Berkat IFC, para petani di Sulsel berhasil mendapat kredit modal kerja dari bank.
Kehadiran International Finance Corporation (IFC) di Sulawesi Selatan (Sulsel), membawa berkah bagi petani jagung. Anak perusahaan Bank Dunia ini memfasilitasi petani agar mendapat kredit dari bank komersial seperti Bank Syariah Mandiri dan BRI. “Sebelum difasilitasi IFC, kami sangat susah dapat kredit,’’ kata Abdul Haris, Ketua Kelompok Tani Terang-terang Desa Barammamase, Galesong Selatan, Takalar.
Maklumlah, bank baru mau mengucurkan duitnya kalau petani memiliki jaminan seperti sertifikat tanah. Untuk itu IFC menghubungkan petani dengan Bank Sulsel dan Badan Pertanahan Nasional agar mudah mensertifikatkan tanahnya.
Model Bisnis
Setelah petani memperoleh sertifikat tanah, IFC memfasilitasi model bisnis tri-partit, yaitu kelompok tani, pabrik pengeringan jagung dan pakan ternak, serta bank komersial. Di Sulsel terdapat sekitar 23 pabrik pengeringan jagung, yang 11 di antaranya di Makassar. Berkat dukungan pabrik itu, mutu jagung tetap terjaga dengan harga relatif bagus, sekitar Rp 1.700/kg.
CV Mas Jaya, misalnya, salah satu pabrik pengeringan di Bulukumba. Dengan lahan 1,5 ha dan kapasitas 2.000 ton, pabrik milik H. Malik ini menjadi tempat belajar buat petani. Menurut M. Amin, Manajer Operasi CV Mas Jaya, di sini petani bisa mengetahui cara penentuan mutu jagung, standar mutu yang diinginkan pabrik, sistem pembelian dan pembayaran, peluang kerjasama pembinaan budidaya, pengadaan sarana, dan kontrak pembelian.
Model bisnis seperti ini membuat pasar jagung bagi petani terjamin melalui kontrak dengan pihak pabrikan sehingga bank mau memberi kredit kepada petani. “IFC yang merekomendasikan kepada bank kelompok tani mana yang dianggap telah siap berhubungan dengan bank secara profesional dan telah mendapat bimbingan teknis dan kelembagaan,’’ kata Andi Muh. Amrin, Asisten Marketing Officer Bank Syariah Mandiri Cabang Sulsel.
Pengembalian 100%
Menurut Andi, sejak 2006, pihaknya sudah menyalurkan kredit senilai Rp597 juta kepada 21 kelompok tani dengan bunga 16% per tahun dan waktu pengembalian enam bulan. “Selama penyaluran kredit, belum ada petani yang menunggak,’’ katanya.
Menurut Adam Sack, Country Manager IFC Indonesia, di Sulsel, pihaknya sudah terbukti meningkatkan pendapatan petani, memfasilitasi kredit sarana produksi (seperti benih jagung, pupuk, sewa traktor, pompa air) Rp 2,2 miliar untuk 570 petani selama lima musim tanam dengan tingkat pengembalian 100%. “Hasil positif tersebut mencerminkan peluang bisnis yang menguntungkan di industri jagung dan unggas,’’ ujar Sack.
Memang, berkat pembinaan IFC, Abdul Haris mampu memperluas lahan jagung dari 30 ha menjadi 155 ha. Produktivitasnya juga meningkat dari 5,5 ton per ha menjadi sekitar 7,5 ton/ha. “Kami merasakan betul manfaat kehadiran IFC. Peningkatan penghasilan yang kami dapat bermanfaat bagi kehidupan kami. Anak kami dapat sekolah tanpa takut harus putus sekolah,’’ ucap Abdul Haris, Maret lalu.
Sebelum difasilitasi IFC, petani kekurangan modal. Misalnya, dosis pupuk yang seharusnya 350 kg per ha, petani hanya mampu menyediakan 150 kg per ha. Pengairan yang semestinya seminggu sekali, menjadi dua minggu sekali. Sekarang, berkat kucuran modal kerja, semua bisa teratasi. “Dengan model ini, membantu petani menanam jagung lebih baik,’’ ujar Bruce Wise, Manajer Program Agribisnis IFC Indonesia.
Secara nasional, menurut Rahmad Syakib, Associate Operations Officer Agribusiness IFC Indonesia, tahun lalu, produksi jagung Sulsel sekitar 771.000 ton atau peringkat keempat nasional. Selama tiga tahun terakhir, produktivitas jagung di tingkat petani meningkat rata-rata sekitar 26%.
Syatrya Utama dan Isnawaty Sjachrun (kontributor Makasar)