Usaha peternakan bebek peking mulai banyak dilirik, tapi sayang, peminatnya tersandung kelangkaan bibit.
Sampai tahun lalu, pasar nasional bebek peking mencapai 50.000 ekor per bulan dan sekitar 80%-nya terserap di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Bisnis bebek pedaging ini, menurut Robin Tungka, salah satu pelaku bisnis di Jakarta, berkembang cukup signifikan dalam tiga tahun terakhir.
Didi Sunardi, General Manager PT Charoen Pokphand Jaya Farm (CPJF), penyedia bibit bebek peking di Jakarta, mengatakan, perkembangan itu terjadi karena memelihara bebek peking memang lebih menguntungkan dibandingkan bebek jenis lainnya. Misalnya, bibit dihargai Rp12.500, biaya pakan Rp25.000—Rp30.000, dan biaya pemeliharaan Rp10.000 per ekor, maka jumlah modal usaha pembesaran per ekor sekitar Rp50.000.
Bila harga jual bebek peking masih berkisar Rp70.000—Rp80.000 per ekor (bobot 2,5 kg), maka dihitung-hitung pendapatan peternak bisa mencapai Rp2 juta—Rp3 juta dari hasil pemeliharaan 100 ekor selama dua bulan. “Pertumbuhan bebek peking memang tergolong sangat cepat, dalam umur pemeliharaan 50 hari sudah mencapai bobot rata-rata 3 kg, sesuai dengan pola makan bebek tersebut,” jelas Didi.
Produksi Terbatas
Perkembangan pasar tersebut menarik banyak peminat usaha baru yang menginginkan bibitnya untuk dibesarkan. Namun sampai sekarang, jumlah pemasok bibitnya tak genap lima jari sehingga para peminat tersebut kesulitan memperoleh bibit.
Ary Darmawan misalnya, peminat bebek peking di Bogor. Ia merasakan kekurangan informasi untuk mendapatkan bibit bebek umur sehari (day-old duck-DOD). Padahal ia sangat ingin mengembangkan usaha ini karena tergiur prospek bisnisnya yang menggiurkan. “Jika ada perusahaan besar yang memiliki DOD peking dapat menjalin kemitraan, saya siap menjadi plasma,” ujarnya dalam suatu mailing list.
Sedangkan Fauzul Azim di Serang, Banten, yang belum lama menjadi peternak bebek peking berkomentar, “Usaha bebek peking emang top banget.” Ia sudah mencoba dari penetasan sampai pembesaran. Dalam waktu 45 hari, DOD menjadi bebek berbobot 2 kg, dan 30 hari kemudian siap jual dengan bobot 3 kg. Sementara dalam hal penetasan, dari 500 butir yang ditetaskan, 150 butir tidak menetas.
Sementara itu, Santoso Djaluwahono, pembibit bebek peking di Depok, Jabar, mengakui produksi DOD memang masih sangat terbatas. Dari bebek peking induk yang dimilikinya sekitar 400 induk, baru 100 ekor yang berproduksi.
Produksi DOD dari CPJF, ujar Didi, sampai sekarang baru sekitar 10.000 ekor per minggu. Skala produksi ini belum maksimal lantaran pihak manajemen masih mempertimbangkan beberapa hal. “CPJF juga belum siap untuk membangun sistem mitra dalam pengembangan bebek peking ini (jual putus, Red.). Jadi, peternak yang menggunakan bibit kami, harus menjual sendiri setelah besar,” ucapnya melalui telepon.
Cecep Sastrawiludin, Staf Pemasaran DOD CPJF, menambahkan, permintaan yang masuk memang cukup banyak tetapi skalanya 100—200 ekor saja per peminat. Harga jual DOD Rp12.500 per ekor. Permintaan ini masih didominasi peternak dari Jabodetabek, disusul peternak asal Serang, Cikampek, dan Purwakarta. “Kecilnya skala permintaan itu karena peminat usaha bebek peking kebanyakan masih dalam tahap uji coba dulu. Baru nanti pembelian yang selanjutnya volume akan lebih banyak,” jelasnya.
Yan Suhendar, Selamet Riyanto