Senin, 5 Januari 2009

PVT dan Hak Petani

Ketika botanis Rumphius (1627-1702) menyusun Herbarium Amboinense, berisi katalog 1.200 spesies tanaman, tak terpikir olehnya tiga abad kemudian ada  hukum yang mengatur hak dan perlindungan varietas tanaman. Raffles dan para kurator dan direktur Kebun Raya Bogor ketika mendaftar ribuan spesies tanaman, Junghuhn ketika menanam pohon kina, atau para peneliti mancanegara bergiat di laboratorium Treub, pasti juga tak membayangkan ada UPOV, WTO, TRIPS, juga WIPO yang menyangkut hak dan perlindungan atas paten tanaman. Kini semua negara menerbitkan UU proteksi varietas tanaman. Kini genetik dan benih tanaman jadi bisnis besar dari korporasi-korporasi multinasional.  

Sejauh ini sudah 66 negara bergabung dalam Perserikatan Internasional atas Varietas Baru Tanaman atau Union Internationale pour la Protection des Obtentions Végétales (UPOV). Indonesia sendiri belum karena konsekuensinya harus membuka diri bagi masuknya banyak varietas baru dari luar, sementara itu kita harus mampu mengimbanginya dengan varietas baru hasil sendiri. “Kalau nggak, varietas baru dari luar akan makin bertebaran,” kata Sekjen Deptan Hasanuddin Ibrahim. Kendati sisi positifnya, ikut UPOV akan merangsang breeder dalam negeri untuk mengembangkan varietas dari genetik lokal. Di samping itu, banyak investasi masuk untuk menghasilkan produk bermutu.

Indonesia sejak tahun 2000 mempunyai UU tentang perlindungan varietas tanaman (PVT). UU No. 29 Tahun 2000 itu menghargai dan melindungi individu atau badan usaha yang bergerak di bidang pemuliaan tanaman dalam menghasilkan varietas tanaman yang baru, unik, seragam, dan stabil. UU itu sekaligus merupakan amalan dari berbagai kewajiban internasional, khususnya konvensi PBB tentang keanekaragaman hayati, konvensi internasional tentang perlindungan varietas baru tanaman dan Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) dari WTO. Untuk mengoperasionalkan UU No. 29 Tahun 2000 telah diterbitkan dua peraturan pemerintah (PP No 13/2004 dan PP No.14/2004) serta  setidaknya lima Keputusan Menteri.

Individu atau badan usaha yang bergerak di bidang pemuliaan tanaman tentunya tidak terbatas pada ilmuwan peneliti, litbang pemerintah, atau perusahaan swasta dan korporasi multinasional. Indonesia begitu kaya dengan sumberdaya hayati, yang selama ini dikelola secara tradisional, turun temurun. Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman, Deptan, Hendarwati, sangat menganjurkan materi genetik lokal didaftarkan. Agar apabila seseorang mengambilnya, meneliti, mengawinkan dan menjadikan lebih bermutu, masyarakat lokal di situ mendapat manfaat ekonomi (benefit-sharing).

Di India, masyarakat pertaniannya merupakan produser benih terbesar, menyediakan 87% kebutuhan nasional setahun. Maka pengembangan apa pun yang memberi porsi signikan kepada korporasi multinasional untuk memproduksi benih tidak dibenarkan.

Keberpihakan India kepada petani, sambil tetap melindungi varietas tanaman, tertuang dalam UU tentang PVT-nya yang diterbitkan 2001, “Protection of Plant Variety and Farmers’ Right Act”. Dari judulnya saja sudah tersurat bahwa perlindungan atas varietas tanaman dan hak petani berada dalam “satu tarikan napas”. India pun menawarkan kepada negara berkembang Convention of Farmers and Breeders (CoFaB, yang naskahnya sebenarnya diajukan bersanding dengan UPOV). Alasannya, United Nations Convention on Biological Diversity dan International Convention for the Protection of New Varieties of Plants serta International Union for the Protection of New Varieties of Plants (UPOV), yang pencanangannya didorong oleh negara-negara industri maju, dianggap tidak begitu cocok untuk negara berkembang.

Mengapa kita gemar mengacu pada India (dalam soal pertanian dan peternakan)?  Karena kesamaan cirinya, berpenduduk banyak, mayoritasnya tinggal di pedesaan, bergantung hidup dari pertanian, dan masih termarginalkan. Yang segera harus dilakukan dalam pengamalan PVT di Indonesia, adalah kampanye membangkitkan kesadaran masyarakat di seluruh penjuru tanah air untuk menginventarisasi kekayaan genetika dan varietas tanaman unggulan yang ada dan mendaftarkannya ke kantor PVT. Lalu pemerintah atau organisasi petani membantu pemuliaannya untuk menghasilkan varietas baru yang memberi nilai tambah lebih besar.

Daud Sinjal

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain