Bom waktu tentang padi varietas Super Toy yang dikhawatirkan sejak Juni lalu kini meledak. Pemberitaan kian meluas merambah ke soal politis.
AGRINA memuat tentang ketidakberesan padi Super Toy pada edisi 80, Juni 2008. Mengutip sumber Centra for Food Energy and Waters Studies atau Cefews, sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) di bawah naungan Gerakan Indonesia bersatu (GIB) di harian Kedaulatan Rakyat 3 Desember 2007, padi ini bisa menghasilkan 45 ton per hektar (ha) gabah kering giling (GKG). Sekali tanam, panen tiga kali: panen pertama 14,6 ton per ha, panen kedua dari ratun (singgang) pertama 19 ton per ha, dan panen ketiga dari ratun kedua turun menjadi 11,2 ton per ha GKG. Faktanya, produksi Super Toy awal September ini, yang berarti ratun pertama, di Grabag, Purworejo, sangat jauh dari “janji” tersebut. Petani pun berang dan membakar tanaman padinya.
Sifat-sifat Varietas Lama
Dibandingkan padi varietas unggul baru (VUB) yang banyak ditanam petani sekarang ini, seperti Ciherang dan IR64, memang pertanaman Super Toy kelihatan lebih kokoh, tinggi, daun panjang lebar dan rimbun. Wajar bagi orang yang awam tanaman padi menganggap produktivitas Super Toy bakal lebih tinggi dari VUB yang ada. Apalagi bila dilihat pada waktu menjelang panen, yang kelihatan hanya malai nan menguning dan menjulang tinggi karena tangkai malainya panjang, serta daun bendera dan daun lainnya terkulai, seperti yang terlihat pada panen 17 April 2008 oleh Presiden SBY. Hal inilah yang mungkin menjadikan ”penemu” Super Toy dan PT Sarana Harapan Indpopangan (SHI) sangat antusias, tanpa menoleh ke kanan dan ke kiri, untuk mengembangkannya di beberapa daerah.
Lebih lanjutnya mengenai liputan ini baca di Tabloid AGRINA versi Cetak volume 4 Edisi No. 87 yang terbit pada Rabu, 17 September 2008.