Ketersediaan benih jadi kendala dalam budidaya gurami. Kombinasi pemeliharaan di dalam dan di luar ruang dapat memacu produksi benih dengan biaya terjangkau.
Gurami yang bercitarasa gurih sesuai dengan lidah orang Indonesia. Tak heran jika ikan air tawar ini tetap jadi primadona bagi penggemar masakan berbahan baku ikan. Ikan air tawar bernama ilmiah Osphronemus gouramy ini telah lama dibudidayakan, khususnya di Jabar, Jateng, Jatim, dan Sumbar. Sebaran ikan yang juga disebut giant gouramy itu pun cukup luas, hingga ke Malaysia, Filipina, Thailand, Jepang, dan Australia.
Kegiatan budidaya gurami telah memberikan kesempatan usaha bagi banyak penduduk Indonesia, khususnya di kawasan pedesaan. Melihat kecenderungan pembenihan gurami yang sebagian besar dikembangkan di pedesaan, maka sistem pembenihan yang sederhana dalam hal sarana, teknik penanganan, dan pendanaan tapi menguntungkan, sangat dinanti para pembudidaya gurami.
Indoor dan Outdoor
Gurami tergolong ikan dengan jumlah telur (fekunditas) rendah. Strain gurami cukup banyak, yang dikenal luas masyarakat Indonesia antara lain, gurami angsa atau soang, bluesafir, paris, bastar, porselen, dan jepun. Gurami porselen bisa menghasilkan telur hingga 10.000 butir sekali pemijahan, wajar jika gurami ini paling banyak dibudidayakan petani. Berbeda dengan jenis gurami lainnya, seperti bastar, yang jumlah telurnya hanya 2.000–3.000 butir.
Kelangsungan hidup benih gurami makin rendah jika langsung dipelihara di kolam. Ukuran benih yang relatif kecil menyebabkan mudah dimangsa ular air, katak, dan serangga air. Tingkat kematian benih yang tinggi dan kurang tersedianya pakan yang sesuai menjadi hambatan bagi sebagian pembenih gurami.
Lebih lanjutnya mengenai liputan ini baca di Tabloid AGRINA versi Cetak volume 4 Edisi No. 88 yang terbit pada Rabu, 15 Oktober 2008.