Senin, 22 Desember 2008

Manfaat Mengadopsi Jagung Transgenik

Keputusan kepala pemerintahan menentukan ya atau tidak terhadap peluang potensi benih transgenik.

Mengadopsi benih jagung transgenik banyak manfaatnya. Selain menaikkan produktivitas, juga dapat mengurangi biaya produksi, meningkatkan kesejahteraan petani, dan memperbaiki lingkungan. Misalnya, mengadopsi jagung RR (Roundup Ready), yang tahan herbisida. Dengan menanam jagung transgenik ini, petani lebih mudah menyiangi gulma (tumbuhan pengganggu) dengan menggunakan herbisida sehingga mengurangi biaya tenaga kerja.

Begitu juga dengan menanam jagung Bt (Bacillus thuringiensis), yang tahan hama penggerek batang dan tongkol. Petani bisa menghemat penggunaan pestisida untuk menangkal hama tersebut. Di lain pihak dapat memperbaiki kondisi lingkungan. Apalagi kalau menanam jagung Bt+RR. Dari pengalaman di Filipina, penggunaan jagung transgenik dapat meningkatkan produktivitas 10%--21%, sedangkan penghematan biaya produksi mencapai 14%--23%.

Manfaat Bagi Petani

Dari penelitiannya di Lampung dan Jatim, April 2007—Juni 2008, Edwin  Sanso Saragih, 43, menyimpulkan, keuntungan petani pengguna benih jagung transgenik lebih tinggi ketimbang benih jagung hibrida. Hal ini terlihat dari rasio pendapatan terhadap biaya (R/C). Semakin tinggi rasio R/C, berarti semakin tinggi keuntungan petani.

Di Jatim, rasio R/C jagung hibrida 2,05; jagung Bt 2,51; jagung RR 2,53; dan jagung Bt+RR 3,06. Di Lampung, rasio R/C-nya berturut-turut 1,82; 2,22; 2,25; dan 2,73. Jadi, ”Dengan adopsi benih jagung transgenik, rasio R/C pada usahatani jagung transgenik lebih tinggi dibandingkan usahatani (jagung) hibrida saat ini,” tulis Edwin, dalam disertasinya, Valuasi Ex Ante Kelayakan Ekonomi dan Keberlanjutan Usahatani Jagung Transgenik serta Analisis Faktor Penentu Adopsi Benih Transgenik di Indonesia.

Disertasi tersebut dipertahankan mantan Technology Development Lead Monsanto Indonesia itu di depan Komisi Pembimbing (Prof. Dr. Ir. Santun R.P Sitorus, Dr. Ir. Harianto, MS, dan Dr. Ir. Sugiono Moeljopawiro, M.Sc.,) dan Penguji Luar Komisi (Prof. Dr. Ir. Surjono Sutjahjo, MS, dan Dr. Muhammad Herman), 4 Desember lalu, di Kampus IPB Dramaga, Bogor. Pada hari itu, pria kelahiran Simalungun, 25 Mei 1965 ini meraih gelar doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PSL) IPB.

Proyeksi Produksi

Menurut Edwin, jika kita tidak mengadopsi benih jagung transgenik, dengan asumsi lahan pertanaman jagung tetap 3,8 juta hektar (ha), maka pada 2019, produksi jagung nasional sekitar 18,16 juta ton. Tetapi, jika 85% lahan jagung hibrida (yang saat ini 40% dari total lahan jagung) ditanami dengan benih jagung transgenik, yang diasumsikan adopsi dimulai 2010, maka pada 2019 produksi jagung nasional diperkirakan mencapai 20,26 juta ton. Jika hanya 35% lahan jagung hibrida ditanami jagung transgenik, maka pada 2019, produksi jagung nasional 19,02 juta ton.

Memang masih di bawah prakiraan Badan Litbang Deptan yang pada 2019 memproyeksikan produksi jagung nasional 21,19 juta ton. Dalam perhitungannya, Deptan memasukkan faktor pertambahan lahan pertanaman satu persen per tahun, sedangkan pada perhitungan dengan dan tanpa adopsi benih jagung transgenik, luas lahan tetap 3,8 juta ha. Kalau faktor pertambahan lahan diperhitungkan, maka proyeksi produksi dengan mengadopsi benih jagung transgenik bisa lebih tinggi lagi.

Dari perhitungan tersebut, dengan mengadopsi benih jagung transgenik, “Kita dapat mengurangi ketergantungan impor jagung dari luar negeri sehingga bisa menghemat devisa,” tulis sarjana pertanian IPB dalam bidang Ilmu Tanah itu. Selain itu, menurut Edwin, nilai tambah usahatani dinikmati petani Indonesia. Berbeda kalau mengimpor, nilai tambahnya dinikmati petani dari negara asal impor dan pedagang besar internasional.

Memang selama ini Indonesia masih mengimpor jagung, termasuk jagung transgenik. Pada 2003, menurut data Deptan, jumlah impor mencapai 1,44 juta ton. Setahun kemudian, jumlah impor turun menjadi sekitar 541 ribu ton. Tapi, pada 2005 dan 2006, jumlah impor naik lagi, masing-masing menjadi 1,45 juta ton dan 1,30 juta ton. Sedangkan pada 2007, impor jagung kembali melorot menjadi sekitar 600 ribu ton.

Manfaat Nasional

Jagung, sumber pangan penting setelah padi. Selain sebagai sumber bahan baku pakan, jagung juga sumber nafkah bagi banyak petani di Indonesia. Menurut penelitian Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc., Dosen Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Bogor, mengadopsi benih jagung transgenik besar manfaatnya bagi petani.

Dari penelitiannya di Lampung dan Jatim, menurut Yeti, rasio manfaat (keuntungan) terhadap biaya (B/C Ratio) jagung transgenik 1,28, lebih tinggi dari jagung hibrida yang sekitar 0,65. Selain itu, petani jagung bisa menghemat biaya per satuan output sekitar 28%-- 48%. Artinya, tingkat keuntungan yang dikantongi petani penanam jagung transgenik jauh lebih tinggi ketimbang menanam jagung hibrida.

Dengan mengadopsi benih jagung transgenik, memang berpeluang menurunkan harga jagung, karena produksinya melimpah. Meski demikian, menurut Master of Agricultural Science Georg-August University, Jerman, itu secara ekonomi bermanfaat bagi konsumen, produsen, dan perekonomian nasional. Menurut perhitungan Yeti, total nilai manfaat pengembangan jagung transgenik di sini bisa mencapai Rp 14,4 triliun per tahun.

Keputusan Pemerintah

Peluang potensi pengembangan tanaman transgenik, termasuk jagung, cukup besar. Tapi, sayangnya, pengadopsian tanaman transgenik, masih kontroversial, termasuk di Indonesia. Ada yang menilai, produk transgenik dapat mencetuskan alergi, terjadinya aliran gen ke tanaman lain yang sekerabat dan terbentuknya organisme tahan herbisida. Di sisi lain, ada yang menilai produk transgenik ini aman dan menguntungkan.

Memang, tanaman transgenik merupakan tanaman yang telah disisipi gen pengatur sifat yang memiliki nilai komersial. Misalnya disisipi dengan gen tahan hama sehingga tanaman menjadi tahan hama. Gen ini bisa dari spesies sejenis atau organisme lain yang tidak memiliki hubungan kekerabatan sama sekali. Dengan teknologi rekayasa genetik ini, waktu untuk menghasilkan varietas unggul, jauh lebih singkat ketimbang melalui pemuliaan secara tradisional (dengan cara penyerbukan tepung sari).

Tapi, benarkah produk-produk transgenik berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan? Pada 2001, Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), menyatakan, produk-produk transgenik adalah aman. “Di negara-negara yang sudah menanam atau mengonsumsi produk-produk transgenik, belum pernah ditemukan adanya dampak merugikan bagi kesehatan dan lingkungan,” tulis FAO.

Di sinilah pentingnya peranan pemimpin tertinggi pemerintah untuk memberikan dukungan pengembangan tanaman transgenik bagi ketahanan pangan dan kesejahteraan petani. “Bercermin dari pengalaman negara-negara lain yang sudah terlebih dahulu mengadopsi benih transgenik, perintah keputusan dari kepala pemerintahan menentukan ya atau tidak terhadap peluang potensi benih transgenik ini,” tulis Edwin.

Syatrya Utama

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain