Ketergantungan sepenuhnya dari impor dalam memasok kebutuhan akan kapas serat panjang perlu dikurangi dengan produksi sendiri.
Untuk memproduksi tekstil berkualitas tinggi (high class fashion) dan tekstil cetakan (printing textile), pabrik tekstil membutuhkan serat kapas panjang (extra-long staple-ELS). Saat ini kebutuhan serat kapas ESL per tahun mencapai 50.000—60.000 bal atau sekitar 11.350—13.620 ton serat. Pemenuhannya sangat tergantung pada impor yang nilainya US$26,1 juta—US$31,3 juta. Bahan baku impor tersebut menjadi modal untuk mengekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) berbahan serat ESL yang senilai US$42,5 juta.
Tren harga serat kapas belakangan ini semakin meningkat. Dan, “Diperkirakan, pada 2011 nanti, volume kebutuhan serat kapas ESL perusahaan-perusahaan tersebut mencapai 150 ribu bal serat kapas ESL ini,” ungkap Achmad Mangga Barani, Dirjen Perkebunan, Deptan.
Karena itu pemerintah berupaya menekan ketergantungan impor tersebut dengan menghasilkan kapas serat ESL di dalam negeri sangat penting. Sayangnya, sampai sekarang kita belum mempunyai varietas kapas serat panjang unggulan yang bisa dikembangkan. “Diperlukan upaya impor benih varietas, seperti Pima A8, Sipima 208, Sicot 71, dan Sicot 75 dari Australia,” kata Dr. Emy Sulistyowati, pakar kapas dari Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (Balittas), Malang, Jatim.
Sumba Timur
Mulai 2008 Ditjen Perkebunan akan mengembangkan pertanaman kapas ESL di Sumba timur, Nusatenggara Timur. Hasil kajian Ditjen Perkebunan menyebutkan, daerah ini layak dikembangkan sebagai penghasil serat kapas panjang. Pasalnya, menurut Mangga Barani, di sana tersedia lahan yang sesuai dan luas untuk penanaman kapas. Dukungan pemerintah daerah setempat pun cukup besar.
Namun, walaupun potensial sebagai kantong produksi kapas, Emy mewanti-wanti, Sumba timur menghadapi kendala singkatnya musim hujan tahunan. Jadi, pemerintah daerah sebaiknya mengantisipasi hal itu dengan membuat sumur-sumur dalam dan membangun dam untuk pengairan.
Tahun ini Ditjen Perkebunan bekerjasama dengan Balittas mengadakan percontohan tanaman kapas serat panjang di Sumba timur. Percontohan tersebut diharapkan dapat mendorong kemampuan petani dalam mengadopsi benih unggul. Pemerintah juga akan mempercepat ketersediaan sejumlah varietas unggul dan pengintegrasian lokasi kebun benih kapas dengan lokasi pengembangan.
Dalam pengembangan jenis kapas ini, kata Mangga Barani, akan ditunjuk perusahaan swasta nasional untuk mengawal pengembangan kapas dan menyerap kapas yang dihasilkan. Perusahaan tersebut harus mempunyai minat khusus terhadap kapas ESL.
Soal benih, lebih jauh Emy menjelaskan, sebelum dilepas dan dikembangkan secara luas, Balittas terlebih dulu melakukan uji multilokasi varietas kapas ESL introduksi dari Australia dengan pembanding varietas unggul nasional, seperti Kanesia. Varietas kapas ESL unggul yang nanti terpilih akan diusulkan pelepasannya untuk digunakan dalam program pengembangan.
Varietas unggul tersebut kemudian diujitanam skala kecil untuk menilai daya adaptasinya, masing-masing seluas 10 ha dengan total 40 ha di Sumba timur. Lokasi pengujian itu di Ngohung I, Ngohung II, Laiwila, dan Laipori.
Yan Suhendar, Humas Ditjen Perkebunan