Kamis, 1 Juni 2006

Menuju Total Kuman 1-Juta/ml 2007

 

Seminar ini sendiri digelar untuk memperingati setahun bergabungnya Indonesia ke International Dairy Federation (IDF) sebagai anggota ke-42. Dengan bergabungnya Indonesia ke IDF diharapkan kondisi persusuan nasional akan semakin berkembang pesat.

 

Tergantung Impor

Kebutuhan nasional untuk susu sapi saat ini masih bisa dibilang masih tergantung kepada sumber impor.  Dengan rata-rata konsumsi  per kapita sekitar 7 kg/tahun,  Indonesia membutuhkan 1,5603 juta ton. Dari  kebutuhan tersebut, hanya sekitar 596.300 ton  yang dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Artinya, 60% lebih dari kebutuhan nasional  dipenuhi melalui impor.  Malah data dari Industri Pengolahan Susu (IPS) lebih kecil lagi, produksi susu segar lokal yang mencapai 1.250 ton/hari hanya mampu menutup 25% kebutuhan IPS.

Itu pun jumlah konsumsi per kapita per tahun Indonesia termasuk sangat rendah dibandingkan negara tetangga seperti Kamboja (13 kg), Filipina, Malaysia, Thailand masing-masing 20 kg.  Konsumsi India bahkan berada di sekitar 30 kg.  Apalagi bila perekonomian rakyat membaik, kebutuhan akan susu pastilah semakin membengkak.

Kita perlu iri dengan laju perkembangan persusuan di India. Negeri Anak Benua ini berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi kebutuhan nasionalnya yang tinggi.  Komitmen nasional tersebut dimulai sejak 1970 sehingga tidak mengherankan jika sejak lima tahun terakhir negara tersebut menjadi penghasil susu terbesar di dunia dengan produksi sebesar 91 juta ton/tahun.

 

Produktivitas dan Kualitas

Djoko Said Damardjati, Dirjen Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (BP2HP), Deptan, mengakui adanya beberapa kendala yang menghambat laju produksi dibandingkan konsumsi nasional. Rendahnya produktivitas sapi milik peternak yang hanya menghasilkan 3.000—5.000 liter/sapi/tahun, padahal di Belanda mencapai 6.000 liter/sapi/tahun). Kecuali produktivitasnya rendah, susu produksi peternak juga rendah.

Peter R. Vogt, Presiden Direktur PT Nestle Indonesia pada kesempatan itu mengungkap  fakta rendahnya kualitas susu peternak.  Selama ini pihaknya menyerap susu dari para peternak melalui 28 koperasi susu di Jawa Timur. Berdasarkan data yang dihimpunnya, kualitas susu peternak --meskipun sekarang masih rendah-- berkembang ke arah yang lebih baik. Kualitas susu segar yang digambarkan dari jumlah kuman per mililiter atau total plate count (TPC) sejak 1998—2004 berturut-turut: 5,2 juta, 4,4 juta, 5 juta, 4,21 juta, 3,56 juta, 3,65 juta, dan 3,14  juta. Tahun ini TPC aktual yang dicapai peternak sebesar 1,85 juta, sementara Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk susu segar sebesar 1 juta. 

Pemerintah, menurut Djoko, akan mengupayakan beberapa langkah, yaitu: impor sapi perah untuk meningkatkan populasi, menyediakan fasilitas pemrosesan susu di tingkat kelompok ternak, membangun infrastruktur, meningkatkan manajemen koperasi persusuan. Pemerintah juga mendorong pembangunan sentra produksi dan IPS di luar Jawa. Untuk meningkatkan konsumsi susu akan diupayakan pula melalui kampanye gizi.

Djoko juga berjanji untuk mengevaluasi kembali kebijakan rasio impor bagi IPS yang telah dihapus sejak 1998. Kebijakan yang diperkenalkan pada 1980-an ini dinilai dapat merangsang peningkatan pertumbuhan persusuan nasional. Pasalnya, IPS berkewajiban menyerap susu produksi nasional jika ia ingin mengimpor susu dengan rasio tertentu. 

FNP/Peni

 

Teks:

1.      Kualitas susu sebagian besar peternak masih rendah

Kredit: Peni

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain