Selama ini kapas ditanam secara monokultur sebagai selingan dengan palawija. Untuk menaikkan pendapatan petani, dicoba pertanaman tumpangsari.
Ramai-ramai isu bahan bakar nabati, khususnya biodiesel dari jarak pagar (Jatropha curcas), Nusatenggara Barat (NTB) sebagai salah satu sentra produksi kapas juga ingin mengembangkannya. Karena itu Pemprov NTB melakukan ujicoba penanaman jarak pagar bersama kapas dalam satu areal atau biasa disebut sistem tumpangsari. Luas areal ujicoba tersebut 2.500 hektar (ha). Beberapa tahun ke depan, luas pertanaman tumpangsari seperti ini ditargetkan sampai 1 juta ha.
Hal itu diungkapkan Abdul Malik, Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Sekretariat Daerah Pemprov NTB. Menurutnya, pengembangan jarak pagar berbarengan dengan kapas diharapkan memberikan nilai ekonomi tinggi. ''Dengan penanaman kapas yang mendapat subsidi dari pemerintah pusat, petani akan mendapatkan keuntungan lebih besar,'' ucapnya.
Bapak Angkat
Untuk menampung hasil panen petani, masih menurut Abdul Malik, PT Nusa Farm di NTB bersedia menjadi bapak angkat bagi petani yang menanam kapas. Perusahaan ini akan membeli kapas produksi petani sesuai standar harga pemerintah.
Selain itu, PT Natatex di Sumedang (Jabar) juga berkomitmen menampung berapa pun produksi kapas dari NTB. “Yang menggembirakan Natatex telah menandatangani MoU (nota kesepahaman) dengan Pemprov NTB tentang pengadaan benih kapas bermutu tinggi dengan produktivitas dua kali lipat dari yang dihasilkan di NTB sekarang,” tambah Shahabuddin Sadar, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi NTB.
Shahabudin menambahkan, Pemprov NTB akan memanfaatkan peluang ini sebaik-baiknya. Apalagi melihat 97% kebutuhan kapas nasional masih diimpor dan hanya 3% yang dipasok kapas lokal. “Dinas Perkebunan NTB agar segera mengambil langkah-langkah guna menindaklanjuti pengembangan tanaman kapas ini,” tegasnya.
Lebih lanjutnya mengenai liputan ini baca di Tabloid AGRINA versi Cetak volume 4 Edisi No. 80 yang terbit pada Rabu, 11 Juni 2008.