Foto: Windi Listianingsih
Rehabilitasi jaringan irigasi, amankan pasokan air
Pertanian padi kita terancam dampak fenomena El Nino. Pemerintah siapkan langkah untuk memitigasi dan mengamankan produksi.
Setelah tiga tahun berturut-turut, 2020-2022, Indonesia mengalami fenomena La Nina yang berdampak kemarau basah, tahun ini giliran El Nino menghampiri wilayah kita. El Nino adalah fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normalnya di Samudera Pasifik bagian tengah hingga timuryangmeningkatkan potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan mengurangi curah hujan di wilayah sekitarnya, termasuk Indonesia.
Sebenarnya kita sudah mengalami El Nino berkali-kali, baik ringan maupun berat. Kali ini kekeringan diperkirakan mencapai puncaknya pada Agustus mendatang. Dan memang, perubahan iklim seperti kemarau panjang, termasuk tantangan terbesar ketahanan pangan kita di samping perkembangan jumlah penduduk. Kemarau panjang dapat mengganggu produksi musim tanam padi pada April-Juli sehingga perlu upaya penanggulangan agar produksi pangan khususnya padi tidak menurun.
Untuk antisipasi El Nino, Kementan menyiapkan sejumlah jurus: membentuk gugus tugas, melakukan pemetaan daerah rawan, mengamankan suplai air, percepatan tanam, dan menggencarkan asuransi usaha tani. Bagaimana pelaksanaannya di lapangan? Berikut hasil liputan AGRINA.
Kondisi Pertanaman
Menurut Dr. Ir. Dodo Gunawan, DEA, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim, Badan Meteorologi Klimatologi, dan Geofisika (BMKG),pihaknya telah merangkum prediksi El Nino Southern Osillation (ENSO). Hasil rangkuman tersebut, indeks ENSO pada April 2023 sebesar 0,092 artinya kondisi netral. BMKG memprediksikan ENSO akan tetap netral atau normal setidaknya hingga pertengahan 2023. ENSO normal antara -0,5 - 0,5. Kurang dari -0,5 berarti La Nina, lebih dari 0,5 berarti El Nino. El Nino dibagi tiga kategori: lemah (ENSO 0,5-1,0), moderat (ENSO 1,0-2,0), dan kuat (ENSO di atas 2,0).
“Sekarang ini kondisi dalam keadaan netral, namun prediksi beberapa lembaga dunia menunjukkan akan terjadi peningkatan indeks El Nino. Pada semester kedua 2023 El Nino Juni, Juli, Agustus, hingga September tentu perlu antisipasi dari prediksi ini,” jelasnya saat webinar Propaktani tentang “Iklim dan Peramalan OPT" bulan lalu.
Menurut Rahmanto, Direktur Irigasi Pertanian, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Ditjen PSP), Kementan fenomena El Nino bukan hal baru. Fenomena ini diakuinya memang mempengaruhi produksi pertanian dalam negeri.
“Prediksi BMKG kejadian kemarau sudah terjadi awal bulan April di beberapa daerah. Mei–Juni meningkat di beberapa daerah dan puncaknya pada Agustus kurang lebih 80% di wilayah Indonesia. Mulai Mei-Juni terus bertambah karena Indonesia ini wilayahnya beragam tidak serentak bulan Juni semua. Ada beberapa daerah mulai duluan kekeringan misalnya daerah NTT, NTB, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Tentu Kementan melakukan upaya untuk menjaga produksi saat iklim ekstrem ini,” terangnya saat dihubungi AGRINA (7/6).
Priatna Sasmita, Kepala Pusat Badan Standardisasi Instrumen Pertanian (BSIP) mengulas sejumlah langkah antisipasi terkait dengan pencapaian target produksi padi nasional sebesar 54,5 juta ton gabah kering giling (GKG) pada 2023 dengan target luas tanam seluas 10,4 juta. Kementan optimis mencapai target produksi karena sudah memiliki inovasi dan teknologi yang belum terimplementasikan sepenuhnya.
“Kementan optimis dapat mencapai target produksi pada tahun ini. Setidaknya bisa menaikkan IP yang saat ini masih di bawah 2. Ditambah lagi potensi lahan untuk pengembangan padi masih ada seperti lahan rawa. Mengacu pada kebutuhan beras 2022 yang kurang lebih 30 juta ton, maka Kementan mencanangkan produksi padi 2023 sebesar 54,50 juta ton GKG atau setara 31,39 juta ton beras,” terangnya.
