Senin, 10 Nopember 2008

Krisis Ekonomi Mengubah Gaya Hidup

Kajian dari Komisi Perikanan FAO, yang dirilis Oktober 2008, menyebutkan, dalam 25 tahun ke depan, produksi budidaya perikanan/kelautan harus ditambah 28,8 juta ton lagi. Ini demi menjamin konsumsi ikan 16,7 kg per kapita. Pada 2006, dunia sudah mengonsumsi 110,4 juta ton ikan, hampir setengahnya, 51,7 juta ton, berasal dari budidaya. Pada 2030, populasi dunia diperkirakan 8,32 miliar orang. Apabila hasil perikanan tangkap tidak beranjak naik (92 juta ton pada 2006) dan bahan pangan non-ikan juga konstan  (33,3 juta ton, 2006), maka pada 2030 produksi akuakultur harus digenjot menjadi 80,5 juta ton.

Gaya hidup sehat masyarakat dunia sudah mengonsumsi makanan rendah lemak, rendah kolesterol, tapi berprotein tinggi. Maka pilihannya tentu ke ikan. Konsumsi dunia (per kapita) makan ikan berkembang bagus dalam empat dasawarsa terakhir. Dari rata-rata 11,5 kg pada 1970-an, menjadi 12,5 kg pada 1980-an, lalu 14,4 kg pada 1990-an. Semakin meningkat menjadi 16,7 kg pada 2006. Kontribusi perikanan budidaya mencapai 47% (2006) dari pangan ikan dunia.

Paparan dari badan pertanian dan pangan PBB itu tentu memberi prospek cerah bagi Indonesia yang punya 12 jenis komoditas perikanan budidaya yang disukai masyarakat dunia.  Produksi komoditas utama perikanan budidaya itu (antara lain: patin, rumput laut, nila, gurami, bandeng, lele, kerapu, ikan mas, udang, kakap, kepiting) diramalkan akan mencapai 7,394 juta ton pada 2009. Melonjak dari total 2,163 juta ton lebih pada 2005. Sampai Agustus 2008, nilai ekspor hasil perikanan Indonesia ke AS adalah US$580 juta, ke negara-negara Uni Eropa US$240 juta, dan ke Jepang US$430 juta.

Namun gambaran yang cerah itu mendadak tertutup mendung krisis keuangan global. Krisis yang meledak di AS dan menjalar ke Eropa dan bagian dunia lainnya, diyakini  berdampak langsung pada sektor riil, termasuk perikanan. Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan memperkirakan, sementara dampak krisis akan mempengaruhi kinerja ekspor hasil perikanan Indonesia sekitar 10%—15%. Tapi, bukankah setiap kesulitan akan membawa hikmah? “Every cloud has a silver lining”, di balik mendung selalu ada cercah cahaya.

Contohnya, produsen udang terbesar dunia PT Central Proteinaprima Tbk (CP Prima) yang menyatakan ekspornya ke AS tetap terjaga, karena krisis ternyata mengubah gaya hidup konsumen di sana. Dari tadinya gemar makan di restoran, kini lebih suka menghabiskan waktu bersama keluarga di rumah dan masak sendiri. Mereka belanja bahan pangan di pasar swalayan, dan sektor retail ini adalah pembeli besar udang beku CP Prima. Masyarakat AS masih punya daya beli kuat (minimal untuk kebutuhan primer) karena ditopang tunjangan sosial (social security).

Jepang dan negara-negara makmur di Eropa juga tujuan utama komoditas perikanan Indonesia. Kalau mereka juga menjadi suka makan masakan sendiri, maka udang dan fillet ikan yang paling praktis. Dan ini positif untuk menjaga, atau malah meningkatkan ekspor produk perikanan kita.

Contoh lainnya, ternyata patin (pangasius) budidaya Vietnam menikmati kenaikan sampai 20% setahun di pasar domestik. Ini terjadi setelah merebaknya flu burung, masyarakat mengganti asupan protein dari ayam ke ikan. Gaya Vietnam ini seharusnya menggugah kita. Akuakultur di sana hanya berkembang di dua sungai, sebelas danau, dan perairan pesisir di lepas pantainya yang 3.444 km. Populasi Vietnam 86 juta jiwa. Bandingkan,  alangkah digdayanya perikanan Indonesia dari puluhan sungai, danau dan waduk, serta sepanjang 55.000 km pesisirnya. Pasar domestik kita 230 juta orang.

Kita punya kekuatan dan potensi untuk membangkitkan ekonomi dari berbagai komoditas ekspor unggulan, apalagi dengan membuka pasar pasar baru di Timur Tengah dan Eropa Timur. Tapi adalah lebih jitu kalau pasar dalam negeri kita bangkitkan. Pemerintah membangun prasarana pelayaran antarpulau, dermaga, jalan dan jembatan,  menyediakan tenaga penyuluhan dan kemudahan kredit. Swasta besar berinvestasi pada pabrik pengolahan, bilik dan kapal pendingin, laboratorium dan balai pemuliaan. Dibangun agroindustri untuk mendapatkan nilai tambah. Ada jutaan pembudidaya bisa direkrut di sungai sungai, danau, waduk di pulau pulau nusantara kita.

Daud Sinjal

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain