Melalui kerja sama perdagangan, soal penurunan pos tarif bea masuk beberapa komoditas, khususnya daging dan susu, mendapatkan tanggapan pro dan kontra.
Rencana pemerintah menurunkan tarif bea masuk daging dan susu dari Australia dan Selandia Baru menjadi 0% dari 5% yang berlaku selama ini telah menimbulkan kegelisahan pelaku usaha peternakan. Menurut mereka, ini akan mendistorsi harga komoditas tersebut di dalam negeri. Penurunan tarif bea masuk itu menyusul sedang dilakukannya perjanjian perdagangan bebas Asean - Australia - Selandia Baru (free trade agreement/FTA).
Yudi Guntara Noor, Ketua PB Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) mengatakan, daging dan susu merupakan komoditas yang akan dimasukkan ke dalam pos tarif perjanjian Asean—FTA. Kedua negara tersebut mengusulkan agar tarif bea masuk daging dan susu diturunkan menjadi 0%.
Menolak Tegas
Yudi berpendapat, daging yang diimpor Indonesia selama ini sebagian besar berupa offal alias jeroan (sekitar 70%). Di negara asalnya jeroan bukan produk yang lumrah diperdagangkan (tradable) sehingga harganya sangat murah. Sedangkan di dalam negeri dijual sebagai subtitusi daging untuk makanan olahan sehingga mendistorsi harga daging sapi.
“Jika semangatnya meningkatkan kesejahteraan peternak, maka solusinya adalah meningkatkan bea masuk atau melarang aspek kehalalannya juga, bukan malah menurunkan bea masuknya,” sergah Yudi yang juga pengusaha penggemukan sapi potong..
Begitu pula dengan susu. Selama ini masih banyak yang membandingkan susu lokal (full cream) dengan impor susu tanpa lemak (skim milk powder). Walaupun saat ini harga susu di tingkat peternak meningkat, tetapi harga pakan pun meningkat, apalagi biaya kebutuhan hidup juga naik. “Pertanyaannya, apakah harga susu sudah layak, sudah sesuai tingginya dengan harga susu dunia? Jika belum, maka bea masuk yang saat ini berlaku pun sudah sangat rendah. Untuk menunjukkan keberpihakan terhadap peternak sapi perah, kita menolak tegas jika bea masuk impor daging dan susu menjadi 0%,” ucap alumnus Fakultas Peternakan Unpad ini.
Lebih lanjutnya mengenai liputan ini baca di Tabloid AGRINA versi Cetak volume 4 Edisi No. 86 yang terbit pada Rabu, 3 September 2008.