Senin, 19 Januari 2009

Panen Benih Cepat Ala Teddy

Jeli menangkap peluang pasar dan memilih segmentasi yang cepat menghasilkan uang menjadikan Yan Budi Hartadi alias Teddy sukses berbudidaya gurami.

Petani ikan tentu sudah maklum dengan pertumbuhan ikan gurami yang relatif lambat. Ikan ini hanya tumbuh sekitar 2 gr per hari, kalah dengan bawal air tawar misalnya, yang mencapai 4 gr per hari. Itulah sebabnya untuk menghasilkan gurami konsumsi berbobot 600 gr butuh waktu hingga setahun. 

Untuk memangkas lamanya waktu pemeliharaan, pembudidaya harus kreatif menerapkan segmentasi. Menurut Teddy, mulai dari telur hingga gurami  konsumsi, selalu ada pembelinya. “Jadi jangan khawatir tidak laku,” ujar pelaku usaha gurami yang bermukim di Desa Karang Tengah, Kec. Sampang, Kab. Cilacap, Jateng.

Produksi Benih Ukuran Korek

Dalam usaha budidaya gurami, terdapat sembilan tahapan, yakni menghasilkan dan menetaskan telur, membesarkan benih gurami masing-masing seukuran gabah, biji oyong, jempol tangan, silet, korek api, kaset, dan memproduksi ikan konsumsi. Untuk menjalankan usahanya, Teddy berkonsentrasi memproduksi benih seukuran korek yang hanya butuh waktu sekitar 3,5 bulan. Dengan singkatnya waktu pemeliharaan, maka modalnya juga tidak terlalu besar.

Telur gurami yang akan ditetaskan dibelinya dari petani ikan di Kec. Beji, masih di Cilacap. Dua hari kemudian telur menetas menjadi benih seukuran gabah dalam waktu 10 hari. Setelah didederkan selama sebulan, benih tumbuh menjadi gurami seukuran biji oyong. Dan ukurannya sebesar jempol setelah dipelihara selama sebulan. Tahap terakhir, benih dibesarkan selama 45 hari hingga mencapai ukuran silet. Selanjutnya, benih dipelihara selama 30 hari untuk mencapai ukuran korek gas.

Pada awal pemeliharaan, telur yang telah menetas diberi antijamur secukupnya. Hingga berumur 10 hari, larva gurami masih mempunyai cadangan makanan berupa kuning telur  sehingga tidak perlu diberi pakan. Fase inilah yang disebut dengan kebul atau gabah. Setelah berumur 10 hari, larva siap dipindahkan ke kolam bak berkedalaman 10 cm.

Dua pekan berselang, ketinggian air ditingkatkan sampai 20 cm. Pembesaran di kolam pendederan ini berlangsung sebulan, inilah yang disebut benih seukuran biji oyong berbobot sekitar 0,1 gr. Harganya di tingkat pembudidaya berkisar Rp125—Rp150 per ekor. Pada lima hari terakhir fase ini, Teddy mulai mengenalkan pellet pada benih gurami. Meskipun jumlahnya tak lebih dari 0,5 kg, tapi hal ini penting agar  ikan terbiasa dengan pakan buatan.

Selanjutnya, Teddy menyeleksi benih guraminya untuk kembali dibesarkan selama 45 hari hingga menghasilkan benih seukuran silet dengan panjang 3—5 cm dan bobot 5—8 gr per ekor. “Saat benih seukuran biji oyong, saya taruh di karamba jaring tancap dengan ketinggian 20 cm dan kedalaman satu meter sehingga aman dari gangguan predator air dan udara,” ujarnya.

Dari ukuran silet, benih dipelihara selama sebulan hingga mencapai ukuran korek gas. Pakan yang dibutuhkan sedikitnya 10 kg. “Pada ukuran korek, saya amati ikan aman dari gangguan predator, dan harganya pun terjangkau,” lanjutnya. Alasan lainnya, mayoritas petani ikan kita masih menerapkan sistem tradisional yang minim pengawasan sehingga rawan terserang pemangsa. Karena itulah mereka memilih benih relatif besar, seukuran korek gas, yang sudah aman dari pemangsa. Rentang harga pasaran benih seukuran korek itu sampai ke konsumen sekitar Rp1.250—Rp1.500 per ekor.

Waspada di Titik Kritis

Menurut Teddy, penguasaan teknik budidaya yang baik sangat menentukan keberhasilan usaha pembenihan gurami. Selain itu,  imbuh dia, kejelian dan rasa ngemong pada ikan juga diperlukan supaya pembudidaya paham betul tabiat dan gerak-gerik ikan. “Kunci lainnya adalah pengaturan air karena berkaitan langsung dengan suplai oksigen yang dibutuhkan ikan,” ungkapnya.

Masih menurut Teddy, ketelatenan justru sering diabaikan oleh pembudidaya, padahal hal ini sangat menentukan keberhasilan usaha.  Itu pula yang mendorongnya rajin mengamati gerak-gerik ikan, terutama pada pukul 19.00 malam karena pada periode itulah titik kritis pemeliharaan benih gurami.  Pada saat itu bisa saja ikan stres yang disebabkan oleh beberapa hal, antara lain kurang oksigen, pindah kolam, pengangkutan, dan menumpuknya kotoran di dasar kolam.

Ikan yang stres ditandai dengan tingkahnya yang senang berkumpul atau terapung di bawah permukaan air.  “Segera ganti air lama dengan yang baru. Dengan kualitas air yang bagus, air kolam menjadi media tumbuh yang baik bagi plankton-plankton yang sangat bermanfaat untuk kebutuhan nutrisi ikan, selain bisa menghemat pakan,” Teddy menutup perbincangan.

AM Ryanto (Kontributor Magelang)

 

 

Boks. Analisis Usaha Pembenihan Gurami (4 Bulan per Siklus)

A. Biaya

-  Telur gurami  (1.000 butir x Rp15)            Rp   15.000

-  Cacing sutera (1 kg x Rp12.000)               Rp   12.000

-  Pakan (10,5 kg x Rp12.000)                      Rp 126.000

-  Sewa lahan    (4 bln x Rp5.000)                 Rp   20.000

-  Listrik untuk pompa (4 bulan x Rp5.000)   Rp   20.000

-  Persiapan kolam                                      Rp   20.000

-  Perawatan kolam                                     Rp   20.000

-  Penyusutan kolam                                    Rp   70.000

-  Alat-alat budidaya                                    Rp   40.000

-  Obat-obatan                                            Rp   20.000

-  Penyusutan keramba                                Rp   90.000                                        

                                    Jumlah  Rp 453.000

 

B. Panen

-  SR : 80% x 1.000 = 800 ekor

-  800 x Rp1.250             Rp1.000.000

 

C. Pendapatan

-    Rp1.000.000 –  Rp453.000 Rp  547.000

 

Sumber: Yan Budi Hartadi (diolah)

 

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain