Citarasanya yang khas membuat varietas ini cocok dibisniskan sebagai bawang goreng kemasan.
Sedari dulu bawang merah lokal asal Palu di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, dimanfaatkan sebagai bumbu penyedap masakan dengan cara digoreng. Akhirnya konsumen di seputaran daerah tersebut lebih mengenalnya sebagai Bawang Goreng Palu.
Hal itu diungkapkan Ir. Sriwijayanti Yusuf, M.Agr.Sc., Kasubdit Benih Tanaman Sayuran, Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi, Ditjen Hortikultura. Ia menambahkan, usaha tani bawang merah palu ini sudah dimulai sejak puluhan tahun lalu terutama di Lembah Palu, Tinombo dan beberapa daerah lainnya di Kabupaten Donggala dan Parigi Mountong. Namun produktivitasnya di tingkat petani baru mencapai 5—7 ton per ha. Pasalnya, sebagian besar petani belum menerapkan cara budidaya yang baik dan masih menggunakan benih asalan.
Ir. Eni Wasti DG Matona, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Donggala, menjelaskan, rendahnya produktivitas tersebut tak terlepas dari kurangnya pasokan benih bermutu, daya beli masyarakat masih rendah, adopsi teknologi yang masih kurang, juga kegiatan penangkaran benih belum bisa kontinu karena varietas unggul belum tersedia.
Melalui CF-SKR
Lebih jauh mengenai benih, Yanti menjelaskan, benih bersertifikat akan selalu lebih unggul dibandingkan benih sumber biasa. Penanaman benih bersertifikat harus dilakukan sesuai Good Agriculture Practices (GAP) dan Standard Operational Procedure (SOP). “Keunggulan varietas ini perlu dibarengi upaya meningkatkan ketersediaan benih yang bermutu dengan cara menaikkan ketersediaan benih sumber dan memperbaiki penerapan teknologi produksinya melalui kegiatan Counterpart Fund Second Kennedy Round (CF-SKR),” kata Yanti.
Eni menambahkan, benih bawang merah dari para petani dapat dijadikan benih sumber asalkan produksinya sesuai SOP yang akan diawasi pihak Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) Hortikultura setempat. Program produksi benih ini disambut baik oleh petani. Sukidi misalnya, Ketua Kelompok Tani Toyo Arum 1, sangat mengharapkan pengembangan benih bermutu bawang merah varietas lokal Palu dari CF-SKR ini terus berlangsung secara kontinu di daerahnya.
“Program tersebut merupakan Pilot Project yang diharapkan mendorong penumbuhan penangkar benih bawang merah guna memenuhi kebutuhan benih, terutama di Kabupaten Donggala dan Sulawesi Tengah pada umumnya,” imbuh Yanti.
Pemerintah Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) memberikan perhatian besar terhadap program CF-SKR. Perhatian itu diwujudkan berupa sebesar Rp1,26 miliar lewat Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi. Adapun program yang disetujui JICA adalah Horticulture Development at Dry Land Area In District of Donggala (Development of Local Variety Of Shallot Seed At Palu Valley Area).
Kegiatan CF-SKR terdiri dari berbagai kegiatan disertai pemberian fasilitas dan peralatan dalam pengembangan perbenihan hortikultura kepada para petani. Antara lain, pengadaan sarana dan prasarana berupa pembangunan gudang benih bawang merah, pengadaan mobil pengangkut benih bawang merah, pengadaan benih sumber, mesin penyemprot, traktor tangan, dan pompa air.
Sedangkan yang terkait dengan Teknologi Produksi Bawang Merah mencakup persiapan lahan, penanaman, pemupukan, pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT), manajemen lapang dan panen benih serta penanganan dan sertifikasi benih. Di samping itu dilakukan pula bimbingan dan pembinaan dari mulai koordinasi program, bimbingan akses pasar dan akses modal, serta pelatihan bagi petani atau calon penangkar.
Robby Rubianto, Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi, Ditjen Hortikultura