Senin, 14 April 2008

Horeka Makin Berkotek

Semakin banyak mal, semakin banyak resto, maka semakin banyak permintaan terhadap ayam pedaging. Tentunya ini peluang.

Jalan–jalan ke mal dan icip–icip masakan di restoran bukan lagi barang baru, bahkan menjadi bagian gaya hidup masyarakat perkotaan. Setelah lelah berbelanja, memang paling nikmat beristirahat di gera-gerai makanan (food court). Ini bukan saja jadi kebiasaan orang muda, orang tua sampai bocah pun tak awam lagi melakukannya. Dipilihnya retoran yang menyajikan menu ayam dikarenakan ayam bersifat multi menu sehingga dimasak ala apa pun  bisa. Selain itu ayam juga termasuk sumber protein hewani murah dan gampang ditemukan.

Permintaan meningkat

Melihat hal tersebut, Fezril Nizar, Marketing Manager, Divisi Poultry Processing Rumah Pemotongan Hewan PT Ciomas Adisatwa Jabodetabek mengungkapkan, ini merupakan pasar besar. Tentu maksudnya adalah permintaan ayam pedaging setiap tahun terus melambung. “Bagi kami, itu ditandai dengan permintaan yang meningkat hampir 100% dibanding tahun lalu,” terangnya

Sedangkan Agus Pranajaya, Marketing Manager tingkat nasional dari perusahaan yang sama menambahkan, konsumen kini semakin pintar menanggapi isu flu burung (avian influenza-AI) yang sempat memporakporandakan bisnis unggas. Agus yakin, “Flu burung di pasar ayam sudah tidak ngefek lagi. Orang makin tahu flu burung seperti apa, kalau ayam dimasak atau diolah, pasti aman,” ungkapnya.

Ditambah dengan semangat masyarakat dalam meningkatkan asupan protein hewani untuk kesehatan dan perkembangan intelektual,  permintaan akan produk ayam pun terus menanjak. Pada saat harga daging sapi naik, tambah Agus, ayam menjadi salah satu pilihan tepat.

Khusus segmen hotel, restoran, dan katering (disingkat horeka) menurut Fezril, dibanding tahun lalu peningkatan permintaannya cukup sifnifikan, yaitu mencapai 10%- 15%. Seperti pengakuan Fezril yang menyatakan, horeka merupakan sektor pemberi marjin terbesar selain ke industri olahan. Horeka memegang pangsa 25% dari kemampuan produksi rata–rata 250 ton karkas per minggu.

Hal ini juga dirasakan H. Muslam Pramudita pemilik PT Walisongo, tempat pemotongan ayam di Grogol, Jakarta Barat. Meski horeka hanya 15% dari segmen pasarnya, tapi tak kurang satu ton karkas dipasoknya ke 10 resto di Jakarta setiap hari. Itu belum termasuk penjualan ayam petelur jantan yang banyak diincar rumah makan padang. Setiap hari, Muslam memasok sekitar 10.000 ekor walau hanya ke beberapa tempat di Jakarta Barat. “Permintaan dari resto terus naik. Saya saja banyak menolak tawaran karena belum sanggup,” ungkapnya.

Kebanyakan permintaan ke restoran, tambah Muslam, didominasi ayam dalam bentuk filet (daging melulu), dada utuh, paha atas, dan ati-ampela. Sedangkan bentuk lain biasa diserap pasar tadisional. Ia berencana meningkatkan produksinya dan kini sedang menjajakan kerjasama dengan warung soto kudus yang jumlahnya puluhan di Jakarta.

Permintaan dari hotel tentunya ditunjang dengan iklim pariwisata, yang menurut Agus, akan terus meningkat jika keamanan dalam negeri tetap kondusif. Dengan semakin banyaknya berdiri mal, ia melihat akan semakin banyak jumlah restoran. Sebab setiap mal pasti menyediakan lokasi makan di salah satu lantainya. “Makin banyak mal, makin banyak resto berarti makin banyak peluang yang bisa digarap,” terangnya. Peluang sudah terbuka, jadi siapa yang cepat mendapatkannya?

Selamet Riyanto

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain