Semua bagian dari tanaman kelapa memang bermanfaat. Tempurung yang tergolong limbah sekali pun masih bisa disulap jadi rupiah.
Dari daging buah kelapa, Prof. Dr. AH Bambang Setiaji, M.Sc, yang juga Direktur PT Tropica Nucifera Industry (TNI), industri kelapa di Yogyakarta, mendapatkan minyak kelapa murni (virgin coconut oil-VCO) dan minyak goreng kelapa. Dari sabutnya, ia memperoleh hiasan, taplak meja, dan berbagai jenis kerajinan tangan. Sedangkan dari limbah tempurungnya dihasilkan briket dan asap cair.
Briket dan Asap Cair
Menurut Drs. Bambang Setiyono, Manajer Produksi PT TNI, 23% hasil pirolisa tempurung akan menghasilkan briket dan yang 50% berupa asap cair. Sedangkan 27% sisanya menguap.
Pirolisa adalah sistem pembakaran tanpa oksigen. Caranya, tempurung dimasukkan ke dalam semacam tabung di dalam tungku, kemudian tabung tersebut dibakar. Panas di dalam tabung membuat tempurung membara dan membakar dirinya sendiri. Tabung tersebut dihubungkan dengan pipa pendingin untuk mengembunkan asap hasil pembakaran. Akumulasi asap yang sudah mengembun akan menetes dan ditampung sebagai asap cair.
Desain dan bahan tungku sangat sederhana. Dindingnya terbuat dari batu bata merah dan perekatnya dari tanah liat. Di dalam pipa pengembun terdapat alur-alur air yang berfungsi mendinginkan asap. Jika sulit membuat alur air, bisa disiasati dengan membuat pipa melingkar-lingkar yang dilewatkan pada drum berisi air. Tungku tersebut berkapasitas 120 kg tempurung sekali bakar dengan suhu pembakaran 450oC selama empat jam.
Setelah itu arang tempurung diangkat dan diangin-anginkan sekitar 12 jam agar dingin. Arang yang baik akan tampak kompak, dan jika dipatahkan akan berbunyi jernih, seperti kaca dijatuhkan di lantai keras. Bekas patahan arang tampak sangat mengkilat. Arang yang baik berasal dari tempurung kelapa tua karena kadar airnya sedikit.
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Tabloid AGRINA versi Cetak volume 4 Edisi No. 81 yang terbit pada Rabu, 25 Juni 2008.