Di tengah krisis ekonomi yang tengah merundung, banyak orang bisa menanggapi kurang yakin terhadap pernyataan “fundamental ekonomi kita masih kuat”. Tapi banyak orang bisa mendukung kalau mendengar, fundamental ekonomi pertanian kita masih kuat dan prospek agribisnis masih cerah. Pandangan optimis ini setidaknya tercermin dalam seminar AGRINA, “Agribusiness Outlook 2009”, 26 November lalu.
Dalam keynote speech-nya, Menteri Pertanian Anton Apriyantono memang tidak memberikan pandangan terhadap situasi pertanian pada 2009. Namun ia memaparkan pencapaian sangat positif setahun terakhir dari komoditas pangan strategis padi, jagung, kedelai, gula, dan daging sapi. Ia juga menyanjung pertumbuhan 2008 dari tanaman perkebunan: karet, kelapa sawit, kopi, dan kakao. Tentunya tidak lupa menyebutkan pencapaian itu berkat pengawalan kebijakan dan berbagai program bantuan pemerintah. Keberhasilan itu, katanya, menjadi potret bagi masa depan pertanian, khususnya dalam menghadapi krisis global.
Menteri Pertanian 2000—2004 Bungaran Saragih mengatakan, koreksi pasar akan terjadi pada akhir kuartal kedua 2009, dan permintaan komoditas pertanian termasuk perkebunan, mulai naik lagi karena orang tetap membutuhkan makanan. “Jangan lempar handuk, bertahanlah untuk dua kuartal,” katanya. Bayu Krisnamurthi yang Deputi Menko Perekonomian, mengajak bertahan 6–8 bulan, karena, “Kalau kita ambil start krisis 1 Oktober 2008, maka akan berakhir di akhir semester (pertama) 2009”.
Sedangkan Tungkot Sipayung, pengamat dari IPB melihat, krisis global tidak begitu berdampak pada produk pertanian. Ia merujuk pada konsumsi domestik dan perdagangan luar negeri yang dua tahun terakhir cukup bagus. Lalu mantan Dirjen Tanaman Pangan Mohamad Jafar Hafsah, mengacu ramalan BMG tentang tidak adanya cuaca ekstrem pada 2009, yang bisa mengganggu pertanian.
Bayu Krisnamurthi melihat nonpangan lebih berat menerima krisis dibandingkan pangan, tapi ekonomi masih berdenyut pada 2009 dengan adanya gerakan global untuk memberikan stimulan, konsumsi rumah tangga yang tetap naik, adanya belanja kampanye pemilu (baju kaos, spanduk, nasi bungkus), serta siklus tahunan: Hari Raya, Natal, dan Tahun Baru. Ia, dan juga Jafar Hafsah, sama-sama melihat peningkatan pasokan sembako yang cukup panjang selama kegiatan kampanye pemilu.
Tungkot Sipayung menunjuk tren menggairahkan pada pertumbuhan ekonomi negara berkembang, khususnya Asia, yang 6 persen dalam 5 tahun terakhir dan pendapatan perkapitanya pukul rata bakal US$15.000. Kawasn ini memasuki fase golden age dalam konsumsi pangan.
Para peserta seminar, baik pembicara dan penanggapnya menatap 2009 – untuk sektor pertanian - masih lebih banyak membawa berkah ketimbang musibah. Kenaikan gaji PNS terendah tahun depan bisa menguatkan daya beli. Ketahanan pangan masih kuat. Keseimbangan baru sudah bisa dijangka waktunya. Masih pula disemangati oleh Bayu Krisnamurthi yang membacakan catatan Gunawan Mohamad tentang sikap ekonom John Maynard Keynes terhadap krisis ekonomi yang bermula di Amerika Serikat pada 1929 dan menyebar ke seluruh dunia pada 1930-an: “Jangan takut berbuat drastis, untuk menciptakan keadaan di mana bertambah kebutuhan akan kerja. Dengan itu orang akan dapat nafkah dan perekonomian akan bisa bergerak”.
Hampir semua pembicara menekankan pentingnya memanfaatkan maksimal pasar domestik serta peluang ekspor agribisnis ke kawasan Asia, dan sekaligus memacu pengembangan industri hilir untuk memproduksi barang jadi yang memberi nilai tambah lebih tinggi. Tentu masih ada lontaran keluhan seperti konversi lahan, pupuk subsidi yang salah kaprah, kurangnya penyuluh pertanian, kredit yang masih sulit, kurangnya prasarana dan kebijakan promosi (terutama oleh Pemda) dan proteksi.
Dwimingguan AGRINA merasa gembira dan berterimakasih diberi kesempatan untuk menggelar ajang komunikasi dan pertukaran pikiran demi menggalang kerjasama di antara para pemangku kepentingan. Melalui seminar yang bergaya populer dan terbuka para peserta bagai bersama sama menggambarkan “neraca” agribisnis Indonesia. Melihat review dan evaluasi keberhasilannya selama 2008, lalu menggariskan kecenderungan yang bakal terjadi pada 2009 dan bagaimana menghadapinya.
Daud Sinjal