Senin, 22 Desember 2008

Permintaan Tinggi Pasokan Seret

Setiap tahun permintaan akan anakan ayam kampung terus meningkat, tapi produksi masih terbatas.

Seiring usaha peternakan ayam kampung yang semakin dilirik lantaran menguntungkan, kebutuhan day old chick (DOC) alias anak ayam umur sehari  pun semakin meningkat. Namun ketersediaannya masih sangat terbatas, baik kualitas maupun kuantitasnya. Hal ini tak lepas dari kurang berkembangnya usaha pembibitan.

Demikian diungkapkan Haji Ade M. Zulkarnaen, peternak ayam kampung dari Cicurug, Sukabumi, Jabar, ketika ditanya prospek bisnis DOC ayam kampung. Ketua Kelompok Peternak Rakyat Ayam Kampung Sukabumi (Kepraks) ini menambahkan, bila mau diseriusi, menekuni keuntungan usaha penetasan ayam kampung atau ayam buras cukup menggiurkan. Sebagai gambaran, saat ini harga sebutir telur ayam kampung Rp800—Rp1.000. Sementara harga anak ayam yang baru menetas (DOC) bertengger pada rentang Rp2.000—Rp3.000 per ekor, bahkan tak jarang mencapai Rp5.000 per ekor.

Informasi senada tentang harga pasaran DOC ayam kampung juga datang dari Aris Munandar, Wakil Ketua Kepraks. Menurutnya, harga DOC ayam kampung sekarang sudah naik dari Rp4.500 menjadi Rp5.000 per ekor. Padahal, tahun lalu harga masih berkisar Rp3.000 dan tahun sebelumnya lebih murah lagi, Rp2.000 per ekor.

“Berarti kalau ditetaskan untungnya lebih dari 100%. Memang besar ‘kan keuntungannya. Tapi kita masih terkendala kapasitas produksi dan kualitas DOC yang terbatas,” jelas Haji Ade yang memiliki 2.500 ekor indukan (parent stock-PS). Dari PS sebanyak itu, ia bisa memproduksi 20.000—25.000 ekor DOC per bulan. Menurut perhitungannya, skala ekonomis usaha pembibitan ayam kampung paling tidak 1.000 ekor PS dengan produksi sekitar 10.000 ekor DOC per bulan.

Selama ini Haji Ade memasarkan 70%—80% produksinya ke anggota Kepraks. Sisanya dijual keluar kelompok. Ia mengaku tak bingung memasarkan anak ayamnya. “Kalau belum puas dengan hasil anak ayam, bisnis ini bisa dikembangkan sebagai bisnis terpadu. Artinya, selain anak ayam, juga beternak ayam pedaging dan telur,” saran mantan wartawan itu melalui telepon.

Permintaan Tinggi

Ade mengakui, permintaan DOC selalu meningkat. Indikasinya, sampai sekarang ia masih belum mampu memenuhi permintaaan, dari 50.000 ekor per bulan baru terpenuhi sekitar 25.000 ekor.  “Contohnya, dari permintaan DOC sebanyak 18.000 DOC per bulan dari Kalimantan Timur, baru bisa dipenuhi sebesar 8.000 saja,” tambahnya.

Berdasarkan pengalamannya, setiap tahun kenaikan permintaan DOC ayam kampung tak kurang dari 70%. Ini terkait dengan peningkatan permintaan akan ayam kampung itu sendiri. Tak ayal lagi selalu terjadi ketimpangan yang sangat besar antara suplai ayam kampung dengan tingkat permintaannya. Jakarta dan sekitarnya saja, yang butuh pasokan sekitar 150 ribu ekor per bulan, baru terpenuhi 12.000 ekor atau 9%. “Tentunya masih sangat banyak membutuhkan suplai DOC jika ingin memenuhi permintaan tersebut,” tambah Aris.

Tingginya permintaan mengatrol harga ayam kampung hingga relatif stabil, bahkan tak pernah turun. Pasalnya, segmen pembeli ayam kampung itu terbilang masyarakat kelas menengah ke atas dan yang menentukan harga jual ayam kampung adalah peternak sendiri.

Bicara tentang keuntungan, “Profit marginnya dari 1.000 ayam kampung itu setara dengan beternak 30.000 ayam ras," ujar Haji Ade yang menjadi peternak ayam kampung semenjak akhir 2003. Jika dilakukan perhitungan kasar, biaya produksi satu ekor ayam Rp16.500—Rp18.500 dengan masa pemeliharaan 70 hari. Jika di  kandang sudah dapat dijual Rp26.000, peternak sudah mendapatkan untung antara 35%—40% per ekor.

Yan Suhendar

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain