Foto: Kementerian Kelautan dan Perikanan RI
Pendekatan EAFM (Ecological Approach to Fisheries Management) merupakan sebuah keharusan
Bogor (AGRINA-ONLINE.COM) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, bekerja sama dengan Forum Kemitraan Konsorsium Perikanan Tangkap (FK2PT) dan Asian Fisheries Society (AFS), menyelenggarakan seminar "The 2nd Capture Fisheries International". Seminar Internasional didanai oleh hibah Global Environmental Facility (GEF) - 6 Coastal Fisheries Initiative - Indonesia Child Project (CFI-ICP) di Kawasan Timur Indonesia mengangkat tema "Smart Technology for Quota-Based Sustainable Fisheries" Bogor, (12/10).
Pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan agenda pembangunan dunia ditetapkan oleh PBB. Hal ini dilakukan untuk kemaslahatan manusia dan bumi sebagai upaya mengatasi kemisminan, kesenjangan, dan perubahan iklim.
Karena ekosistem laut merupakan salah satu tujuan SDGs dalam agenda 2030 untuk melindungi dan memanfaatkan samudera, laur, dan sumber daya laut secara berkelanjutan. Pendekatan EAFM (Ecological Approach to Fisheries Management) merupakan sebuah keharusan untuk dapat menjalankan tata kelola perikanan Indonesia berkelanjutan.
I Nyoman Radiarta, Kepala Badan Pengembangan dan Penyuluhan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan mewakili Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia menyampaikan, seminar internasional ini penting bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Pemerintah telah menetapkan sistem tata kelola perikanan melalui kebijakan perikanan berbasis kuota untuk perikanan berkelanjutan. “Kebijakan ini merupakan pemerintah dalam upaya melakukan penangkapan ikan secara terkendali dan proporsional, dilakukan pada zona penangkapan ikan terukur, berdasarkan kuota penangkapan dalam menjaga kelestarisn sumber daya ikan dan lingkungan, serta pemerataan pertumbuhan ekonomi nasional,” terangnya.
Sementara itu, Rektor IPB Arif Satria menyampaikan, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (PSP FPIK IPB) sesuai mandat untuk mengembangkan ilmu dan teknologi perikanan tangkap ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Meliputi alat tangkap, teknologi eksploitasi sumberdaya perikanan, kapal dan transportasi perikanan, kebijakan perikanan tangkap, manajemen perikanan tangkap, dan manajemen pelabuhan perikanan.
“Diharapkan berperan dan berkontribusi dalam pembangunan perikanan dan kelautan nasional maupun global. Penyelenggaraan seminar internasional menjadi ajang menyebarluaskan infomasi hasil penelitian bidang perikanan tangkap, yang menjadi bahan referensi bagi para pemangku kepentingan,” jelasnya.
Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB Fredinan Yulianda mengungkapkan, turut bangga dengan Departemen PSP FPIK IPB, secara teratur menyelenggarakan seminar perikanan tangkap internasional dan nasional, bekerja sama dengan FK2PT yang merupakan himpunan profesi perikanan tangkap. Perguruan tinggi penting berkontribusi dari aspek saintifik, sebagai tanggung jawab terhadap pembangunan perikanan secara berkelanjutan.
Seminar dapat meningkatkan kerja sama untuk saling mendukung kegiatan belajar di kampus. “Pertukaran mahasiswa antar program studi di universitas berbeda dapat diperluas. Pihak pemerintah, dunia usaha, dan kelompok nonpemerintah diharapkan dapat memberikan lebih banyak kesempatan magang bagi mahasiswa, serta membuka peluang kerja bagi lulusan perguruan tinggi,” ungkapnya.
President of Asian Fisheries Society (AFS) Neil Loneragan, BSC Hons, PhD, menyampaikan bahwa Asian Fisheries Society adalah organisasi nirlaba didirikan pada 1984 dan memiliki visi Masyarakat peneliti dan pemangku kepentingan lainnya di Asia Pasifik yang dinamis dan dihargai oleh para anggota karena kemampuan untuk memberikan kesempatan untuk berkomunikasi, berkolaborasi, dan mengembangkan kapasitas dalam ilmu perikanan dan akuakultur.
