Untuk menjalankan strategi enam pilar pembangunan hortikultura secara berkelanjutan, peran jawara hortikultura sangat diharapkan.
Strategi pembangunan hortikultura selama ini dilakukan dalam enam pilar pengembangan, yang mencakup pengembangan kawasan agribisnis, penataan rantai pasokan, penerapan budidaya yang baik, pengembangan kelembagaan usaha, fasilitasi terpadu investasi, serta peningkatan konsumsi dan pasar ekspor. Untuk memaksimalkannya, diperlukan peran jawara (champion) sebagai pilar ke-7 dalam pembangunan hortikultura.
Demikian diungkapkan Ahmad Dimyati, Dirjen Hortikultura, Deptan, pada pembukaan acara Konsolidasi Pelaku Usaha Hortikultura 2008 di Hotel Panghegar, Bandung, Jabar (11—12/11).
Lebih jauh Dimyati mengatakan, keenam pilar pengembangan hortikultura tersebut membutuhkan peran pelaku usaha swasta yang sangat dominan. Pelaku usaha diharapkan menjadi motor penggerak di kawasannya dan sebagai manajer dalam penataan rantai pasokan dari komoditas yang ditanganinya. Jadi, mereka praktis berperan sebagai pelopor penggerak penerapan good agricultural practises (GAP) dan membangun kelembagaan usaha agribisnis yang kuat.
Konsolidasi
“Pertemuan konsolidasi dengan menghadirkan pelaku utama (champion) yang bergerak di bidang hortikultura, baik tanaman buah, sayuran, tanaman hias, dan tanaman biofarmaka ini disadari karena peran jawara dalam pembangunan hortikultura sangat besar. Sehingga saya menilai pertemuan ini sangat penting dalam rangka konsolidasi dan lebih meningkatkan lagi peranannya dalam pembangunan hortikultura,” ucap Dimyati.
Hal tersebut disambut dengan antusias oleh peserta, seperti Frans Soetrisno Lasmono, Ketua Gapoktan Vegori dan tokoh petani sayuran organik dari Batu, Jatim. Ia menyambut baik rencana pengembangan hortikultura dengan dijembatani oleh tokoh atau jawara yang selama ini memang sudah sukses atau berpengalaman di hortikultura.
“Sudah seharusnya pelaku agribisnis hortikultura dituntut proaktif dan lebih agresif lagi, baik dalam merespon dinamika pasar maupun memperjuangkan kepentingannya terkait dengan layanan publik pemerintah,” jelas Pramono, Ketua Kelompok Tani Makmur Abadi, juga dari Batu, Jatim.
Selanjutnya Dirjen berharap, pelaku usaha mau bersatu dan bekerja sama saling mendukung dalam menghadapi permasalahan persaingan pasar. Ini dapat dituangkan dalam bentuk kelembagaan usaha rantai pasokan yang efisien.
Sementara itu, Muchjidin Rahmat, Direktur Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka, Ditjen Hortikultura, menambahkan, manajemen rantai pasokan memungkinkan terbangunnya suatu keterpaduan mulai dari kegiatan di bidang budidaya, distribusi sampai ke pasar (konsumen). Persaingan dagang antarnegara pada hakekatnya adalah persaingan antar-rantai pasokan yang terbangun. Ia mengutarakan, melalui pertemuan ini kita harus mengkonsolidasikan diri dan bersatu untuk membangun membangun rantai pasokan masing-masing sesuai komoditas dan tujuan pasarnya.
Butuh Kohesi dan Integrasi
Dengan terbangunnya rantai pasokan yang solid, persoalan yang sering muncul mulai dari kurangnya jaminan pasar dan harga bagi petani serta kurangnya jaminan pasokan dan harga bagi pedagang/eksportir bisa teratasi. Membangun rantai pasokan yang kuat harus dilandasi rasa saling membutuhkan dan saling ketergantungan sehingga manfaat yang diperoleh dinikmati bersama. “Apabila kita bersaing sendiri di lingkungan internal, energi yang kita punya habis sehingga kita tidak mempunyai daya saing keluar,” tambah Dimyati.
Dari sisi kelembagaan, membangun rantai pasokan pada hakekatnya membangun kelembagaan agribisnis yang kohesi secara horisontal dan terintegrasi secara vertikal. Kohesi secara horisontal dilakukan dengan membangun kelembagaan yang menyatukan antarpetani dalam kelompok tani dan selanjutnya antara kelompok tani dalam gabungan kelompok tani.
Selanjutnya perlu pula dibangun integrasi secara vertikal antara gapoktan (bidang budidaya) dengan pedagang, pengusaha pengolahan, dan eksportir. Bentuk integrasi usaha di antara pelaku tersebut dituangkan dalam kemitraan yang transparan. “Apabila dibangun kemitraan dengan kesadaran saling membutuhkan dan ketergantungan yang akhirnya saling memelihara serta masing-masing bekerja di bidangnya secara efiisien, maka akan terbangun suatu rantai pasokan yang efisien,” jelas Muchjidin.
Bentuk kohesi di antara usaha sejenis seperti di antara kelompok tani atau gapoktan di bidang budidaya ataupun di antara pedagang atau eksportir diwujudkan dalam bentuk terbangunnya asosiasi-asosiasi, baik asosiasi atas dasar komoditas, asosiasi atas dasar bidang usaha sejenis maupun asosiasi berdasarkan wilayah seperti kabupaten atau kota, provinsi atau nasional.
Pada acara tersebut berkumpul para jawara hortikultura di bidangnya masing-masing. Ada yang pakar di bidang usahatani produksi, ada yang bergerak di bidang pemasaran dan ekspor, ada pula yang bergerak di pengolahan. Di antara mereka pastilah saling membutuhkan dan mungkin belum saling mengenal. Sehingga dalam kesempatan ini mereka bisa berinteraksi dan selanjutnya membangun kesepakatan dan jejaring bersama dalam rangka kepentingan pelaku dan pengembangan hortikultura nasional.
Yan Suhendar