Memelihara gurami di kolam tanah atau beton, mungkin sudah banyak yang mencoba. Bagaimana kalau di kolam terpal?
Bagi Anda yang mempunyai lahan yang kurang dapat menahan air alias porous, kolam terpal bisa jadi sebuah solusi tepat untuk memelihara ikan. Wagiran, petani ikan di Desa Toyan, Kel. Triharjo, Kec. Wates, Kab. Kulon Progo, Yogyakarta, telah membuktikannya. Meskipun airnya tidak mengalir, kolam terpal dapat dimanfaatkan untuk memelihara gurami, mulai dari pemijahan, penetasan, pendederan, hingga pembesaran.
Pentingnya Penyiponan
Penggunaan kolam terpal dalam budidaya ikan memberikan beberapa keuntungan, yaitu gampang dikeringkan, dibersihkan, dan dipanen. Selain itu, gurami yang dihasilkan pun tidak berbau lumpur. Ini yang menyebabkan gurami dari kolam terpal lebih disukai pedagang maupun konsumen.
Kunci keberhasilan budidaya gurami dengan kolam terpal adalah kedisiplinan dalam membersihkan dasar kolam (menyipon) dan pemberian sekam padi sebagai alas terpal. Selain itu, probiotik, garam, dan ketersediaan tetes (molase) dalam pendederan juga tidak boleh ditinggalkan.
Penyiponan adalah suatu keharusan karena tanpa tanah dasar, kotoran tidak mungkin bisa terurai sehingga harus dikeluarkan, minimal 30 hari sekali, “Jika telat menyipon, gurami berbobot tujuh ons saja bisa habis,” tegas ayah satu anak ini. Menurut Wagiran, meskipun waktu panen tinggal menghitung hari, kalau waktunya disipon, ya harus dikerjakan. Pembersihan dasar kolam mencukupi bila tinggi air menyusut sekitar 20—30 cm, selanjutnya ditambah air baru sampai ke ketinggian semula.
Wagiran selalu membuat kolam dengan kedalaman air 90—100 cm dan luas 4 m x 8 m karena terpal yang ada di pasaran berukuran 6 m x 10 m. Sisa terpal, sebanyak dua meter digunakan untuk membuat dinding yang tersusun dari batako, batu bata, atau kayu. Namun, menurut pengalaman dia, cara yang paling murah dengan menggali lubang. Biaya pembuatannya hanya sekitar Rp500 ribu per kolam. Ketebalan terpal yang bisa digunakan adalah A5 atau A6 yang mampu bertahan hingga lima tahun.
Kedisiplinan penyiponan dapat meningkatkan kepadatan dengan waktu panen dan berat yang sama. Padat tebar pembesaran gurami di kolam tanah hanya 6 ekor per m3 dengan benih berukuran 250 gram per kg. Pada kolam terpal, Wagiran berani menebar hingga 10 ekor per m3. Menurutnya, pada kolam tanah terjadi penumpukan amonia dan racun sisa pakan di dasar kolam sehingga ikan tidak berani menyelam lebih dalam. Akibatnya, ruang gerak menjadi lebih sempit. Sedangkan pada kolam terpal, kumpulan racun dan amonia dapat diminimalkan dengan penyiponan yang teratur.
Pentingnya Sekam
Penggunaan sekam padi sebagai alas terpal merupakan hasil temuan Wagiran. Sekam berfungsi melindungi ikan dari goncangan suhu, terutama saat musim pancaroba. Selain stres, ikan juga mengeluarkan lebih banyak energi guna melawan hawa dingin. Menurut teori, enam persen cadangan energi dibongkar untuk keperluan tersebut. Alhasil, waktu panen bisa mundur 1—1,5 bulan untuk mendapatkan bobot sama dengan gurami yang dipelihara pada cuaca normal.
Sekam tersebut dihamparkan setebal 10—15 cm di bawah terpal, kemudian dikucuri air seperlunya. Proses dekomposisi sekam akan menghasilkan panas yang dapat merambat ke air kolam hingga ketinggian satu meter. Dengan demikian, suhu air kolam lebih stabil. “Sekam berfungsi sebagai stabilisator,” tegas Wagiran. Sekam bisa bertahan selama lima tahun sehingga penggantiannya bisa berbarengan dengan penggantian terpal.
Proses penyiapan kolam terpal sangat sederhana. Kolam baru atau lama dibersihkan kemudian diisi air setinggi 90 cm. Kolam kemudian ditaburi garam sebagai antimikroorganisme 200 gram per m3 air dan diberi pupuk katalis plankton berupa urea 100 gram per m3 air. Kolam lalu didiamkan selama satu minggu sehingga plankton tumbuh sempurna. Setelah itu benih gurami bisa ditebar.
Kepadatan untuk pemijahan sebanyak satu set per 4 m x 4 m yang terdiri seekor jantan dan lima ekor betina. Tigapuluh hari setelah induk gurami bertelur, kolam disipon diganti airnya secara keseluruhan. Wagiran tidak memberikan dedaunan bergetah putih, seperti pepaya, dalam keadaan segar pada induk guraminya. Berdasarkan pengalamannya, getah putih dapat menyebabkan penurunan daya tetas telur. Sebaliknya, induk diberi daging sapi secukupnya setiap 30 hari yang bermanfaat untuk menambah ketercukupan protein induk. Hasilnya, telur gurami berwarna kuning keemasan dengan daya tetas lebih dari 90%.
Untuk pendederan benih gurami ukuran biji oyong, kepadatannya 5.000 ekor per petak. Dari jumlah itu, dipanen sekitar 4.000 ekor benih ukuran silet sebulan kemudian. Pendederan gurami menghasilkan keuntungan paling besar. Ongkos produksi yang meliputi pakan dan benih per petak hanya sekitar Rp1 juta. Sementara harga benih ukuran silet mencapai Rp650 per ekor sehingga keuntungan mencapai Rp1,5 juta per siklus. Penggunaan molase sangat dibutuhkan dalam pendederan karena mineral yang dikandungnya dapat dimanfaatkan benih untuk bertahan dari goncangan suhu dan pH air. Dosisnya 200 cc per petak.
Jika benih yang ditebar seukuran silet, kepadatannya 1.500 ekor per petak dan dalam waktu 2,5—3 bulan rata-rata diperoleh 1.400 ekor benih ukuran tiga jari. Kalau yang ditebar gurami ukuran tiga jari, kepadatannya sekitar 750—800 ekor per petak. Dengan model pemeliharaan ini, tingkat kematian ikan hanya sekitar 5%. Asalkan, pembudidaya berdisiplin menyipon, melakukan penggaraman, menggunakan probiotik dan molase pada saat pendederan.
Faiz Faza (Yogyakarta)