Antusiasme petani Lampung mengembangkan cabai membuat produsen benih cabai kewalahan memenuhi permintaan mereka. Alhasil, harga pun terkerek.
Hal itu terungkap dalam pertemuan direksi PT East West Seed Indonesia (EWSI), perusahaan benih hortikultura berbasis di Purwakarta, Jabar, dengan anggota Paguyuban Petani Pedagang Sayuran (P3S) Panah Merah se-Lampung di Metro, Lampung, tahun silam. Pada pertemuan tersebut, sejumlah anggota perwakilan P3S berharap agar diberi kemudahan mendapatkan benih cabai keluaran EWSI yang berlabel Panah Merah itu saat musim tanam. Sebab selama ini mereka kesulitan mendapatkan benih sehingga harganya di tingkat petani melonjak mencapai Rp150 ribu per kantong. "Karena stok di distributor kosong, kami terpaksa mendapatkannya dari luar Lampung," ungkap Firhat Fauzi, Ketua P3S Panah Merah Lampung.
Seretnya pasokan benih cabai di wilayah tersebut tak lepas dari luasan tanam. Eko Hardoyo, Manajer Regional EWSI Cabang Lampung mengungkap, pada tiga bulan terakhir ini (November dan Desember 2008 serta Januari 2009) luas tanam mencapai 850 hektar (ha). Jadi, kebutuhan benih cabai memang cukup besar. Apalagi, areal cabai milik P3S Panah Merah ini mencapai 30%—50% dari luas areal tanam di Lampung.
Tingkatkan Produksi
Sementara itu, Afrizal Gindow, Direktur Pemasaran EWSI mengakui, ketersediaan cabai panah merah sangat terbatas, bahkan kerap kosong di pasaran. Hal itu terjadi karena kebutuhan melebihi produksi. Namun, ia berjanji pada 2009 ini pihaknya akan meningkatkan produksi sampai 10% untuk mengatasi kekurangan benih yang hampir mencapai 30%. "Ini merupakan PR besar kami dan tahun 2009 petani tak akan kesulitan lagi mendapatkan benih," janjinya.
Glenn Pardede, Wakil Direktur Penjualan dan Pemasaran EWSI, menambahkan, dari 117 varietas benih yang diproduksi, permintaan benih tomat dan cabai di sentra-sentra sayuran memang cukup tinggi, baik untuk kawasan dataran tinggi maupun rendah. "Dominasi kami masih untuk kawasan dataran tinggi," cetusnya.
Glenn pun mengakui, permintaan benih cukup tinggi, sementara EWSI hanya mengandalkan satu lokasi untuk memproduksi benih. Apalagi menanam benih di Indonesia tak semudah seperti selama ini karena serangan virus tidak terkendali terutama virus kuning. “Kalau dulu hasilnya bisa mencapai 100%, tapi sekarang dari total produksi hanya 35% yang menjadi benih berkualitas," ujarnya.
Butuh Kemitraan
P3S Panah Merah Lampung juga meminta produsen benih ini menjembatani kemitraan dengan beberapa perusahaan makanan di Indonesia. Langkah tersebut untuk menghindari anjloknya harga saat panen karena selama ini petani hanya mengandalkan pasar bebas. Selain itu informasi lokasi tanam juga dirasakan masih kurang. Padahal informasi semacam ini sangat penting bagi petani agar pola tanam untuk satu komoditas tidak bersamaan dan waktu tanam di Lampung tidak berbenturan dengan provinsi lain.
Afrizal menyambut baik keinginan P3S tersebut. Bahkan, kini pihaknya sudah menjajaki beberapa perusahaan makanan, seperti Indofood dan Wingsfood, untuk menampung hasil sayuran dari petani. Tapi, ada sedikit kekhawatiran petani sulit memegang komitmen. "Biasanya ketika harga tinggi, petani jual ke tempat lain, tapi jika jatuh baru menjerit," katanya.
Soal jadwal tanam, Heru Cahyadi, Manajer Area Sumatera, menjelaskan, selama ini secara bertahap sudah mulai diinformasikan kepada petani. Oleh karena itu, keluhan petani soal harga sayuran yang anjlok mulai berkurang. Ke depan dia berjanji akan lebih efektif lagi mencari informasi jadwal tanam sayuran di provinsi lainnya.
Syafnijal D. Sinaro (Kontributor Lampung)