"The 2nd Capture Fisheries International Seminar", menjadi salah satu bagian penting dari AFS. “Kegiatan ini menyatukan para peneliti seluruh Indonesia dan dunia untuk berbagi pengetahuan dengan menggunakan pendekatan baru, mengidentifikasi solusi, dan membangun jaringan untuk meningkatkan penelitian dan pengelolaan perikanan berkelanjutan. Hal ini sangat penting untuk mendorong transfer pengetahuan dan pertukaran informasi tentang inisiatif baru dalam perikanan tangkap,” jelasnya.
Menurut Agus Suherman Plt Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan, transformasi pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan melalui penerapan kebijakan penangkapan ikan berbasis kuota. Ini tertuang pada Peraturan Pemerintah No. 11/2023 tentang Penangkapan Ikan Berbasis Kuota.
Selain itu, peraturan pelaksanaan yaitu Peraturan Menteri No. 28/2023 tentang Peraturan Pelaksanaan, serta PP No. 11/2023 tentang penangkapan ikan berbasis kuota merupakan wujud tanggungjawab pemerintah untuk dapat melakukan tata kelola perikanan secara berkelanjutan, sebagai upaya untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestarian sumber daya ikan.
“Inovasi teknologi sangat penting untuk dapat mempercepat laju pembangunan perikanan dan kelautan. Pemerintah telah mengembangkan berbagai sistem elektronik terintegrasi untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan kualitas basis data perikanan diantaranya yaitu Pengembangan Sistem Penangkapan Ikan Berbasis Kuota (E-PIT); Pengembangan Basis Data Kapal Penangkap Ikan; Memperkuat Dashboard Sistem Perizinan; serta Rencana Pengembangan Teknologi Pengukuran untuk memudahkan perhitungan potensi volume pendaratan, yang akan bermanfaat pada proses pendataan, mempercepat proses pendaratan, serta diproyeksikan dapat mendukung pelaksanaan PNBP pasca produksi,” urainya.
Stephen Eayrs, Direktur Smart Fishing Consulting, Australia menerangkan, Australia telah penerapan teknologi cerdas berkelanjutan dalam perikanan. Smart Fishing Consulting merupakan lembaga independen mengintegrasikan berbagai informasi diperoleh dari nelayan melalui teknologi canggih.
Informasi kemudian dibagikan kepada stakeholder digunakan sebagai panduan pengambilan keputusan. Metode pengumpulan data digunakan melalui penggunaan kamera di kapal nelayan. Cara kerja teknologi ini, terkait informasi lokasi, kondisi kapal, dan proses penanganan di kapal dapat diperoleh akurat lebih tinggi.
“Data kemudian diintegrasikan langsung ke dalam sistem, memastikan ketersediaan informasi yang tepat waktu dan akurat. Kecanggihan teknologi memberikan kesempatan kepada para nelayan untuk terlibat dalam inovasi dan penerapan teknologi ini. Dapat menjadi kunci untuk menjaga kestabilan lingkungan dan mempertahankan sumber daya perikanan berkelanjutan. Kolaborasi antara lembaga independen dan nelayan, diharapkan masa depan yang lebih terarah dalam pengelolaan sumber daya perikanan semakin terbuka lebar,” katanya.
Mudjekeewis D. Santos, PhD, Scientist at National Fisheries Research and Development Institute, Philippines, memaparkan penerapan teknologi pintar untuk perikanan berkelanjutan Filipina. Filipina merupakan negara perikanan dan pusat keanekaragaman hayati laut terbaik di dunia, dengan 80% wilayah berupa perairan laut, garis pantai terpanjang ke-5 di dunia, 10 besar negara penghasil ikan di dunia, dan 4 negara penghasil rumput laut terbesar di dunia.
“Teknologi telah dikembangkan di Filipina, diantaranya pertama, penanda genetik pengelolaan perikanan yang dapat digunakan untuk mengoreksi data perikanan, mengatasi penangkapan larva, penipuan produk makanan dari laut, perdagangan satwa secara Ilegal, dan penemuan spesies baru. Kedua, pengembangan basis data dan pemetaan, diantaranya pemantauan dan pemetaan tangkapan dan upaya pendaratan, penilaian dan pemetaan kerentanan perubahan iklim, penilaian dan pemetaan kesesuaian, dan ISDApp, aplikasi komunitas pertama yang membantu nelayan tanpa koneksi internet,” ungkapnya.
Sabrina Yuniawati