Bagaimana pengalaman Profesor dulu berhubungan dengan organisasi tersebut?
Pengalaman pertama saya sebagai pejabat berinteraksi dengan World Bank (WB) pada 2000 dalam rangka persiapan menghadapi CGI Meeting di Tokyo. Menko Perekonomian mengatakan kepada saya bahwa anggota CGI khususnya dari Eropa dan Amerika Serikat sangat concern mengenai cara-cara pengelolaan hutan kita selama ini. Jika cara pengelolaan ini tidak diperbaiki maka komitmen mereka membantu Indonesia akan sangat berpengaruh.
Dengan demikian saya mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pertemuan itu dilihat dari kepentingan pihak Indonesia. Jika atau tidak bisa meyakinkan CGI mengenai pengelolaan hutan kita berarti akan menjadi penghambat untuk kerjasama dengan CGI dalam segala bidang.
Beberapa minggu sebelum pertemuan itu saya dikunjungi representatif WB mengingatkan mengenai CGI Meeting dan pentingnya masalah kehutanan di dalam pertemuan itu.
Saya bilang kepada mereka, WB sudah lama bekerja dan mempelajari masalah kehutanan Indonesia, tentunya mempunyai pengetahuan yang memadai tentang mengelola kehutanan secara lestari. Oleh karena itu saya minta asistensi WB untuk membantu staf saya mempersiapkan segala sesuatu agar dalam CGI Meeting dapat memuaskan dan meyakinkan anggota-anggota CJI.
Saya hanya beri guide line bahwa dalam manajemen pengelolaan kehutanan Indonesia yang akan datang menganut paham suistanable developmentalist bukan conservationist. Pendek kata, saya dapat bahan pidato yang dipersiapkan dengan baik sehingga isu kehutanan tidak lagi menghambat CGI untuk membantu indonesia.
Apakah ada pengalaman lain?
Hasil review singkat tentang pertanian dan pangan yang saya buat menyimpulkan bahwa pertanian dan ketahanan pangan Indonesia tidak dapat ditingkatkan jika kita masih menganut paham free trade. Kenapa? Dalam realita perdagangan internasional yang terjadi bukan free trade tapi unfair trade khususnya di bidang pertanian. Oleh karena itu saya rumuskan kebijakan proteksi dan promosi. Untuk menguji kebijakan tersebut dimuat pada media massa. Ternyata WB memberikan perhatian.
Representatif WB bersama ahlinya minta menghadap dan saya terima. Mereka mengingatkan bahwa kebijakan mengenai proteksi melanggar Letter of Intence (LoI) dan agreement di WTO. Sehingga bisa berkonsekuensi buruk bila diteruskan. Lalu saya jawab, membangun pertanian dan meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia saat ini harus melalui proteksi.
Terbukti dengan free trade kita menjadi pengimpor segalanya dalam jumlah besar. Berarti ada yang salah dengan free trade. Negara lain masih memproteksi dan mensubsidi pertaniannya, sementara Indonesia tidak mampu mensubsidi maka jalan satu-satunya melalui proteksi. Kenapa negara lain diperbolehkan sedangkan Indonesia dilarang?
Akhirnya saya katakan, maaf kita berbeda dalam soal ini. Dan yang bertanggungjawab mengenai soal ini bukanlah anda tapi saya kepada rakyat Indonesia. Jika rakyat berdemo, anda bisa pergi dari sini, tapi saya tidak. Oleh karena itu menjadi tanggung jawab saya dan menurut saya itulah yang terbaik buat republik ini dan akan kami lakukan. Dan saya mengharapkan anda membantu kami kendati kita berbeda, karena anda bertugas membantu kami.
Bagaimana kelanjutannya?
Beberapa waktu kemudian mereka mengundang konsultan terdiri dari profesor terkenal di bidang ekonomi pertanian dari Amerika. Mereka ingin meyakin saya bahwa kebijakan proteksi dan promosi itu tidak baik buat Indonesia. Saya jelaskan lagi tentang perdagangan dunia yang unfair trade dan proteksi oleh negara-negara lain.
Sehingga jika kami dilarang dimana kedaulatan kami. Malah tanpa debat panjang profesor itu mengerti dengan kebijakan kita. Setelah itu tidak ada lagi diskusi mengenai proteksi dan promosi dengan WB. Saya tidak tahu mereka setuju atau tidak tapi mereka sudah tidak melarang dan menghambat untuk membantu Indonesia.
Apa yang dapat Profesor simpulkan?
WB dan organisasi lain yang masuk UN System dibuat untuk membantu kita bukan untuk mengkhotbahi atau mengatur kita. Kita atur saja supaya mereka membantu sesuai dengan yang kita mau. Tapi jika mereka lihat cara kita mengatur diri kurang tepat maka mereka pun berkhotbah.
Kita harus mampu berdebat dengan mereka yang dilakukan sesuai dengan tatakrama internasional. Jika berhubungan dengan organisasi internasional harus menggunakan “bahasa”, “nilai”, dan “logika” mereka, tapi selalu diarahkan untuk kepentingan kita. Artinya kita harus smart, tidak perlu ngotot dan ngoyo, apalagi caci maki.
Mereka sangat menghormati posisi kita kalau disampaikan secara benar dan baik. Mereka lebih hormat lagi kalau ide kita dilaksanakan dengan berhasil. Dan akan lebih baik lagi jika debat itu bukan konsumsi media massa tapi direalisasikan di meja rapat sehingga tidak menimbulkan masalah tapi menyelesaikan masalah.
Untung Jaya