Apakah benar pupuk itu langka?
Sebenarnya pupuk tidak langka, yang langka itu pupuk bersubsidi seperti dijanjikan pemerintah. Kebutuhan petani jauh lebih besar daripada pupuk bersubsidi yang disediakan pemerintah, hanya sekitar 80%. Itu pun belum menghitung kebutuhan para petambak sekitar 15% dari kebutuhan nasional. Kurangnya jumlah pupuk bersubsidi yang tersedia menyebabkan harga naik di atas HET.
Pupuk bersubsidi ini dimulai lagi pada 2003. Penetapan HET dan besarnya subsidi berdasarkan asumsi harga-harga kala itu, tapi asumsi tersebut sudah berubah saat ini. Misalnya, harga pembelian pemerintah (HPP) terhadap GKP berubah dari Rp1.150,00/kg menjadi Rp1.700,00/kg. Kemudian harga BBM juga naik. Karena itu HET yang ditetapkan pada Januari 2003 sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi sekarang.
Saya duga, salah satu sumber gonjang-ganjing distribusi pupuk bersubsidi dikarenakan HET sudah terlalu rendah. Yang paling parah ini pupuk urea. Tahun 2003 HET pupuk urea Rp1.050,00/kg, harga tebusan distributor dari pabrik pupuk Rp980,00/kg, jadi margin antara HET dengan harga tebusan Rp70,00. Inilah yang menjadi biaya distribusi, dan keuntungan distributor dan pengecer.
Supaya jangan terjadi kelangkaan, HET harus disesuaikan ke atas. Kalau HET disesuaikan ke atas, dengan jumlah dana subsidi dari APBN yang tetap akan bisa disubsidi pupuk dalam jumlah lebih banyak. Dengan demikian selisih antara jumlah yang dibutuhkan dan yang disediakan menjadi lebih kecil.
Penyesuaian HET ke atas apakah tidak memberatkan petani? Dan mengapa menggunakan istilah penyesuaian?
Sebenarnya memberatkan atau tidak itu relatif. Bila yang lain-lain tidak naik tapi HET naik, itu memberatkan. Tapi realitanya yang lain sudah lebih dulu naik, misalnya HPP sudah naik, maka kalau sekarang HET pupuk juga naik sepadan dengan itu tidak akan memberatkan petani. Sebenarnya, petani mengharapkan pupuk tersedia pada waktu ia butuhkan dengan jumlah cukup dan harganya masih terjangkau.
Menurut saya, istilah penyesuaian lebih tepat untuk HET pupuk karena yang lainnya sudah naik, HET hanya menyesuaikan. Beda halnya jika harga yang lain tidak naik, tapi HET pupuk dinaikkan, maka namanya menaikkan dan ini lebih sulit untuk dilakukan.
Jika demikian halnya, langkah strategis bagaimana yang perlu segera ditempuh?
Solusi yang paling benar dan paling strategis untuk memperlancar distribusi pupuk bersubsidi sebagai berikut. Pertama, sesuaikan HET pupuk. Batasnya sekitar 30% dari HET sekarang. Alasannya, inflasi yang berlangsung sejak 2003 juga sudah sebesar itu. Angka segitu acceptable buat semua orang. Kemudian harga tebus pada pabrik pupuk dan selisihnya dengan HET juga harus disesuaikan agar pabrik pupuk, distributor, dan pengecer dapat berperan lebih baik. Kedua, sediakan dana APBN yang lebih besar untuk mensubsidi pupuk sehingga tidak ada selisih antara jumlah yang dibutuhkan petani dan petambak dengan yang disediakan.
Ketiga, perlancar distribusi. Distribusi akan lancar jika distributor dan penyalur mendapat margin yang menguntungkan. Keempat, akuntabilitas dari distribusi harus ditegakkan. Yang menyeleweng akan ditangkap. Ini sesuai Ketetapan Menteri Perdagangan bahwa pupuk adalah barang yang diawasi oleh pemerintah karena pupuk adalah barang strategis. Dan kelima, khusus urea, suplai gas untuk pabrik pupuk harus dijamin pemerintah. Kalau gas tidak ada, kelangkaan akan terus berjalan dan gonjang-ganjing terus berlangsung. Padahal kebutuhan pabrik pupuk akan gas hanya sekitar 7% dari produksi nasional.
Bagaimana sejarah kembalinya subsidi pupuk ini?
Pada 2001, Ibu Presiden minta kepada saya agar pada 2004 kita swasembada beras. Logikanya, kalau ingin swasembada beras, maka produksi dan produktivitas harus meningkat. Bagaimana caranya? Harga harus bagus, maka kita buatlah HPP. Tapi HPP pada saat itu sering nggak bisa kita topang karena beras impor tersedia dengan harga lebih murah.
Lantas kita memilih melalui subsidi. Kita putuskan untuk mensubsidi pupuk, benih, dan bunga KKP (Kredit Ketahanan Pangan). Serta kita anggarkan dana untuk memperbaiki irigasi. Hal pokok inilah yang kita anggap paling strategis untuk dibantu agar bisa simultan. Agar pemupukan bisa berimbang, kita tidak hanya mensubsidi urea, tetapi juga SP-36, ZA, dan KCl, serta pupuk majemuk Phonska
Subsidi pupuk ini dulu pernah kita lakukan tapi belakangan dilarang WTO. Selanjutnya sejak IMF masuk semua subsidi dan tarif impor dipangkas habis. Akhirnya kita dobrak larangan itu dengan melawan IMF. Dua tahun kemudian, 1 Januari 2003, baru berhasil kita implementasikan rencana tersebut. Jadi tidak mudah bagi kita menggolkan kebijakan ini, perlu perjuangan panjang. Maka hati-hati untuk mengubah kebijakan subsidi tersebut.
Gonjang-ganjing pupuk ini jangan disikapi dengan keinginan mengubah sistem yang ada tapi cukup diperbaiki saja. Perbaiki ketetapan HET pupuk, distribusi, dan tingkatkan akuntabilitasnya sehingga membuat sistem itu menjadi lancar. Paling sedikit sampai 2008 kebijakan ini dipertahankan dan diperbaiki terus. Dengan itu, saya yakin gonjang-ganjing masalah pupuk dapat kita atasi sehingga swasembada beras yang kita idamkan akan terwujud kembali. Selain itu, seluruh stakeholder memperoleh keuntungan.
Untung Jaya