Jumlah kehilangan butir buah sawit (brondolan) dari tandannya saat panen harus dikelola dengan baik karena dapat menimbulkan kerugian cukup signifikan.
Standar kehilangan brondolan yang baik, maksimal 3 butir per tandan. Untuk mencapai standar itu, pengelola kebun bisa mempekerjakan geng khusus buat mengutip brondolan. Sistem ini memang bukan sistem baru karena sudah biasa diterapkan saat panen puncak berlangsung. Namun biasanya tidak konsisten. Ketika puncak panen berlalu, berlalu pula geng ini dari kebun. Pertanyaannya, apa sih untungnya mempekerjakan geng tersebut padahal upahnya lebih mahal ketimbang pemanen?
Hitung-hitungan
Geng khusus menerima upah Rp100 per kg, sedangkan pemanen lebih murah, Rp70 per kg. Selain geng khusus dan pemanen, ada pula kebun yang menggunakan tenaga harian. Pada saat puncak panen, kapasitas kutip berkisar 250—300 kg (10—12 karung) per hari kerja. Ketika tidak pas puncak panen, kapasitasnya menurun sehingga pendapatan mereka pun turun. Jadi, kebanyakan para buruh harian ini mencari pekerjaan lain dengan upah yang lebih besar.
Berdasarkan pengalaman di kebun, bila brondolan dikutip geng khusus, kapasitas pemanen meningkat 0,5 ton, yaitu dari 1,6 ton menjadi 2,1 ton per hari. Ini akan berdampak pada penghematan tenaga panen 27 orang. Hitungannya sebagai berikut.
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Tabloid AGRINA versi Cetak volume 4 Edisi No. 85 yang terbit pada Rabu, 20 Agustus 2008.