Lantaran bobotnya jauh di atas rata-rata, kambing yang satu ini diberi nama Bison, banteng dari Amerika, oleh pemiliknya.
Melihat kambing peranakan Ettawa (PE) jantan yang satu ini peminat ternak pasti akan kagum. Betapa tidak, bobotnya saja 188 kg. Ini jauh dari rata-rata pejantan yang kurang dari 100 kg. Bila ia berdiri tegak, kepalanya mencapai tinggi orang dewasa. Wajar bila kambing yang oleh Nur Sodiq, pemiliknya, dinamai Bison ini ditawar Rp12 juta.
Sosok ideal si Bison itu, menurut Sodiq, tak jauh dari sifat induk jantannya. Serigala Mataram, begitu Sodiq menamai ayah Bison, sudah lebih dulu diboyong ke Negeri Jiran Malaysia dengan harga Rp15 juta. Bobotnya juga sekitar 180 kg. Kedua kambing unggul itu pernah memenangi kontes ternak unggul se-Jatim sehingga harganya terdongkrak.
Hentikan Pengurasan
Melihat hijrahnya ternak-ternak unggul dari daerahnya, Ir. Heri Ferdianto, pembina kelompok tani ternak kambing Kecamatan Ambulu, Kab. Jember, Jatim, merasa prihatin. Karena itu ia membujuk Nur Sodiq agar jangan melepas kambing unggulnya lagi ke negeri seberang.
“Jika semua kambing-kambing unggul di desa ini kita jual ke Malaysia, empat-lima tahun mendatang kita ganti impor kambing unggul dari Malaysia,” ucap Heri yang juga inseminator, mengingatkan peternak berusia 35 tahun tersebut. Akhirnya Sodiq pun luluh. Ayah dua anak ini mempertahankan kambing unggulnya kendati beberapa rekan peternak sedesanya telanjur menjual ternak mereka ke Malaysia.
Desa Andongsari, tempat Sodiq tinggal, dan Desa Pontang, keduanya masuk Kecamatan Ambulu, kini dikenal sebagai sumber bibit kambing unggul. Demikian pula beberapa desa di Kecamatan Gumukmas dan Umbulsari menyimpan potensi kambing unggul, baik kambing PE maupun Ettawa asli. Ini tidak terlepas dari kegigihan Heri Ferdianto. Sarjana peternakan alumnus Unibraw, Malang, Jatim yang resminya petugas inseminasi buatan sapi di Kecamatan Umbul Sari ini memang rajin membina masyarakat untuk mengembangkan kambing unggul di ketiga kecamatan tersebut, dengan sentuhan teknologi maju, termasuk dengan kawin suntik.
Dulu, Kecamatan Senduro dan Candi Puro, di Lumajang, Jatim, terkenal sebagai sumber bibit kambing unggul. Banyak pejantan dan induk unggul kambing asal kabupaten itu yang dibawa ke Surabaya, Jakarta, dan daerah-daerah lain, bahkan ke luar negeri. Sekarang giliran Jember muncul menjadi sumber bibit kambing baru di Jatim.
Desa-desa di Kecamatan Ambulu, Gumukmas dan Umbul Sari, di samping kondang sebagai gudang tembakau, masyarakatnya juga banyak membudidayakan palawija, termasuk kacang-kacangan, seperti kedelai, kacang hijau, kacang tanah dan kacang panjang. Setelah panen, limbah-limbah kacang-kacangan tersebut dikeringkan lalu disimpan. Saat musim kemarau, limbah itu menjadi pengganti rumput untuk pakan ternak yang cukup kaya akan protein.
Untuk merawat Bison, Sodiq mengaku memberikan hijauan berupa daun–daunan, seperti daun waru dan daun nangka ditambah “titen” (jerami kacang kedelai) dan rumput-rumputan. Sedangkan pakan tambahannya berupa ampas tahu (70%) dicampur dedak padi atau ampas singkong/onggok (30%). Untuk kambing induk rata-rata dijatah Ľ--˝ kg per ekor per hari, sementara bagi pejantan seperti Bison diberikan sekitar 1 kg per ekor per hari.
Perawatan lainnya, imbuh Sodiq, memandikan kambing 2—3 hari sekali saat bulunya tampak kotor. Khusus pejantan, 2—3 kali seminggu dilepas di halaman untuk ”berolahraga”. Dengan perawatan seperti itu, kambing-kambing milik peternak maju ini cepat bongsor dan laku dijual mahal.
Suprio Guntoro, BPTP Bali