Selasa, 19 Agustus 2008

Anyar, Dua Varietas Kentang untuk Keripik

Selama ini produksi keripik kentang di dalam negeri masih mengandalkan bahan baku  impor. Karena itu dilepasnya dua varietas kentang baru yang cocok untuk dibuat keripik memberi peluang menekan impor.

Di Indonesia kentang salah satu komoditas yang mendapat prioritas pengembangan karena potensial sebagai sumber karbohidrat dalam ragka diverifikasi pangan dan sumber devisa. Kentang umumnya dibudidayakan di daerah berketinggian di atas 1.000 m di atas permukaan laut (dpl) yang bertemperatur udara relatif rendah. Hal itu disebabkan tanaman kentang berasal dari daerah subtropis sehingga butuh penyesuaian dengan iklim daerah asalnya.

Sampai saat ini Granola masih satu-satunya varietas yang mendominasi produksi kentang di Indonesia dengan cakupan areal tanam 80%—90%. Varietas ini menjadi pilihan petani lantaran berdaya hasil tinggi, berumur pendek, dan daya adaptasinya luas. Namun varietas ini tidak memenuhi syarat sebagai bahan baku industri keripik (chips).

Sampai sekarang, bahan baku untuk industri, terutama keripik, menggunakan varietas Atlantik karena mutu olahnya baik. Sebagian besar kebutuhan bahan baku industri keripik kentang masih diimpor sebab produksi dalam negeri hanya mampu menyuplai 25% dari kebutuhan. Tak pelak keadaan ini menyebabkan tidak berkembangnya industri makanan olahan kentang di Indonesia.

Dua Varietas Baru

Bahan baku kentang olahan harus memenuhi syarat umbinya mengandung gula kurang dari 0,05%, berat kering minimal 20%, dan berat jenisnya 1,07. Varietas kentang olahan yang dapat beradaptasi dengan baik pada iklim Indonesia masih sangat sedikit. Jenis kentang olahan memerlukan syarat kualitas olah, di antaranya ukuran umbi sesuai yang dikehendaki, kandungan gula rendah, kandungan pati tinggi, dan berat jenis tinggi. 

Kandungan gula tinggi (>0,05%) akan menghasilkan warna keripik yang cokelat. Bila berat keringnya kurang dari 20% menghasilkan keripik yang lembek dan tidak renyah. Karena itu diperlukan varietas yang cocok untuk olahan dan dapat beradaptasi di Indonesia. Sayangnya, penciptaan suatu varietas melalui hibridisasi memerlukan waktu cukup lama, 4—6 tahun.

Mutu morfologis umbi kentang dipengaruhi beberapa faktor, antara lain bentuk, ukuran umbi, warna kulit, kedalaman dan banyaknya mata. Selain itu kesehatan umbi kentang juga mempengaruhi mutunya. Umbi yang baik harus bebas dari kerusakan (hama, penyakit, mekanis, dan busuk). Umbi pun mesti terhindar dari terbentuknya warna hijau pada kulit atau terbentuknya rancun alkaloid solanine dan bebas rasa pahit, serta harus dipanen pada saat yang tepat .

Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Tabloid AGRINA versi Cetak volume 4 Edisi No. 85 yang terbit pada Rabu, 20 Agustus 2008.

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain