Apa sebenarnya padi Supertoy? Benarkah merupakan hasil perkawinan antara Rojolele dan Pandanwangi, serta berproduksi tinggi?
Harian Kedaulatan Rakyat (KR) edisi 3 Desember 2007 melansir berita tentang padi Varietas Supertoy. Dikatakan, varietas temuan Centre for Food Energy and Waters Studies atau Cefews, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di bawah naungan Gerakan Indonesia bersatu (GIB) ini ditanam sekali dapat dipanen tiga kali.
Disebutkan pula, varietas Supertoy terdiri dari empat jenis, yaitu Supertoy HL 1, Supertoy HL 2, Supertoy HL 3 untuk lahan berpengairan teknis, dan ‘Kencono Wungu’ untuk lahan berpengairan terbatas. Pada panen pertama, padi ini bisa menghasilkan 14,6 ton per ha gabah kering panen (GKP); panen kedua (ratun pertama), 19 ton per ha, dan panen ketiga (ratun kedua) 11,2 ton per ha, sehingga total hasil 45 ton. Saat itu varietas tersebut sedang diujicoba di Kec. Grabag, Kab. Purworejo, Jateng, seluas 103 ha, dan pada 17 April 2008, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berkenan memanennya.
Produksi Rendah
Dari kacamata pemulia tanaman, keunggulan varietas Supertoy itu tidak masuk akal. Penulis sempat mendatangi areal pengujian di Desa Grabag yang ditanami Supertoy dengan bibit berumur lebih sekitar satu bulan. Kondisi dan umur bibit itu mirip betul varietas padi lokal Rojolele.
Pengecekan dilakukan lagi di Dukuh Wonorejo, Desa Gending, Kec. Sanden, Kab. Bantul, Yogyakarta. Di dukuh ini terlihat malai-malai Supertoy yang mirip malai Rojolele. Apalagi setelah menyaksikan pertanaman Supertoy di Dukuh Kranggan yang sedang dipanen dan di sebelahnya ada tanaman ratun (singgang). Tanaman kelihatan tinggi dengan daun hijau muda terkulai, leher malai panjang berwarna keunguan, gabah sedang berbulu, dan beras beraroma wangi.
Menurut seorang petani di Dukuh Kranggan, Supertoy adalah hasil perkawinan Rojolele dengan Pandanwangi. Observasi visual pertanaman yang bulirnya mulai menguning di Grabag, Supertoy juga menunjukkan sifat-sifat Rojolele. Di antaranya, sosok tanaman tinggi (kurang lebih 1,8 m), jadi di lahan yang subur tanaman rebah sehingga beberapa rumpun diikat untuk menjaga supaya tetap tegak. Daun panjang terkulai, tangkai malai panjang berwarna keunguan, malai panjang tapi gabah jarang, gabah sedang, dan agak bulat berbulu. Jumlah anakan produktif per rumpun 10–15 batang, ditanam 2—5 bibit per rumpun, jumlah gabah per malai 126—186 butir. Tanaman akan dipanen dalam umur kurang lebih 5 bulan (150 hari dari semai) atau 4 bulan (120 hari dari tanam).
Padi ini juga disebut disilangkan melalui teknologi enzim dengan pencucian akar. Penyilangan dilakukan dengan menanam kedua tetua secara berdampingan. Enzim yang digunakan sitokinin, giberelin, dan sebagainya.
Hasil panen ubinan di Grabag yang disaksikan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Purworejo hanya menghasilkan 3,2—3,5 kg untuk luasan 10 m2 atau 3,2–3,5 ton per ha gabah kering panen (GKP). Beberapa petani penanam Supertoy merasa rugi lantaran tanamannya roboh. Umurnya panjang, 150 hari, hasil panennya hanya sekitar 3,5 ton per ha, dan gabahnya pun sulit dirontokkan. Lain dengan varietas Ciherang yang biasa mereka tanam. Umurnya lebih pendek, hanya 110–120 hari dari semai, dan hasil panennya dua kali lipat.
Rojolele
Berdasarkan hasil penelusuran dan pengetahuan penulis, disimpulkan varietas Supertoy adalah Rojolele. Rojolele memang mempunyai variasi pada sifat-sifatnya akibat seleksi alam dan seleksi oleh petani. Misalnya, tinggi tanaman, bentuk gabah, panjang bulu, warna batang, tangkai malai dan bulu, umur, dan tingkat aromanya. Tak heran bila ada empat macam Supertoy.
Varietas Rojolele yang disimpan di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi (BB Padi), Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Pertanian (BB Biogen) Bogor, dan Lembaga Penelitian Padi Internasional (IRRI) di Filipina pun menunjukkan perbedaan sifat sehingga diberi nomor aksesi berbeda.
Kesimpulan tersebut diperkuat dengan cara penyilangan untuk menghasilkan Supertoy yang hanya dengan menanam dua tetua berdekatan tanpa proses persilangan, seperti kastrasi penyerbukan dan sebagainya. Padi adalah tanaman menyerbuk sendiri. Penyerbukan sudah terjadi sebelum bunga membuka sehingga sangat kecil peluang terjadi persilangan antara dua tanaman yang dekat. Apalagi kalau umurnya berbeda, tidak akan terjadi penyerbukan. Demikian pula penggunaan enzim pada akar, tidak ada hubungannya sama sekali dengan proses penyilangan.
Persilangan antara dua tetua akan menghasilkan tanaman yang seragam dan memiliki kombinasi sifat-sifat tetuanya, tapi hasil keturunan kedua akan mempunyai sifat-sifat berbeda antarindividu tanaman karena proses segregasi. Karena tanaman padi menyerbuk sendiri, maka sifat-sifat tersebut akan mengalami fiksasi yang perlu waktu lama, lebih dari 10 generasi atau 5 tahun.
Rojolele mempunyai produktivitas rendah, 3—5 ton per ha GKG. Produktivitas ini dapat ditingkatkan dengan pemupukan dan sebagainya supaya malai lebih panjang dan jumlah gabah lebih banyak. Namun dengan batang yang tinggi, tanaman akan rebah karena tidak mampu menyangga beratnya malai. Akibatnya, produksi dan kualitas beras turun, dan hasil panen tidak akan mencapai 10 ton, apalagi 14 ton per ha.
Hasil panen ratun pertama mustahil melebihi pertanaman pertama. Jumlah anakan pada rumpun ratun memang ada yang melebihi pertanaman utama, tetapi jumlah gabah per malainya lebih sedikit dan waktu masak tidak serempak. Penelitian lapang di Jepang, China, India, Amerika Serikat, dan Brasil menunjukkan, hasil ratun pertama sangat bervariasi dengan rata-rata tidak lebih dari 60% hasil pertanaman utama. Karena itu, pertanaman ratun tidak danjurkan kepada petani, di samping pengelolaannya juga tidak mudah. Melihat pertanaman ratun Supertoy di Dusun Kranggan, Sanden, Bantul yang anakannya sedikit, hasilnya diperkirakan kurang dari 4 ton per ha GKG.
Penamaan varietas Supertoy juga tidak sah karena tidak ada SK Mentan. Pemberian nama atau pelepasan suatu varietas ditetapkan Menteri Pertanian atas usulan Tim Penilai dan Pelepasan Varietas Tanaman. Untuk melepas suatu varietas pun harus ada proposal yang berisi tentang bagaimana suatu galur harapan atau calon varietas itu dibentuk, apa tetuanya, kapan disilangkan, tujuan apa, bagaimana metodenya, dan keunggulannya apa dibandingkan varietas-varietas yang sudah ada dari hasil penelitian di laboratorium dan lapang.
Penanaman secara luas dengan menjual benih kepada petani juga menyalahi undang-undang lantaran belum dilepas secara resmi. Program penanaman secara nasional yang direncanakan dengan bantuan kredit dari bank sangat mengkhawatirkan karena petani akan rugi lantaran hasilnya tidak akan mencapai 14–19 ton per ha.
Varietas Supertoy atau Rojolele rentan terhadap hama wereng batang cokelat yang merupakan hama utama padi dan sangat ganas. Ini berpotensi menimbulkan ledakan hama wereng seperti terjadi pada 1970-an sewaktu petani menanam PB5 dan PB 8 yang akhirnya berdampak kerugian nasional sangat besar.
Dr. Buang Abdullah, Pemulia Padi di Bogor