Selasa, 11 Juni 2024

Pemerintah Resmi Ubah HPP Gabah dan Beras

Pemerintah Resmi Ubah HPP Gabah dan Beras

Foto: Kementan
Pemerintah Resmi Ubah HPP Gabah dan Beras

JAKARTA (AGRINA-ONLINE.COM) Pemerintah resmi menetapkan pemberlakuan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah dan Beras melalu Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 4 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Perbadan 6 Tahun 2023 tentang Harga Pembelian Pemerintah dan Rafaksi Harga Gabah dan Beras. 

 

Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi mengatakan, dengan penetapan tersebut harga batas bawah pembelian gabah/beras oleh Perum Bulog dapat menjaga dan melindungi harga dasar gabah/beras di tingkat petani. 

 

“Sebelumnya kita telah memberlakukan kebijakan fleksibilitas HPP sejak 3 April lalu, dengan besaran yang sama dengan yang ditetapkan dalam Perbadan ini. Jadi instrumen ini kita harapkan dapat melindungi kepentingan petani di hulu, sehingga harga gabah/beras tidak jatuh di tingkat produsen dan dapat menjadi dasar bagi Bulog untuk mengoptimalkan penyerapan hasil panen petani dalam negeri,” ujar Arief. 

 

Arief menegaskan, dalam proses penetapan HPP gabah/beras ini telah melalui serangkaian diskusi panjang bersama stakeholder perberasan, dengan memperhatikan berbagai sisi terutama pada tiga lini antara lain di tingkat produsen, pedagang, dan konsumen. Ini diharapkan dapat menjadi jaring pengaman bagi produsen gabah dan beras, sehingga harga tidak terlampau turun jauh pada saat panen.

 

“Komponen biaya produksi seperti benih, pupuk, hari orang kerja, sewa lahan, dan seterusnya itu saat ini mengalami kenaikan dan harus disikapi dengan baik. Kita tidak bisa memuaskan semua pihak, namun penetapan HPP ini tentunya berdasarkan masukan, diskusi, dan tanggapan dari berbagai stakeholder perberasan dan mempertimbangkan keseimbangan harga hulu hilir,” jelas Arief. 

 

Kenaikan biaya produksi juga menjadi perhatian Presiden Joko Widodo. Hal diungkapkannya saat berkunjung ke Dumai, Riau pada Sabtu (1/6/2024). Kepala Negara menekankan pentingnya mencari keseimbangan harga yang tidak hanya menguntungkan petani, tetapi juga terjangkau bagi masyarakat. "Mencari keseimbangan seperti itu tidak gampang. (Itu perlu agar) Masyarakat senang, petani senang," ujar Presiden Jokowi.

 

Adapun besaran HPP Gabah dan Beras yang telah diberlakukan melalui Perbadan ini sama dengan kebijakan fleksibilitas yang sebelumnya yang telah dikeluarkan berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional Republik Indonesia Nomor 167 Tahun 2024 Tentang Fleksibilitas Harga Pembelian Gabah dan Beras Dalam Rangka Penyelenggaraan Cadangan Beras Pemerintah. 

 

Rincian HPP adalah:

(1) Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani sebesar Rp6.000 per kilogram (kg) dengan kualitas kadar air maksimal 25 persen dan kadar hampa maksimal 10 persen. (2) Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat penggilingan sebesar Rp 6.100 per kg dengan kualitas kadar air maksimal 25 persen dan kadar hampa maksimal 10 persen. (3) Gabah Kering Giling (GKG) di penggilingan sebesar Rp 7.300 per kg dengan kualitas kadar air maksimal 14 persen dan kadar hampa maksimal 3 persen. (4) Gabah Kering Giling (GKG) di gudang Bulog sebesar Rp 7.400 per kg dengan kualitas kadar air maksimal 14 persen dan kadar hampa maksimal 3 persen. (5) Beras di gudang Bulog sebesar Rp 11.000 per kg dengan kualitas derajat sosoh minimal 95 persen, kadar air maksimal 14 persen, butir patah maksimal 20 persen, dan butir menir maksimal 2 persen.  

 

Sementara itu, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih mengatakan, Peraturan kepala Badan Pangan Nasional keluar di waktu yang kurang tepat. Dalam pernyataanya, ia menilai keputusan ini kurang tepat karena musim panen utama sudah berlalu. Kemudian sesaat lagi akan memasuki musim panen kedua atau gadu, dan menjelang akhir tahun nanti panen ketiga (paceklik). Dimana jumlah gabah yang dipanen dari musim tanam kedua dan ketiga biasanya lebih sedikit, dan harga gabah cenderung lebih tinggi.

 

Dalam konteks ini, keputusan tersebut tidak efektif dalam melindungi petani. "Sementara itu produsen besar dan pedagang besar mungkin mendapatkan manfaat dari situasi ini, hal tersebut dapat merugikan produsen kecil yang mungkin terpaksa menjual gabah dengan harga rendah selama musim panen utama. Ini menciptakan ketidakseimbangan dalam rantai pasok pangan dan dapat memperburuk ketimpangan ekonomi antara produsen besar dan produsen kecil,” tegasnya.

 

Penurunan harga gabah di tingkat petani tercermin dari penurunan Nilai Tukar Petani (NTP) subsektor Tanaman Pangan. Henry menyebut selama tahun 2024 ini, NTP Tanaman Pangan mengalami penurunan bersamaan dengan musim panen raya padi di beberapa wilayah. 

 

“Jika kita melihat grafik NTP Tanaman Pangan, terjadi penurunan yang cukup besar dari bulan Februari 2024 hingga Mei 2024 ini. Bahkan penurunan ini juga mempengaruhi NTP nasional, yang trennya juga menunjukkan penurunan dalam 3 bulan terakhir. Secara momen, ini bersamaan dengan musim panen raya di beberapa wilayah produsen padi," ujarnya.

 

Penting bagi kebijakan pemerintah untuk mempertimbangkan dampaknya terhadap semua pihak yang terlibat dalam rantai pasok pangan, termasuk produsen kecil. Perlindungan terhadap produsen kecil dapat mencakup kebijakan harga yang adil, insentif untuk meningkatkan produktivitas, dan akses yang lebih baik ke pasar. Dengan demikian, pemerintah dapat menciptakan lingkungan yang lebih seimbang dan inklusif bagi semua pemangku kepentingan dalam sektor pertanian.

 

"Menurut kami, kalau ini untuk persiapan mengantisipasi panen raya, katakanlah nanti tahun 2025, jadi harga HPP ini juga belum sesuai dengan tuntutan petani. Karena harga pokok produksi saja pun gabah itu menurut kita sudah Rp6.000 modalnya sebagaimana yang sudah kita sampaikan yang harusnya HPP ini sebesar Rp7.000. Kemudian jarak antara HPP Gabah dengan HET Beras, terutama beras premium rentang harga terlampau jauh. Harusnya HET itu masih bisa diturunkan lagi," tuturnya.

 

Perbedaan yang signifikan antara HPP gabah dan HET beras, terutama untuk beras premium, mungkin mengindikasikan kurangnya keseimbangan atau koordinasi dalam kebijakan harga antara berbagai komoditas pangan. Dalam hal ini, penyesuaian lebih lanjut pada HET beras mungkin diperlukan agar lebih sesuai dengan harga yang ditetapkan untuk gabah, sehingga memastikan keadilan bagi para petani dan stabilitas harga di pasar.

 

Sebagai gambaran, data primer anggota SPI dari sentra produksi padi per 10 Juni 2024. (1) Aceh Tamiang, Aceh – Agus Salim, untuk harga gabah basah selesai panen Rp6.300/kg; dan untuk gabah kering di kisaran Rp6.800-7.000/kg. (2) Deliserdang, Sumatera Utara – Devina, harga gabah kering di kisaran Rp6.500-7.000/kg. situasi saat ini sedang panen raya. (3) Pariaman, Sumatera Barat – Idratul (DPC Pariaman): harga gabah basah Rp6.500/kg, sementara untuk gabah kering panen di Rp7.500/kg; dan untuk harga beras eceran di Rp17.000/kg. (4) Henderman Bengkulu: harga gabah kering di kisaran Rp5.700-6.600/kg; dan untuk beras medium Rp14.250/kg; serta premium Rp16.200/kg.

 

(5) Banyuasin, Sumatera Selatan – Banyuasin): harga gabah di Desa Indrapura, Kec. Muara Sugihan turun ke Rp4.000/kg; sebelumnya pada awal panen di akhir April sempat di kisaran Rp5.600-6.000/kg. Sementara di Desa Air Solok Batu, Kec. Air Saleh, harga gabah di kisaran Rp6.000-6.500/kg. (6) Pandeglang, Banten – Rohadi, Pandeglang): harga gabah di Desa Sinarjaya, Kecamatan Cigeulis di kisaran Rp6.000/kg. (7) Indramayu, Jawa Barat – Tri Utomo, Indramayu): Untuk harga gabah basah Rp6.200/kg; harga gabah kering Rp7.400/kg; dan beras (medium) di kisaran Rp13.500-14.000/kg. Situasi di Indramayu saat ini masih panen untuk golongan 1 (sesuai dengan Lokasi wilayah dan akses air). (8) Tuban, Jawa Timur – Kusnan : Per tanggal 26 Mei 2024 kemarin, Untuk sekitar Jawa Timur memasuki panen MT2. harga fluktuatif dari awal Rp6.200/kg dan mengalami kenaikan Rp6.600/kg. 

 

"Merujuk data diatas, perlindungan dan pemberdayaan petani belum berhasil dijalankan, karena ternyata pada masa panen raya kemarin HPP tidak ditegakkan karena banyak gabah-gabah petani yang dibeli dengan harga Rp5.000 per kg, bahkan ada di beberapa kasus di bawah Rp5.000 per kg. Demikian juga HET di musim panen raya saja pun, harga beras masih juga ditemui di beberapa tempat melampaui dari harga HET, apalagi saat panen musim gadu ini, ataupun di musim paceklik nanti," jelasnya.

 

Meskipun begitu SPI tetap mengapresiasi kehadiran pemerintah dalam tata niaga perberasan. Hanya saja pemerintah perlu mempertimbangkan pembaruan kebijakan harga yang lebih komprehensif dan responsif terhadap kebutuhan petani serta dinamika pasar. Ini mungkin melibatkan dialog yang lebih luas dengan para pemangku kepentingan dalam sektor pertanian dan pangan untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil mencerminkan kondisi dan aspirasi yang sebenarnya dari berbagai pihak yang terlibat.

 

Dengan demikian, kebijakan harga dapat menjadi lebih efektif dalam mencapai tujuan melindungi petani, menjaga stabilitas harga pangan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif di sektor pertanian. Sebagaimana yang telah diatur dalam UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, serta Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Petani dan Orang-orang yang Bekerja di Perdesaan (UNDROP).

 

 

Sabrina Yuniawati

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain