Senin, 19 Januari 2009

Anjungan Minyak Jadi Rumpon

Presiden George W. Bush boleh saja gagal memperjuangkan perikanan budidaya di laut lepas. Tapi, toh ia berhasil mendapat persetujuan kongres bagi sebuah jawatan pemerintah mengelola budidaya perikanan di perairan federal. 

Sampai akhir masa jabatannya, regulasi untuk menutupi kekurangan ikan hasil tangkapan demi memenuhi selera rakyat Amerika yang makin doyan seafood itu tak pernah diluluskan kongres. Niatan Bush yang kuat disorongkannya melalui dua RUU tentang perluasan budidaya laut di perairan yang lebih jauh dari batas tiga mil (sampai ke 200 mil lepas pantai). Namun, sejak semula hal itu ditentang habis pejuang lingkungan dan pelaku usaha perikanan tradisional.

Minerals Management Service (MMS), bagian Departemen Dalam Negeri AS, menjadi badan otorisasi yang memberi hak sewa dan izin kepada pengusaha perikanan memanfaatkan anjungan pengeboran minyak lepas pantai. Anjungan yang sudah berhenti beroperasi tidak dibongkar tapi dikonversikan menjadi karang buatan atau rumpon raksasa. Skema rigs-to-reef sudah diberlakukan di Texas dan negara bagian lain yang berhadapan dengan Teluk Meksiko, seperti Mississippi, Louisiana, Alabama, dan Florida. 

Ikan Alami Terancam

Perairan ZEE memang menjadi hak eksklusif negara dan dinyatakan sebagai wilayah perairan federal. Namun tak ayal, langkah MMS ini dianggap melampaui kewenangannya dan bisa berimplikasi pada masalah lingkungan, kesehatan, dan sosial ekonomi. Juga dipandang sebagai akal-akalan dari perusahaan pertambangan minyak karena mereka langsung meraup untung, yakni menghemat ongkos membongkar dan memindahkan anjungan tersebut.

Menurut aturan, setahun setelah anjungan itu “pensiun”, bangunannya sudah harus disingkirkan. Ongkos pemindahannya US$5 juta untuk setiap anjungan. Ada 150— 200 anjungan yang harus diberhentikan setiap tahun. Padahal,  untuk mengubahnya menjadi karang buatan cukup dengan biaya US$800 ribu. Setelah menjadi rumpon, perusahaan minyak bersangkutan sudah lepas tanggung jawab karena barang itu sudah jadi urusan negara bagian terdekat.

Sebenarnya urusan rigs-to-reef ini tidak menimbulkan kontroversi, sepanjang upayanya sebatas pengalihan anjungan menjadi rumpon atau karang buatan. Bangunan itu bisa tetap tegak atau dihancurkan dan puingnya dibiarkan di dalam laut, lalu secara alamiah menjadi habibat ikan. Yang dikhawatirkan adalah bila kebijakan MMS itu dijadikan celah bagi lolosnya industri besar perikanan budidaya untuk bermain di laut lepas.

Juragan besar perikanan memang sangat tertarik karena kerangka anjungan minyak itu luar bisa kokoh untuk menambatkan bagan atau keramba ikan seukuran dua kali kolam renang olimpiade dengan kedalaman ratusan meter. Di sisi lain, para ahli lingkungan dan pengamat sosial memperingatkan bahwa budidaya ikan di laut lepas berpotensi penggunaan ikan-ikan alami untuk dijadikan pakan.

Kebanyakan ikan laut yang dibudidayakan adalah jenis karnivora. Di lautan, jumlah ikan-ikan kecil yang menjadi mangsa ikan besar menyusut cepat karena setiap tahun 23 juta—33 juta ton dijadikan pakan. Budidaya perikanan di laut membutuhkan ikan untuk protein pakan yang akan mengganggu keseimbangan ekosistem laut

Ekosistem Sehat di Kolong Anjungan

Industri perikanan budidaya menimbulkan lebih banyak pengangguran karena mekanismenya yang tidak padat karya. Mekanisasi dan efisiensi serta produksinya  memotong keuntungan nelayan tradisional atau pembudidaya kecil. Mereka akan gulung tikar lantaran kalah bersaing. Memelihara ikan di laut juga mencemari lingkungan dan menyebarkan penyakit. Pasalnya, dari wilayah budidaya tersebut mengalirkan sisa pakan, limbah, penyakit, parasit, bahan kimia, dan obat-obatan ke laut luas.

Tapi sebenarnya, tanpa dibudidayakan dan hanya membiarkan kerangka anjungan berdiri di tempatnya, secara alami sudah menjadi habitat perikanan. Paul Sammarco, ahli biologi kelautan dari Konsorsium Kelautan Universitas Louisiana menemukan, di bawah belasan anjungan di teluk Meksiko penuh gumpalan massa telur ikan dan merebaknya bunga karang aneka rupa. Di setiap kedalaman air di kolong anjungan terdapat 10.000—30.000 ekor ikan. Sammarco menyimpulkan, kolong anjungan dan dasarnya yang keras telah membentuk ekosistem yang sehat dan subur.   

Di samping urusan rigs-to-reef, untuk akuakultur, MMS juga membuka peluang  menjadikan anjungan bekas pengeboran minyak lepas pantai menjadi fasilitas pengembangan tenaga angin dan tenaga gelombang. Di tempat lain fasilitas anjungan diubah jadi hotel dan langsung di bawahnya adalah obyek wisata. Di Pulau Mabul, dekat Sipadan, lepas pantai Sabah, Malaysia Timur, turis mancanegara, terutama para penyelam yang menikmati tamasya bawah laut di resor bahari Sipadan – Mabul – Kapalai tidak usah menyelam jauh-jauh. Mereka cukup menyusup ke bawah kolong hotel yang “mantan” anjungan minyak Seaventures, sudah bisa menikmati pemandangan macam-macam jenis ikan dan karang yang cantik dan aneh-aneh.

Daud Sinjal, dari berbagai sumber

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain