Selasa, 25 Nopember 2008

Dongkrak Produksi dengan Apartemen Bambu

Dengan pemberian tempat berlindung (shelter) dari bilah bambu, udang hidup nyaman  sehingga produksi udang galah konsumsi dapat ditingkatkan.

Udang galah (Macrobrachium rosenbergii) tergolong komoditas perikanan air tawar bernilai ekonomis tinggi. Harga udang konsumsi di tingkat petani saat ini berkisar Rp40.000– Rp50.000 per kg, jauh lebih tinggi dibandingkan  gurami misalnya yang rata-rata Rp25.000 per kg. Permintaan udang galah segar juga relatif stabil, baik untuk konsumsi rumahtangga maupun rumah makan penyedia hidangan berbahan utama ikan.

Sayangnya, tingkat produktivitas budidaya udang air tawar yang dijuluki giant freshwater prawn ini masih relatif rendah. Udang galah umumnya dipelihara dengan padat tebar 10 ekor per m2. Setelah dipelihara selama enam bulan dalam kolam seluas 1.000 m2, diperoleh panen udang rata-rata 150 kg dengan size 30 ekor per kg. Artinya, produktivitas udang yang lengan kirinya mirip galah ini berkisar 1,5 ton per ha.

Berawal dari Daun Kelapa

Hal inilah yang mengganggu pikiran seorang Fauzan Ali, peneliti LIPI Cibinong, Bogor, yang meneliti udang galah sejak 1989. Menurutnya, produksi udang galah selalu mentok meskipun petani menambah padat tebar hingga 30 ekor per m2. Padahal, petani telah memperbaiki konstruksi kolam, memupuk, dan memberi pakan buatan. Alhasil,  “Peningkatan padat tebar pada usaha budidaya udang galah tidak selalu memberikan peningkatan produksi seperti yang diharapkan,” ujar Fauzan.

Masih menurut Fauzan, penyebab mandeknya produksi antara lain, udang galah tergolong hewan air yang lebih banyak hidup di kolom air bagian bawah, punya sifat teritorial, dan kanibal. Luasan kolam air yang terbatas menyebabkan sesama udang bersaing keras memperebutkan wilayah teritorialnya. Pemenangnya tentu udang yang kuat atau besar, sedangkan si lemah akan tersingkir atau mati akibat kanibalisme.

Hal itulah yang menyebabkan tingkat kematian udang galah menjadi tinggi dan produktivitas tidak pernah beranjak naik. Di tengah kegundahannya mencari solusi, Fauzan yang membina petani udang galah di empat kecamatan di wilayah Bogor, sempat memperhatikan penggunaan daun kelapa kering oleh para petani setempat. Fungsinya sebagai tempat bertengger dan berlindung udang-udang kecil. 

Praktik itu menimbulkan ide untuk membuat pelindung (shelter) udang yang lebih permanen. Doktor lulusan Kagoshima University tahun 2000 ini kemudian membuat pelindung udang dari bilah-bilah bambu yang diikat satu sama lain yang disebutnya apartemen. “Disebut apartemen karena bentuknya menyerupai kerangka sebuah rumah susun  tanpa dinding, lantai, dan atap,” jelasnya.

Dalam satu perangkat apartemen, terdapat sekat atau bilik yang merupakan tempat tinggal tambahan yang nyaman bagi udang. Akibatnya, terjadi peningkatan ruang yang bisa ditempati udang. Selain itu, apartemen juga berfungsi sebagai tempat berlindung saat udang berganti kulit (moulting). Dengan dua keuntungan tersebut, padat tebar bisa ditingkatkan dan kanibalisme dapat ditekan.

Dua Kali Lipat

Budidaya udang galah dengan apartemen ini kemudian diujicoba di Laboratorium LIPI sebelum disosialisasikan kepada petani binaan. Untuk pentokolan, ukuran sekat bambu yang digunakan adalah 5 cm x 5 cm x 5 cm, sedangkan pembesaran, dan produksi calon induk 20 cm x 20 cm x 20 cm. Ukuran kolamnya 2 m x 12 m dengan kecepatan arus yang dibantu kincir 9 cm per detik. Dasar kolam diisi tanah setinggi 10 cm dan pasir setinggi 2 cm, serta pupuk kandang.

Di tingkat petani, budidaya udang galah dimulai dari perbaikan konstruksi kolam dan pembuatan selokan di tengah dan kobakan di dekat saluran pembuangan untuk memudahkan panen. Tahap selanjutnya adalah pengolahan tanah, pemupukan, dan pengisian air sedalam satu meter. Apartemen bertingkat lima dengan sekat ukuran 20 cm x 20 cm x 20 cm kemudian dimasukkan ke dalam kolam dan mengisi 75% dari luas kolam.

Dua minggu setelah pemupukan, benur udang galah ukuran satu cm ditebar sebanyak 30 ekor per m2 atau 15.000 ekor per kolam seluas 500 m2. Udang diberi pakan pellet tenggelam secukupnya pada awal pemeliharaan. Setelah 5–7 minggu, udang disampling dan pemberian pakan ditentukan dari hasil sampling. Dalam waktu 24 minggu (6 bulan), jumlah udang yang dapat dipanen kurang lebih 350 kg atau dua kali lipat lebih banyak ketimbang budidaya tanpa apartemen. 

Enny Purbani T.

Boks.

 

 

                                   Analisis Usaha Pembesaran Udang Galah

                                                 (Satu Siklus = 6 Bulan)

Biaya:

Pembuatan 10 buah apartemen

(bambu, tali, ongkos tukang)

Rp11.000.000, bisa dipakai dua siklus                     Rp  5.500.000

Sewa lahan  500 m2/siklus                                      Rp     500.000

Benih udang galah

30 ekor x 500 m = 15.000 ekor x Rp50                     Rp     750.000

Pakan

600 kg x Rp6.000                                                   Rp  3.600.000

Pupuk kompos

500 kg x Rp1.000                                                   Rp     500.000

Pengolahan kolam                                                  Rp     100.000

Peralatan (ember, seser, dsb)                                 Rp       50.000

                                                                             -----------------

                                                       Jumlah            Rp11.000.000

 

Pendapatan:

Panen   350 kg x Rp50.000                                      Rp17.500.000

 

Keuntungan :

Biaya – Pendapatan (Rp17.500.000 - Rp11.000.000)  Rp  6.500.000

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain