Media massa dan buku tentang peternakan kelinci acapkali menyajikan ulasan yang menggiurkan tentang bisnis budidaya kelinci. Hati-hati, jangan sampai Anda terjebak.
Produktivitas kelinci digambarkan begitu luar biasa disertai harga pasaran yang stabil dan terus membaik membuat orang terperangah. Contoh, induk kelinci ras New Zealand umur 5 bulan seharga Rp150 ribu. Beranak setiap bulan 6 ekor dengan harga anakan umur sebulan Rp15.000 per ekor. Jadi, asumsinya, bila peternak memelihara 10 ekor induk produktif, ia akan meraup Rp900 ribu per bulan. Dahsyat!
Ada yang lebih dahsyat lagi. Seekor induk betina ras Rex impor seharga Rp500 ribu. Beranak 6 ekor tiap bulan dengan harga jual anakannya Rp150 ribu per ekor sehingga per induk menghasilkan Rp900 ribu. Kalau memiliki 5 ekor induk saja berarti setiap bulan peternak mampu menghasilkan Rp4,5 juta.
Yang Perlu Diperhatikan
Untuk dapat meraih penghasilan sebesar itu tidaklah gampang. Ada tiga hal yang perlu dipikirkan. Pertama, biaya pakan yang sering tidak diperhitungkan, terutama jika peternak tega memberikan pakan kelinci ala kadarnya selama musim kemarau dan tak mampu membeli konsentrat.
Kedua, perhitungan angka kelahiran 6 ekor memang wajar karena kelinci bisa melahirkan 8, bahkan sampai 10 ekor. Kalaupun ada yang melahirkan dua atau empat ekor itu sifatnya kasuistis. Namun semestinya yang kasuistis ini, termasuk kasus kematian beruntun, juga harus diperhatikan. Selain itu, kebersihan pun menelan biaya, kecuali kalau peternak tidak membayar orang untuk membersihkan kandang setiap hari. Obat-obatan pada kasus penyakit menular juga sering menghabiskan biaya.
Ketiga, perhitungan produktivitas yang asal-asalan. Kelinci dikatakan dapat melahirkan sepanjang tahun dalam hitungan bulan. Asumsinya, kelinci bunting selama 32 hari dan menyusui 40 hari. Total jendral, kelinci dianggap melahirkan 5 kali setahun. Perhitungan ini masih lumayan wajar. Bagaimana jika waktu menyusui disusutkan menjadi 22, 25 atau cukup 30 hari supaya cepat hamil lagi? Ini teori bisnis yang “cerdas” dan sering dipraktikkan banyak orang. Namun anak-anak kelinci itu tidak cepat menghasilkan uang dalam jumlah banyak lantaran kebanyakan dijual murah dan gampang mati.
Berlaku Manusiawi
Untuk mencapai sukses beternak kelinci, beberapa hal berikut penting dilakukan. Kebersihan kandang mutlak diupayakan karena si Telinga Panjang ini tidak bisa hidup dalam kondisi kotor. Kebanyakan kegagalan peternak kelinci di Indonesia disebabkan suplai pakan yang tidak teratur dan perilaku jorok.
Kelinci termasuk makhluk hidup yang bisa merasakan senang, bahagia, tentram, sakit, tertekan, dan resah. Perlakuan kasar terhadap kelinci, seperti menyeret kaki atau mengangkat telinga misalnya, adalah kebiasaan buruk peternak yang harus ditinggalkan. Syaraf telinga sangat sensitif. Kelinci bisa jadi stres dan gila jika sering ditarik telinganya. Kebiasaan buruk ini dapat menurunkan kesehatan kelinci.
Umumnya peternak mengharapkan uang yang banyak dengan biaya serendah mungkin. Tapi kelinci bukanlah barang melainkan mahluk hidup yang harus diurus sesuai standar kehidupannya. Modal tidak cukup kandang, bibit, dan alokasi waktu perawatan tetapi juga pasokan pakan yang konsisten.
Lalu apa indikator keberhasilan beternak kelinci? Lihat saja kondisi kandang. Bila bersih, bagus, dan tertata baik biasanya sukses. Angka kematian di bawah dua ekor per bulan, itu tandanya berhasil. Cek juga kualitas si kelinci. Jika ada yang berpenyakit kulit pada hidung atau borok di bagian lain biasanya karena peternak jorok dan tidak sigap melakukan pengobatan.
Faiz Manshur, Penulis Buku Kelinci di Bandung