunakan untuk memelihara ikan mas, dan lapisan luar untuk nila. Dengan sistem pemeliharaan di KJA ini, petani ikan hanya memberi pakan pada ikan mas yang berada di jaring bagian dalam, sedangkan nila yang dipelihara dalam jaring bagian luar memanfaatkan pakan yang tidak dimakan oleh ikan mas.
Selain mengurangi cemaran bahan organik asal pakan, sistem jaring berlapis ini juga bisa menghasilkan pendapatan tambahan dari produksi ikan nila. Sistem ini sudah banyak diterapkan petani ikan di Jatiluhur, Cirata, dan Saguling. Sejak 2002, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sudah mengintroduksi sistem ini di Maninjau, meskipun penggunaannya belum sebanyak di ketiga waduk tersebut.
Penerapan KJA berlapis di Maninjau terbukti berhasil. Nilai keberhasilannya bergantung pada jumlah dan ukuran ikan yang dipelihara. Konstruksi KJA ini juga relatif sederhana dan tidak mengalami perubahan besar dari konstruksi KJA konvensional.
Untuk memodifikasi menjadi KJA berlapis, hanya dibutuhkan tambahan jaring lapisan luar, pemberat, dan tambang. Untuk KJA ukuran 12,5 m x 6 m x 5 m, cukup ditambahkan kurang lebih 40 kg jaring. Namun, tak sembarang lokasi bisa ditempati KJA berlapis. Syaratnya antara lain, kedalaman air minimal 8 m dan pertukaran airnya lancar.
Enny Purbani T.
Tabel. Hasil Introduksi KJA Berlapis Introduksi Tahap I (2002) Tahap II (2003) Ikan Mas 75 kg (20 ekor/kg) 200 kg (20 ekor/kg) Ikan Nila 40 kg (20 ekor/kg) 50 kg (20 ekor/kg) Hasil Panen : - Ikan Mas 293 kg 1.030 kg - Ikan Nila 175 kg 150 kg Lama Pemeliharaan 3 bulan 2,7 bulan Total Pakan 400 kg 1.550 kg FCR Ikan Mas 2,43 (41%) 1,87 (53,54%) FCR Total 1,34 (74,75%) 1,67 (60%) Sumber : Puslit Limnologi LIPI