Terkait dengan pencapaian produksi padi tahun ini, Moh. Ismail Wahab, Direktur Serealia, Ditjen Tanaman Pangan menjelaskannya mengacu Kerangka SampelArea (KSA) Badan Pusat Statistik (BPS).KSA Januari-April 2023 luas panen 4,21 juta ha, produksi padi 22,41 juta ton GKG, beras 12,91 juta ton, konsumsi 10,51 juta ton, surplus mencapai 2,76 juta beras.
“Pada 2022 periode yang sama luas panen 4,41 juta ha, produksi mencapai 23,8 juta ton GKG dikonversi ke beras menjadi 13,71 juta ton, konsumsi 10,03 juta beras, surplus mencapai 3,68 juta beras (lihat tabel). “Perbandingan pada bulan yang sama relatif produksi lebih tinggi tahun lalu dibandingkan 2023. Target produksi tahun ini pasti berhasil,” terang alumnus S-2 Agroklimatologi IPBUniversity itu.
Hal itu diperkuat Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL)yang menyatakan, produksi padi pada 2022 melampaui target atau surplus. Produksi padi mencapai 55,67 juta ton GKGatau 101,61% dari target 54,56 juta ton GKG, sedangkan surplus kurang lebih 1,34 juta ton beras (lihat statistik surplus). Dipertegas dengan Data Badan Pusat Statistik (BPS) produksi padi 2022 sebesar 55,67 juta ton GKG, mengalami kenaikan dibandingkan 2021 sekitar 54,42 juta ton GKG.
Gugus Tugas
Dampak El Nino dapat mengganggu produksi padi melalui penundaan tanam, penurunan luas lahan, dan gagal panenlantaran kurangnya air. Selain itu, suhu tinggi dan kekurangan air juga dapat menyebabkan penurunan kualitas hasil tanaman. Dampak lainnya, produksi menurun dapat menyebabkan kenaikan harga dan ketidakseimbangan pasokan dan permintaan.
Menghadapi musim kemarau ekstrem atau El Nino yang diperkirakan mencapai Agustus mendatang,Mentan mengerahkan seluruh jajarannya di pusat dan daerah untuk melakukan pendampingan kepada petani dan menyiapkan sumber pengairan dari sumur bor maupun aliran irigasi. “Menghadapi musim kering ekstrem, saya minta jajaran Kementan berada di lapangan membantu petani yang kesulitan. Semua daerah di seluruh Indonesia harus bersiap dalam menghadapi El Nino,” ujarnya.
Selain itu, untuk menjaga produksi dalam negeri Kementan akan membentuk gugus tugas dalam menghadapi cuaca ekstrem. “Bentuk gugus tugas di setiap wilayah. Semua harus duduk bersama untuk merumuskan semua, dimulai dari pemetaan wilayah, konsep kelembagaan, hingga rencana aksinya karena setiap wilayah membutuhkan penanganan berbeda,” ungkap mantan Gubernur Sulsel ini saat rapat koordinasi bersama pejabat Kementan dan aparatur pemerintah daerah melalui telekonferensi, Jakarta (22/5).
Ismail menimpali, gugus tugas ini diberi Surat Keputusan (SK) oleh Mentan. Gugus tugas ini akan dibentuk setiap wilayah, sehingga pusat, daerah atau dinas pertanian, petani hingga tingkat pemimpin daerah juga bergerak mendukung kegiatan tersebut. Secara teknis gugus tugas bekerja melaksanakan gerakan percepatan tanam untuk meningkatkan produksi, pemberian bantuan berupa alat mesin pertanian, pemantauan masalah di lapangan, dan lainnya.
“Eselon satu Tanaman Pangan sudah diberi mandat untuk bertanggung jawab terhadap dampak El Nino dan krisis pangan global. Adanya gugus tugas akan ada rapat rutin memantau perkembangan masing-masing wilayah di Indonesia, misalnya 10 hari akan ada rapat koordinasi pusat dengan provinsi,” kata pria alumnus Universitas Gadjah Mada S3 Ilmu Lingkungan tersebut.
Sementara di daerah, Masricki Rinaldi, Unit Pelaksanaan Teknis Daerah (UPTD) Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kec. Pekalongan, Kab. Lampung Timur menguraikan mitigasi menghadapi El Nino. Penyuluh pertanian seperti dirinya dan kawan-kawanmelakukan pemantauan secara intens dan mengakses informasi perkembangan prediksi iklim dari BMKG, serta membantu petani dalam budidaya.
“Langkah antisipasi dampak kekeringan dan pengendalian OPT dengan menyiapkan sistem peringatan dini kekeringan dan informasi jadwal tanam. Menyiapkan sumber air alternatif yang tersedia disekitar pertanaman dan hemat air,” terang pria kelahiran Braja Kencana, Lampung Timur ini.
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 348 terbit Juni 2023 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.