Daripada menunggu kebun kopinya dipanen setahun sekali, petani memanfaatkan sela-sela pohon untuk bertanam nilam. Budidayanya mudah, untungnya sewangi minyaknya.
Memasuki Dusun Kampung Selang, Desa Baturetno, Kec. Dampit, Kab. Malang sepanjang jalan hingga pekarangan rumah penduduk terlihat penuh tanaman nilam (Pogostemon patchouli atau P. cablin). Sudah jadi pemandangan umum pula daun-daun nilam dijemur di pekarangan. Pun di kebun-kebun kopi milik penduduk, penghasil minyak asiri itu juga menjadi tanaman tumpangsari.
Asal-muasal nilam di daerah tersebut diungkap Misjam Abadi, Ketua Kelompok Tani Bumi Subur. “Saya tanam kopi. Kopi itu hasilnya setahun sekali, tiap bulan sepuluh (Oktober). Saya pernah coba tanam pisang gagal kena virus. Nah, terus ada nilam yang ternyata bisa meningkatkan pendapatan,” tuturnya ketika ditemui AGRINA di rumahnya.
Dulu Diragukan, Sekarang Dicari
Sejarah nilam di sana, menurut Misjam, dimulai dengan pengenalan tanaman itu kepadanya enam tahun silam oleh staf Dinas Pertanian setempat. Waktu itu ia masih ragu. “Jangan-jangan nilam dicampur kopi, nanti kopinya rusak, nggak payu (laku, Red.). Ternyata tidak begitu. Dua-duanya sama baiknya,” cerita dia.
Lebih lanjutnya mengenai liputan ini baca di Tabloid AGRINA versi Cetak volume 4 Edisi No. 78 yang terbit pada Rabu, 14 Mei 2008.