Kebanyakan anak muda sekarang mengidamkan bekerja di depan komputer dalam ruang berpendingin. Hanya sedikit dari mereka yang memilih berkiprah di lapangan.
Tak dipungkiri bekerja di lapangan di bawah terik matahari, apalagi bergelut dengan sapi, pastinya bukan impian pemuda umumnya. Ditambah kerepotan memberi pencerahan petani awam menjadi tantangan besar. Meski menuntut ilmu di bidang pertanian, banyak sarjana “murtad” dan memilih bekerja kantoran.
Entah apa yang ada di benak Duta Setiawan, begitu nama lengkapnya. Bermodal nyali dan mental pengabdian, dia memilih pinggiran Bekasi sebagai targetnya. Lokasi yang berbatasan dengan Kab Karawang ini terkenal sebagai lumbung padi, tanpa pernah ada sejarah peternakan sapi. Namun itulah kejelian dan kunci sukses pemuda 25 tahun ini dalam membuka cakrawala petani.
Jerami Berlimpah
Duta tertarik mengikuti program pemerintah dalam percepatan swasembada daging sapi 2010. Salah satu langkah pemerintah dalam program itu adalah mengirim para sarjana ke beberapa daerah guna mengembangkan peternakan secara terpadu. Pemerintah membekali setiap intelektual muda sebanyak Rp300 juta.
Pria asli Madiun, Jatim, ini memilih Desa Karangpatri, Kec. Pebayoran, Bekasi sebagai wilayah pengembangan ternak karena ketersediaan pakan begitu berlimpah. Memang jika berkunjung ke Karangpatri, sejauh mata memandang yang terlihat hanyalah hamparan sawah. Masalah timbul setelah panen, tumpukan jerami menggunung tanpa tahu harus diapakan. Petani umumnya hanya membakarnya jerami tersebut.
Duta melihat jerami dapat dijadikan salah satu alternatif pakan sapi. “Sekitar 70% dari kebutuhan pakan dapat dipenuhi dari jerami. Di sini berlimpah dan gratis,” ungkapnya. Dia melakukan pembinaan kelompok, manajemen produksi, penanganan limbah dan pemanfaatannya serta pemasaran.
Lebih lanjutnya mengenai liputan ini baca di Tabloid AGRINA versi Cetak volume 4 Edisi No. 79 yang terbit pada Rabu, 28 Mei 2008.