Apa perbedaan prinsipnya?
Undang-Undang Nomor. 7/1996 tentang Pangan menyatakan, “Ketahanan Pangan adalah terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau”. Pengertian ketahanan pangan tersebut lebih luas dari sekadar pengertian kemandirian pangan. Kemandirian telah ditegaskan dalam peraturan perundangan, misalnya PP No. 68/2002 tentang Ketahanan Pangan, dinyatakan, (1) pemenuhan kebutuhan pangan diutamakan dari produksi dalam negeri; (2) pengelolaan sistem cadangan pangan ditentukan sendiri sesuai kepentingan nasional, sehingga tidak tunduk pada tekanan negara lain.
Ketahanan pangan mencakup tiga aspek penting sebagai indikator keberhasilan peningkatan ketahanan pangan, yaitu: (a) Ketersediaan, yang berarti, pangan tersedia cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik jumlah maupun mutunya, serta aman; (b) Distribusi, pasokan pangan dapat menjangkau ke seluruh wilayah sehingga harga stabil dan terjangkau oleh rumah tangga; dan (c) Konsumsi; yaitu setiap rumah tangga dapat mengakses pangan yang cukup dan mampu mengelola konsumsinya sesuai kaidah gizi dan kesehatan, serta preferensinya.
Ketahanan pangan di tingkat wilayah belum dapat merefleksikan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Pada tataran ini, muncul masalah banyaknya balita dengan bobot badan di bawah standar dan angka harapan hidup masih rendah. Umumnya, masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, kepulauan, dan daerah perbatasan kurang bisa mengakses pangan akibat terbatasnya sarana dan prasarana seperti jalan dan alat transportasi. Kondisi ini menyebabkan masyarakat di wilayah tersebut sangat rentan terhadap masalah kerawanan pangan.
Tantangan dan permasalahan apa yang dihadapi dalam upaya peningkatan ketahanan pangan ke depan?
Dalam aspek ketersediaan antara lain: (i) Tingginya laju peningkatan kebutuhan beberapa komoditas pangan yang lebih cepat daripada laju peningkatan produksi; (ii) Terbatasnya infrastruktur irigasi; (iv) Meningkatnya jumlah petani gurem, luas garapan kurang dari 0,5 ha; (v) Terbatasnya fasilitas permodalan di pedesaan dan meningkatnya suku bunga Kredit Ketahanan Pangan (KKP) rata-rata 2%; (vi) Lambatnya penerapan teknologi akibat kurangnya insentif ekonomi; (vii) Rendahnya kemampuan mengelola cadangan pangan; (viii) Masih berlanjutnya pemotongan ternak betina produktif; (ix) Adanya gangguan hama dan penyakit pada tanaman dan ternak; (x) Rentannya produksi pangan domestik karena dampak anomali iklim dan menurunnya kualitas lingkungan.
Dalam aspek distribusi, beberapa permasalahan strategis adalah: (i) Terbatasnya sarana dan prasarana perhubungan untuk menjangkau seluruh wilayah, terutama daerah terpencil; (ii) Keterbatasan sarana dan kelembagaan pasar; (iii) Banyaknya pungutan resmi dan tidak resmi; dan (iv) Tingginya biaya angkutan dibanding negara lain.
Sementara itu, dalam aspek konsumsi antara lain: (i) Besarnya jumlah penduduk miskin dan pengangguran dengan kemampuan akses pangan rendah; (ii) Rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap diversifikasi pangan dan gizi; (iii) Masih dominannya konsumsi sumber energi karbohidrat yang berasal dari beras; (iv) Rendahnya kesadaran dan penerapan sistem sanitasi dan higienis rumah tangga; dan (v) Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap keamanan pangan.
Bagaimana upaya mengurangi bahkan menghilangkan akar permasalahan-permasalahan tersebut?
Dalam aspek ketersediaan diupayakan melalui, (i) Peningkatan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan; (ii) Pengembangan infrastruktur pertanian dan pedesaan; (iii) Peningkatan produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri; dan (iv) Pengembangan kemampuan pengelolaan cadangan pangan pemerintah dan masyarakat.
Dalam aspek distribusi, upaya peningkatan ketahanan pangan antara lain diarahkan pada: (i) Meningkatkan sarana dan prasarana untuk efisiensi distribusi dan perdagangan pangan; (ii) Mengurangi dan atau menghilangkan Perda yang menghambat distribusi pangan antardaerah; (iii) Mengembangkan kelembagaan dan sarana fisik pengolahan dan pemasaran di pedesaan;
Dalam aspek konsumsi; upaya peningkatan ketahanan pangan diarahkan pada: (i) Meningkatkan kemampuan akses pangan rumah tangga sesuai kebutuhan baik jumlah, mutu, keamanan, maupun keseimbangan gizi; (ii) Mendorong, mengembangkan, dan memfasilitasi peran serta masyarakat (LSM, Organisasi Profesi, Organisasi Massa) dalam memenuhi hak atas pangan khususnya bagi kelompok kurang mampu; (iii) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas intervensi bantuan pangan dan pangan bersubsidi kepada golongan masyarakat rawan pangan; dan (iv) Mempercepat proses diversifikasi pangan ke arah konsumsi yang beragam dan bergizi seimbang.
Bagaimana strategi penerapannya?
Secara umum, dapat ditempuh strategi jalur ganda (twin track strategy); yaitu: (a) Memprioritaskan pembangunan ekonomi berbasis pertanian dan pedesaan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan masyarakat; dan (b) Menggerakkan seluruh stakeholders (pemerintah, masyarakat termasuk LSM, organisasi profesi, organisasi massa, organisasi sosial, dan pelaku usaha). Memfokuskan upaya pada pengentasan masyarakat dan rumah tangga rawan pangan, serta masyarakat dan rumah tangga miskin, untuk memenuhi hak atas pangan masyarakat rawan pangan dan gizi serta masyarakat miskin.
Untung Jaya