Hampir seluruh kapas untuk bahan baku tekstil saat ini masih dipenuhi dengan produk impor. Padahal tanaman kapas dapat dikembangkan di tanah air.
Besarnya kebutuhan kapas bagi industri tekstil menuntut peran aktif industri ini untuk ikut mengembangkan perkebunan kapas di dalam negeri sehingga pengadaan bahan baku utama mereka tidak tergantung impor. Demikian imbauan Dirjen Perkebunan, Deptan, Achmad Mangga Barani. Lagi pula, tambah Dirjen, dengan partisipasinya industri tekstil dalam pengembangan kapas akan mempercepat mengurangi ketergantungan pada impor pada skala nasional.
Berdasarkan data Ditjen Perkebunan, saat ini kebutuhan kapas nasional sebanyak 550 ribu ton per tahun, baru sekitar 5.000 ton yang mampu dipenuhi oleh produksi nasional. Sedangkan sebagian besar lainnya dipasok dari diimpor.
Selama ini kapas dikebunkan petani dengan skala kecil. Dengan masuknya investasi perusahaan industri tekstil mengembangkan perkebunan kapas diharapkan berskala besar. Namun pagi-pagi Mangga Barani sudah mengingatkan, “Meskipun industri tekstil nantinya bisa mengembangkan perkebunan kapas sendiri, namun tetap harus menggandeng petani sebagai plasma, sedangkan perusahaan akan menjadi inti.”
Agar industri tekstil tertarik mengembangkan kapas, pemerintah akan memberikan insentif berupa kemudahan dalam perizinan lahan. Selain itu, tambah Dirjen, mereka juga akan mendapat kerjasama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian untuk pelatihannya. Tidak seperti perkebunan rakyat yang mendapat bantuan subsidi benih kapas, industri tidak akan memperolehnya.
Sejauh ini, menurut Dirjenbun, baru ada satu industri tekstil yang mengembangkan perkebunan kapas sendiri, yakni PT Adetex Agroindustri di Nusatenggara Timur. Perusahaan tersebut menanam kapas seluas 8.000 ha yang 3.000 ha masih menggunakan varietas Kanesia-8.
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Tabloid AGRINA versi Cetak volume 4 Edisi No. 85 yang terbit pada Rabu, 20 Agustus 2008.