Kendala utama peningkatan produksi kentang adalah ketersediaan benih unggul bersertifikat.
Berdasar data Ditjen Hortikultura, Deptan, kebutuhan benih kentang pada 2007 mencapai 30 ribu ton. Namun sejauh ini ketersediaan benih unggul hanya 1.500 ton. Kondisi ini menjadi hambatan utama dalam meningkatkan produksi kentang dalam negeri.
“Benih unggul bersertifikat maksimal baru tersedia 5% dari kebutuhan total benih ketang. Selebihnya, petani menggunakan benih asalan,” ungkap Dr. Firdaus Kasim, Kepala Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa), Lembang, Bandung, Jabar.
Meski begitu, Indonesia masih tercatat sebagai produsen kentang terbesar di Asia Tenggara. Setiap tahun, negeri ini rata-rata menghasilkan 1 juta ton kentang siap konsumsi. Produksi tersebut dituai dari luasan panen 60 ribu hektar (ha) per tahun. “Peluang peningkatan produksi terbuka lebar, namun terkendala minimnya pasokan benih unggul,” papar Firdaus. Di sisi lain, lanjut dia, konsumsi kentang sebagai salah satu sumber pangan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, terus meningkat. Dari 315 juta ton per tahun produksi kentang dunia, 162 juta ton di antaranya diproduksi di negara berkembang. Untuk masa mendatang, kentang diharapkan menjadi pilihan diversifikasi sumber karbohidrat yang membantu menguatkan ketahanan pangan nasional.
Menyoal keterbatasan benih unggul, memang Balitsa bertugas menyediakan benih sumber kentang untuk diperbanyak oleh penangkar menjadi benih sebar. “Balitsa siap meningkatkan kapasitas produksi benih sumber kentang. Tapi untuk perluasan kebunnya, kami perlu dukungan balai benih dan Ditjen Hortikultura,” harap Firdaus.
Lebih lanjutnya mengenai liputan ini baca di Tabloid AGRINA versi Cetak volume 4 Edisi No. 84 yang terbit pada Rabu, 6 Agustus 2008.