Bagaimana pengalaman Anda menghadapi flu burung pada 2003 lalu?
Pertama kali flu burung masuk ke Indonesia pada musim kemarau 2003. Tiba-tiba banyak sekali ayam yang mati. Ada ahli menyebutnya New Castle Disease (ND), VVND (Very Virulent New Castle Disease), dan flu burung (Avian Influenza). Akhir bulan Desember 2003 kita sepakat bahwa itu adalah flu burung. Jadi bukannya menutup-nutupi tapi kita masih bimbang karena itu pengalaman pertama.
Puncak serangan flu burung terjadi November 2003—Februari 2004 pada ayam-ayam di peternakan komersial, belum ada di peternakan rakyat. Mei 2004 sudah hampir reda. Dan Oktober 2004 sudah reda sama sekali sehingga orang lupa bahwa kita pernah diserang flu burung secara ganas.
Bagaimana itu bisa dikendalikan?
Sebelum diumumkan secara resmi, kita siapkan konsep, bahkan Balai Pengawasan Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BPMSOH) sudah mencoba mengembangkan vaksin menggunakan virus yang berasal dari ayam terserang. Kala itu masih disebut VVND dan vaksin yang dihasilkan disebut vaksin legok. Strateginya juga sudah disiapkan, yang tidak ada hanya uangnya.
Waktu itu kita punya dua opsi. Opsi I, pemusnahan total, dihitung-hitung kita tidak mampu melakukannya karena tidak ada uang dan tenaga untuk melakukannya. Opsi II, pemusnahan secara selektif digabung dengan vaksinasi. Ayam-ayam di kandang-kandang yang sudah terinfeksi dibunuh semua dan ayam di sekitar itu harus divaksinasi. Opsi II inilah yang kita ambil.
Kita juga secara cepat dibantu DPR, Menteri Keuangan, dan Menko Kesra Jusuf Kalla waktu itu. Bahkan Menko Kesra sangat semangat untuk menyediakan uang dari dana tanggap darurat. Kita buat strateginya mulai dari pusat, provinsi, kabupaten, sampai ke peternak. Dan kerjasama antara Deptan dan Depkes baik sekali.
Apakah ada target waktu?
Karena kita memilih opsi pemusnahan secara selektif dan vaksinasi, kita perkirakan butuh waktu 3 tahun untuk benar-benar bisa menghentikan serangan flu burung. Berarti awal 2007 kita sudah bisa mengumumkan lagi ke OIE (Organisasi Kesehatan Hewan Dunia) bahwa Indonesia sudah bebas dari serangan flu burung.
Kenapa kasus ini muncul lagi bahkan menyerang manusia?
Pada Oktober 2004 kasus flu burung dapat dikatakan sudah reda. Masalah timbul sesudah pergantian pemerintahan. Karena tidak ada outbreak dan media massa tidak memberitakan, terlupakanlah masalah itu, bahkan tidak ada dana yang disiapkan untuk penanggulangan flu burung tahun 2005. Jadi dalam pergantian pemerintah terjadi kelalaian. Kasus ini ribut lagi pada Juli 2005 setelah ada kasus Iwan dan beberapa kasus lainnya yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan peternakan. Ini suatu misteri juga buat kita, karena di Hongkong, Thailand, dan Vietnam yang kena itu semua orang-orang di peternakan.
Bagaimana mengatasi masalah ini sekarang?
Selesaikan dengan membuat rencana, strategi, dan aksinya. Susun organisasinya mulai dari pusat, provinsi, kabupaten, sampai ke komunitas. Kemudian mobilisasi sumberdaya. Intinya sekarang, bagaimana menyusun strategi untuk menanggulangi flu burung di peternakan kecil di kampung-kampung dan unggas liar. Pekerjaan ini lebih sulit dibandingkan mengatasinya di peternakan komersial.
Kemudian pada Juli 2005 ada kasus flu burung pada manusia di Indonesia, padahal di negara lain sudah terjadi sebelumnya. Tidak tepat bila orang menuduh Indonesia tidak serius menghadapi flu burung. Kita harus menjawab tuduhan tersebut, apalagi di Indonesia yang kena jumlahnya lebih sedikit. Depkes harus kerja lebih keras, lebih sistematik, dan lebih smart.
Kerjasama antara Depkes, Deptan, dan Depdagri yang telah baik pada waktu lalu harus dilanjutkan dan ditingkatkan. Depdagri mempunyai peran yang sangat penting di sini, karena dia yang membawahi gubernur dan bupati. Mentan dan Menkes bertugas memampukan mereka, menyediakan dana, dan memonitor kegiatan mereka.
Untung Jaya